Senin, 27 Maret 2017

Ketertarikan Interpersonal

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ketertarikan Interpersonal merupakan permasalahan yang menghiasi dalam permasalahan Psikologi Sosial. Hal itu dikarenakan dalam ketertaikan interpersonal terdapat berbagai hal yang sering terjadi di dalam kehidupan sosial.Hal tersebut seperti cinta, pernikahan dan pasca pernikahan serta hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.
Oleh karena itu, dalam makalah ini juga akan membahas tentang apa itu cinta?, faktor penyebab cinta, pernikahan, faktor penyebab pernikahan, dan pasca pernikahan. Meski demikian, permasalahan tentang cinta, pernikahan dan pasca pernikahan juga akan di bahas secara detail sesuai dengan apa yang ada dalam realaita kehidupan yang ada.
Semoga makalah ini akan menambah wacana dan wawasan keilmuan kita khususnya dalam ketertarikan interpersonal yang di dalamnya terdapat cinta, pernikahan dan pasca pernikahan.
1.2 Rumusan Masalah
A. Definisi Ketertarikan Interpersonal
B. Definisi Cinta
C. Faktor Penyebab Cinta
D. Pernikahan
E. Pasca Pernikahan






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ketertarikan Interpersonal
            Istilah ketertarikan interpersonal mengacu pada beragam pengalaman, mencakup rasa suka, persahabatan, kagum, birahi, dan cinta. Penelitia-penelitian terdahulu di Amerika telah menghasilkan temuan-temuan yuang menarik, khususnya yang difokuskan pada faktor-faktor yang mendukung ketertarikan. Pada waktu yang sama penelitian-penelitian lintas budaya memberikan petunjuk tentang perbedaan budaya dalam ketrtarikan dan cinta, serta meningkatkan studi-studi pada hubungan antar budaya yang difokuskan pada kesukaran-kesukaran yang tersembunyi dan kemungkinan-kemungkinan solusinya.
            Telaah tentang ketertarikan interpersonal banyak dihasilkan dalam studi-studi yang dilakukan di Amerika. Studi-studi tersebut menemukan bahwa ketertarikan interpersonal menjadi unsur penting dalam hubungan romantis. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar orang Amerika menganggap pentingnya cinta dalam perkembangan dan mempertahankan hubungan yang panjang dalam perkawinan[1].
            Dalam buku psikologi sosial Sarlito W. Sarwono dan Eko A Meinarno, istilah yang digunakan adalah hubungan interpersonal. Sehingga hubungan interpersonal merupakan hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu proses dan biasanya biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.
            Interpersonal Attraction adalah penilaian seseorang terhadap sikap orang lain, dimana penelitian ini dapat di ekspresikan melalui suatu dimensi, dari strong liking sampai dengan strong dislike. Jadi, ketika kita berkenalan dengan orang lain berarti kita melakukan penilaian terhadap orang tersebut; apakah orang tersebut cukup sesuai menjadi teman kita atau kurang sesuai, sehingga kita lebih memilih untuk tidak melakukan interaksi sama sekali.
            Dalam melakukan interpersonal, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketertarikan interpersonal, antara lain[2]:
1.      Faktor Internal (Baron dan Byrne, 2008)
Faktor internal dalam diri kita meliputi dua hal, yaitu:
a.       kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation)
Menurut McCleland, kebutuhan berinteraksi adalah suatu keadaan dimana seseorang berusaha untuk mempertahankan suatu hubungan, bergabung dengan kelompok, berpartisipasi dalam kegitan, menikmati aktivitas bersama keluarga atau teman, menunjukkan perilaku saling berkerjasama, saling mendukung, dan konformitas.
b.       dan pengaruh perasaan.
Seseorang akan lebih mudah berinteraksi dengan orang lain pada saat kondisi perasaan kita sedang senang dibandingkan jika kondisi perasaan kita sedang negatif. Hal ini terjadi karena pada saat senang, kita lebih terbuka untuk melakukan komunikasi. Hal itu seperti humor dan canda tawa yang digunakan untuk mencairkan suasana dan memfasilitasi pertemanan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi dimulainya suatu hubungan interpersonal adalah :
a.       Kedekatan (proximity)
Kita cenderung menyukai orang yang wajahnya biasa kita kenali dibandingkan dengan orang yang wajahnya tidak kita kenal (Miller dan Perlman, 2009).
b.      Daya tarik fisik
Kita cenderung untuk memilih berinteraksi orang yang menarik dibandingkan dengan orang yang kurang menarik karena orang yang menarik memiliki karakteristik yang positif.
3. Faktor Interaksi
Pada faktor interaksi ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a.       Persamaan-Perbedaan (Similarity-Dissimilarity)
Adanya persamaan dalam berinteraksi sangat disukai dan menyenangkan. Akan tetapi di dalam perbedaan dalam berinteraksi juga sangat disukai dan menyenangkan. Sehingga antara persamaan dan perbedaan dalam interaksi sama-sama disukai dan menyenangkan.
b.      Reciprocal Liking 
Faktor lain yang mempengaruhi ketertarikan kita adalah bagaimana orang tersebut menyukai kita. Sehingga ketika di sukai orang lain, hal itu dapat meningkatkan self esteem (harga diri), membuat kita merasa bernilai dan akhirnya mendapatkan positive reinforcement.
 2.2 Definisi Cinta
Menurut Baron dan Byrne (2004), cinta merupakan sebuah kombinasi emosi, kognisi, dan perilaku yang ada dalam sebuah hubungan intim. Kajian psikologi tentang fenomena cinta dapat di bahas melalui kajian psikologi sosial, khususnya yang terkait dengan hubungan interpersonal. Psikologi hubungan interpersonal adalah bagian psikologi sosial yang mempelajari aspek-aspek perilaku dan kejiwaan yang terkait dengan fenomena hubungan antara dua pribadi.[3]
Hatfield dan Bersheid mengemukakan bahwa ada dua jenis cinta yaitu:
1.       Passionate love (cinta bergairah) yang mencakup perasan seksual dan emosi yang intens.
Cinta bergairah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Dalam hubungan cinta seringkali emosi tidak terkendali.
b.      Hubungan yang sangat bersifat intens dan panas (hot)
c.       Suasana psikologi dalam keadaan bergejolak
Cinta bergairah ini biasanya mengarah pada aktifitas yang bersifat ketubuhan (seksual atau eros), dan kebahagian berlebihan yang dapat mengurangi kontrol rasionalitas yang normal dalam dirinya. Sehingga akibat dari cinta bergairah ini adalah ketagihan (addicted to love) untuk selalu bertemu dengan pasangannya dan memenuhi cinta secara ketubuhan.
2.      Companionate love (cinta keakraban) yang mencakup kehangatan, kepercayaan, dan toleransi afektif kepada orang lain yang kehidupannya telah terjalin satu sama lain dengan mendalam.
Cinta keakraban memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Adanya kelekatan afeksi antara kedua pelaku cinta
b.      Terdapatnya nilai-nilai kesesuaian di antara kedua pelaku cinta
c.       Adanya iklim yang hangat menyebabkan saling memahami di antara kedua belah pihak
d.      Adanya suasana hati yang nyaman di antar kedua belah pihak pelaku cinta
Cinta keakraban ini menjadikan hubungan bersifat akrab, rasionalitas, kematangan hubungan dan kematangan interpersonal di antara keduanya[4].
Kemudian Sternberg (1988) membagi companionate love menjadi dua componen, yaitu:
1.      Intimacy (keintiman), keintiman mengacu pada kehangatan, kedekatan, sharing dalam suatu hubungan.
2.      Komitmen mengacu pada intensi atau niat untuk mempertahankan hubungan meskipun muncul kesulitan-kesulitan.
Stenberg membagi 8 bentuk cinta tergantung pada ada atau tidak adanya masing-masing dari tiga faktor :passionate love, keintiman, dan komitmen. Jika tiga faktor itu semua ada maka muncul hubungan yang disebut dengan consummate love.
            Dalam studi lainnya, keintiman biasanya dikaitkan dengan konsep yang disebut self-disclosure (misalnya, Adamapoulos, 1991; Altman & Taylor, 1973; Helgeson, Shaver, & Dyer, 1987). Kosep ini mengacu pada tingkat dimana orang mengungkapkan informasi tentang diri kepada orang lain. Di Amerika, hubungan intim ditandai oleh tingkat self-disclosure yang tinggi.[5]
2.3    Faktor Penyebab Cinta
            Para ahli psikologi, khususnya para ahli psikologi sosial, melakukan kajian tentang cinta terkait dengan perilaku menyukai atau tertarik orang lain dalam konsteks upaya menjalin hubungan di antara dua pribadi. Dalam hal ini seseorang mencintai orang lain karena dalam proses interaksi di antara dua pribadi dimulai dari seseorang memiliki ketertarikan dengan orang lain. Pengetahuan psikologi sosial tentang ketertarikan interpersonal dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ketertarikan interpersonal sehingga orang lain dapat membangun hubungan interpersonal secara lebih baik pada kesempatan berikutnya itu dapat meningkatkan kualitas hidup.
            Dalam konteks ini, seseorang mencintai atau tertarik dengan orang lain untuk menjalin hubungan khusus dengan orang lain karena beberapa faktor, yaitu[6]:
1.      Kedekatan
Para ahli sosiologi mengatakan bahwa banyak orang berhubungan dan  menikah dengan pasangannya karena mereka bertemu disekitar wilayah hidupnya.  Oleh karena itu, orang tertarik dengan orang lain karena secara frekuensi mereka banyak berinteraksi dalam wilayah hidup yang sama.
2.      Kemenarikan Fisik
Kemenarikan fisik dapat menjadi faktor penentu seseorang mencintai orang lain dan kemudian menjalin suatu hubungan cinta.  Hal itu banyak terjadi pada pria yang tertarik pada kemenarikan penampilan fisiknya. Sedangkan wanita tertarik pada pria karena penampilan pribadinya.
3.      Kesamaan dan Kebutuhan Saling Melengkapi (Komplementer)
Seseorang menyukai atau mencintai orang lain dikarenakan ia memilki kesamaan atau keserupaan dengan orang lain. Banyak pasangan yang memiliki kesamaan dalam nilai, keyakinan, sikap dan perilaku, lebih memiliki kesempatan untuk menjalani hidup perkawinan yang bahagia.
4.      Seseorang mencintai orang yang mencintai dirinya
Karena apabila seseorang dicintai oleh orang lain, maka terdapat semacam proses psikologis yang menyebabkan seseorang merasa dirinya mendapat hadiah (ganjaran) karena memperoleh cinta itu.
5.      Keuntungan yang diperoleh dari suatu hubungan
Seseorang akan mencintai dan terus mencintai orang lain karena orang lain tersebut banyak memberikan keuntungan yang signifikan kepada dirinya. Keuntungan tersebut dapat bersifat fisik, psikologis, material dan sepiritual.
2.4 Pernikahan
            Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antar pasangan dan dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri. Duval dan Miller (1985) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran diantara sesama pasangan.
            Dalam sebuah pernikahan, antara pasangan saling menerima perubahan, mampu hidup dengan hal-hal yang tidak bisa di ubah, mampu menerima ketidakpuasan pasangan dan pernikahan, saling percaya, saling membutuhkan, serta menikmati kebersamaan (Latifah, 2005). Kepuasan dalam pernikahan di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain[7]:
1.      Adanya komunikasi yang terbuka
2.      Ekspresi perasaan secara terbuka
3.      Saling percaya
4.      Tidak adanya dominan pasangan
5.      Hubungan seksual yang memuaskan
6.      Kehidupan sosial, tempat tinggal dan penghasilan yang cukup
7.      Adanya anak, keyakinan beragama, dan hubungan dengan mertua/ipar yang baik.
Umumnya apabila orang menjalin hubungan cinta maka hubungan itu kemudian bermuara pada sebuah komitmen menuju pernikahan. Bamister dan Leary (Baumgardner Clothers,2010) menjelaskan bahwa manusia memiliki “kebutuhan dasar untuk memiliki”. Dalam hal ini “kebutuhan dasar untuk memiliki” dapat diwujudkan melalui pernikahan. “Kebutuhan dasar untuk memiliki” dalam kehidupan pernikahan terwujud dalam hubungan dekat, saling mendukung, dan hubungan yang stabil di antara suami istri.
            Kebahagian dalam diri seseorang dapat terbetuk melalui pemenuhan kebutuhan dasar dalam sebuah kehidupan pernikahan.  Karena dalam pernikahan terdapat potensi memberikan kehadiran eksistensi pertemanan (friendship), keintiman, cinta, afeksi, dan dukungan sosial pada saat seseorang mengalami situasi krisis. Selain itu, pernikahan juga memberi kesempatan pada seseorang untuk mengalami perkembangan personal (personal growt) dan perkembangan potensi baru yang mampu meningkatkan penghargaan diri (self-esteem) dan kepuasan diri.
            Berdasarkan banyaknya penelitian barat (Myers, 2002), terdapat beberapa faktor yang dapat menjadikan cinta dalam pernikahan tetap dan pernikahan tetap lestari antara lain[8]:
1.      Orang(suami-istri) menikah dalam usia matang, biasanya di atas 20 tahun.
2.      Orang(suami-istri) tunbuh kembang dalam asuhan orang tua yang lengkap.
3.      Hubungan yang cukup lama sebelum pernikahan.
4.      Orang(suami-istri) memiliki pendidikan yang baik.
5.      Orang(suami-istri) memiliki penghasilan yang mencukupi.
6.      Orang(suami-istri) tinggal dalam kota kecil.
7.      Orang(suami-istri) tidak hidup bersama atau hamil sebelum menikah.
8.      Orang(suami-istri) memiliki komitmen religius diantara kedua belah pihak.
9.      Pendidikan, keyakinan dan usia yang seimbang.
Kebutuhan-kebutuhan manusia yang berkaitan dengan perkawinan dapat digolongkan sebagai berikut :
1.      Kebutuhan fisiologis dan perkawinan
Salah satu kebutuhan ini adalah kebutuhan seksual.Kebutuhan ini pada dasarnya menghendaki pemenuhan. Bila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi dan juga tidak dapat dimengerti oleh individu yang bersangkutan, maka akan menimbulkan hambatan dalam kehidupannya.
2.      Kebutuhan psikologik dan perkawinan
Salah satu tahap perkembangan individu adalah tahap perkembangan masa remaja. Pada masa remaja adalah masing-masing individu mulai tertarik kepada lawan jenisnya. Dalam memadu kasih antara remaja laki-laki dan perempuan, maka satu dengan yang lainnya membutuhkan teman hidup yang akan dapat saling mengisi akan kebutuhan-kebutuhan psikologisnya. Misalnya ingin mendapatkan perlindungan, ingin mendapatkan kasih sayang dan lain-lain.
3.      Kebutuhan sosial dan perkawinan
Manusia hidup dalam masyarakat ia akan terikat kepada norma-norma yang ada dalam masyarakat. Salah satu yang melatarbelakangi perkawinan adalah norma-norma dengan pandangan yang ada dalam masyarakat sebagai bentuk interaksi sosial .
4.      Kebutuhan religi dan perkawinan
Salah satu yang melatarbelakangi adanya perkawinan yaitu karena adanya kepercayaan sesuai dengan agama ataupun kepercayaan yang dianut. Dengan melaksanakan perkawinan maka salah satu segi yang digariskan dalam agama dapat dipenuhi.[9]
2.5 Pasca Pernikahan
            Ketika mencari partner dalam jangka panjang, orang biasanya tidak mengutamakan penampilan fisik dan lebih mempertimbangkan kualitas personal yang sesuai. Kita menginginkan pasangan yang hangat, baik, dan dapat dipercaya. Kita mengutamakan responsivitas dan selera humor yan baik, kompetensi juga penting (Fletcher & Simpson, 2000; Sprecher & Regan, 2002).
            Riset tentang pemilihan pasangan heteroseksual juga mencatat beberapa perbedaan pria-wanita dalam menilai kualitas pasangannya.meskipun keduanya memandang daya tarik fisik pasangan sebagai salah satu aset, namaun pria lebih mementingkan atribut fisik ketimbanag wanita. Wanita lebih suka pada lelaki yang lebih tua dan lelaki lebih suka pada wanita yang lebih muda. Kemudian wanita lebih mengutamakan segi ekonomi pria. Sednagkan pria lebih mau menikahi wanita yang pekerjaanya kurang mapan, atau yang pendidiknnyalebih rendah. Sebaliknya wanita lebih tertarik menikahi lelaki yang punya pekerjaan mapan, pendapatnnya lebih besar dan pendidikan lebih tinggi.
            Sebagian riset tentang preferensi pasangan meminta pria dan wanita untuk menilai arti penting dari sederetan kualitas dalam diri calon pasangan, termasuk daya tarik dan kecerdasan. Dalam pendekatan yang lebih realistis, studi yang lebih baru berusaha untuk melakukan simulasi situasi dimana kita tidak punya partner sempurna. Kita harus melakukan tukar menukar atau tawar menawar, mungkin kita harus memutuskan apakah memilih partner yang menarik tetapi kumuh atau partner yang pendiam tetapi menawan. Studi ini meminta partisipasinya untuk memilih diantara kualitas-kualitas yang diinginkan, dan hasil studi ini membantu kita untuk membedakan apa yang oleh orang dianggap sebagai “keharusan” dan “ tambahan” dalam penilaian pasangan.
            Daya tarik fisik calon pacar dianggap perlu oleh pria tetapi hanya sebagai tambahan menurut mereka. Sebaliknya status dan sumber ekonomi pasangan harus ada oleh wanita, tetapi tidak untuk pria, pria dan wanita menganggap kebaikan dan kecerdasan sebagai keharusan. Sedangkan studi lainnya meminta partisipasinya memilih diantara tiga kriteria :hangat/setia, menarik/ fitalitas, dan status/ sumber daya (Fletcher, Tither, O’lounghlin,friesen, & overall,2004). Hasilnya lagi-lagi mengonfirmasikan perbedaan antara pria-wanita. Dalam memilih pasangan, wanita lebih menekankan pada kehangatan dan status/sumber daya. Pria lebih mementingkan daya tarik fisik/vitalitas. [10]
            Penialaina terhadap satu sama lain seringkali tidak realistik, karena setiap individu ingin  percaya bahwa ia telah menemukan pasangan yang sempurna dn ingin umpan balik yang tidak rumit dan positif dari pasangan tersebut. Walaupun memuaskan memilki teman yang benar-benar memuja, pasangn yang dapat memberikan umpan balik yang bersifat self-enhancing dan self-verifying adalah yang paling menarik dari sdemua (katz & Beach,2000).
            Pasangan romantisa dapat tampak tidak realistis, tetapi salah satu cara untuk memahami percintaaan adalah dengan menyadari bahwa percintaan dibangun sebagian berdasdarkan khayalan dan ilusi yang positif. Bahkan, ilusi semacam ini tampaknya membantu menciptakan hubungan yang lebih baik. Presepsi pasangan cenderung bias, dan orang yang satunya dipersepsikan lebih seperti self idealnya dari pada kenyataan yang sebenarnya. Kebajikan pasangan dibesar-besarkan , dan kesalahan apaupun yang tampak diperkecil.
            Ilusi yang dimilki bersama mengenai percintaan ini seringkali didasarkan pada keyakinan mengenai takdir percintaan-keyakinan bahwa dau orang memang dicipatakan satu sama lain. Pada kenyataanya, jika dua orang saling peduli satu sama lain dan yakin bahwa mereka memang diciptakan untuk satu sama lain, kasih sayang dan keyakinan dapat membantu mempertahankan hubungan tersebut. Penekan pada hal yang positif membuat pasangan sulit untuk membayangkan bahwa hubungan dapat berakhir, sebagai akibatnya kemampuan mereka untuk memprediksikan seberapa lama hubungan akan berlangsung lebih tidak akuraut dari pada ramalan yang dibuat teman sekamar atau orang tua mereka.[11]
           













BAB III
PENUTUP
A.       SIMPULAN

Ketertarikan interpersonal mengacu pada beragam pengalaman, mencakup rasa suka, persahabatan, kagum, birahi, dan cinta. Penelitia-penelitian terdahulu di Amerika telah menghasilkan temuan-temuan yuang menarik, khususnya yang difokuskan pada faktor-faktor yang mendukung ketertarikan. Dalam melakukan interpersonal, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketertarikan interpersonal, antara lain: Faktor internal ,faktor eksternal dan faktor interaksi
Seseorang mencintai atau tertarik dengan orang lain untuk menjalin hubungan khusus dengan orang lain karena beberapa faktor:
1.      Kedekatan
2.      Kemenarikan Fisik.
3.      Kesamaan dan Kebutuhan Saling Melengkapi (Komplementer)
4.      Seseorang mencintai orang yang mencintai dirinya
5.      Keuntungan yang diperoleh dari suatu hubungan
Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antar pasangan dan dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri, Kebutuhan-kebutuhan manusia yang berkaitan dengan perkawinan dapat digolongkan sebagai berikut: Kebutuhan fisiologis dan perkawinan, Kebutuhan psikologik dan perkawinan, Kebutuhan sosial dan perkawinan, Kebutuhan religi dan perkawinan.
Pasca Pernikahan, ketika mencari partner dalam jangka panjang, orang biasanya tidak mengutamakan penampilan fisik dan lebih mempertimbangkan kualitas personal yang sesuai. Kita menginginkan pasangan yang hangat, baik, dan dapat dipercaya.





DAFTAR PUSTAKA
Tridayaskini, Yuniardi,Salis, 2012, Psikologi Lintas Budaya, Malang:Universitas
Muhammadiyah Malang,

Sarlito, Sarwono W., 2012,Meinarno, Eko A., Psikologi social, Jakarta:Salemba Humanika.

Hanurawan,Fattah, 2010, Psikologi Sosial, Bandung:Remaja Rosdakarya..
Taylor,Shelley E., Peplau,Letitia Anne, O.sears, David, 2009, Psikologi sosial edisi kedua belas, ,Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Walgito, Bimo, 2002, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, ,Yogyakarta : Andi Offset.





[1] Tridayaskini, Salis Yuniardi, Psikologi Lintas Budaya, (Malang:Universitas Muhammadiyah Malang,2012), hlm.168-169.
[2] Sarlito W. Sarwono, Eko A. Meinarno, Psikologi social, (Jakarta:Salemba Humanika, 2012), hlm.68-70.
[3] Fattah Hanurawan, Psikologi Sosial, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.157.
[4] Ibid,  hlm.162-163.
[5] Tridayaskini, Salis Yuniardi, Psikologi Lintas Budaya,  hlm.169.
[6] Fattah Hanurawan, Psikologi Sosial,  hlm.157-160.

[7] Sarlito W. Sarwono, Eko A. Meinarno, Psikologi social, hlm.73-74.
[8] Fattah Hanurawan, Psikologi Sosial,  hlm.167-168.
[9] Bimo Walgito , Bimbingan dan Konseling Perkawinan, ( Yogyakarta : Andi Offset, 2002 ), hlm. 19-21.

[10] Shelley E.Taylor,Letitia Anne Peplau, David O.sears, Psikologi sosial edisi kedua belas,(jakarta:Kencana Prenada Media Group,2009)hlm 309-312
[11] Roberta A. Baron , Donn Byrne, psikologi sosial, (jakarta:Penerbit Erlangga,2003)hlm 21-22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar