KODIFIKASI
AL QUR’AN
Makalah
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen
Pengampu Nurul Haq, M. Pd. I

Disusun
oleh :
Aris Priyanto (2032113006)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
KATA PENGANTAR
Segala Puja dan Puji syukur Alhamdulillah semoga senantiasa kita panjatkan kehadirat AIlah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Napoleon dan Pemikirannya” yang sederhana ini telah selesai kami
susun. Makalah ini kami buat berdasarkan hasil belajar kami dan referensi dari berbagai buku. Salah satu tujuan kami adalah agar yang membaca
makalah kami dapat mengerti dan memahami
tentang Ulumul Qur’an secara detail dan jelas. Dan dengan tujuan yang demikian, kami harap
laporan ini bermanfaat bagi semua orang yang membaca susunan
makalah ini.
Kekurangan
dan kesalahan tentu akan terjadi dalam pembuatan laporan ini, maka tegur sapa dan koreksi dari para ahli sangat kami harapkan. Dan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kesalahan-kesalahan yang terjadi. Dan tak lupa kami
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah
SWT, karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat
waktu.
2. Kepada Dosen Nurul Haq, H. M. Pd. I selaku dosen mata kuliah Ulumul Qur’an sekaligus pembimbing dalam membuat makalah ini.
3. Kepada orang tua yang telah memberikan
dukungan moral dan do’a kepada kami.
4. Dan kepada teman-teman juga yang telah memberikan
dukungan moral dan koreksi bagi kami.
Dan kami juga memohon kepada Allah semoga
buku ini bermanfaat dan menjadi salah satu amal yang
diridhio-Nya. Amin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................... i
Daftar isi ............................................................... ii
BAB I Pendahuluan ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 1
BAB II Pembahasan ............................................................... 2
2.1 Kodifikasi Al qur’an
di masa Nabi
Muhammad SAW. ............................................................... 2
2.2 Kodifikasi Al qur’an
di masa Abu Bakar ............................................................... 5
2.3 Kodifikasi Al qur’an
di masa
Utsman ............................................................... 6
BAB III Penutup ............................................................... 9
3.1 Simpulan ............................................................... 9
3.2 Saran ............................................................... 9
Daftar Pustaka ............................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al qur’an menurut bahasa adalah bacaan. Sedangkan menurut istillah
adalah kalam Allah SWT yamg merupakan
mu’jizat yang diturunkan ( diwahyukan ) kepada nabi Muhammad SAW, dan
membacanya merupkan ibadah.
Berdasarkan hal di atas, perlu sekali kita mengetahui tentang
sejarah kodifikasi atau pengumpulan al qur’an dari masa khalifah, shohabat,
masa tabi’in sampai masa mutaakhirin. Tentunya membutuhkan waktu dan proses
yang cukup panjang. Selain itu dalam perjalanannya juga banyak sekali
masalah-masalah yang muncul dan muncul pemikiran-pemikiran yang berbeda.
Hal tersebut menjadikan kita untuk mengkaji dan mengetahui secara
detai apa saja yang terjadi dan apa saja yang dihadapi para shohabat yang
mengumpulkan al qur’an.
1.2
Rumusan Masalah
A.
Kodifikasi Al Qur’an di masa Nabi Muhammad SAW
B.
Kodifikasi Al Quran di masa Abu Bakar
C.
Kodifikasi Al Qur’an di masa
Utsman
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kodifikasi
Al Qur’an di masa Nabi Muhammad SAW
Menu
rut AshShobuni dalam At-Tbyan Fi Ulumil Qur’an, yang dimaksud dengan istilah
pengumpulan atau kodifikasi kadang-kadang di maksudkan dengan penghafalan dalam
hati dan kadang-kadang pula dimaksudkan dengan
penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran.
Pengumpulan Al Qur’an di masa Nabi
SAW ada dua kategori, yaitu
1.
Pengumpulan
dalam dada, berupa penghafalan dan penghayatan
2.
Pengumpulan
Al Qur’an dalam dokumen atau cacatan berupa penulisan pada kitab maupun berupa
ukiran.
Al
Qur’an diturunkan kepada Nabi SAW, yang ummi dan diutus di kalangan orang-orang
yang ummi pula. Biasanya orang-orang ummi hanya mengandalkan hafalan dan
ingatan. Karena itu, perhatian Nabi SAW hanya dituangkan untuk sekedar
menghafal dan menghayatinya, agar dapat menguasai Alqur’an persis sebagaimana
ia diturunkan. Setelah itu, beliau membacakannya kepada para shahabat, sehingga
mereka juga bisa menghafal dan menghayatinya seperti Nabi SAW.
Di
samping itu, Nabi SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. setiap turun
ayat Alquran beliau memerintahkan kepada mereka untuk menulisnya.
Penulis-penulis tersebut adalah shahabashabat pilihan, di antaranya Zaid bin
Tsabit, ubay bi ka’ab, Muadz bin jabal,
Muawiyyah bin Abu Sufyan, Khulafaur Rosyidin, dan Shahabat-shahabat
lain.
Di
kalangan mereka banyak yang mempunyai mushaf pribadi yang ditulisnya sesuai
dengan yang di dengar atau hafalan yang diterima dari Nabiu SAW. Mushaf-mushaf
itu seperti Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ali, Mushaf Aisyah, dan lain-lain.
Adapun cara mereka menulis Alquran itu pada pelepah-pelepah kurma, kepingan
batu, kulit dan daun kayu, tulang, dan lain-lain. Hal itu karena kertas belum
ada pada kalangan orang Arab.
Penulisan
Alquran itu dihadiri okleh Nabi SAW, dan beliau yang memberi petunjuk
urutan-urutan surat dan ayat sebagaimana yang kita lihat sekarang. Oleh karena
itu, para ulama sepakat bahwa penulisan Alquran bersifat taufiqi, yaitu menurut
ketentuan dari perintah Allah SWT[1].
Dalam pendapat lain mengatakan bahwa Pada permulaan Islam, bangsa
adalah suatu bangsa yang buta huruf. Sedikit sekali di antara mereka yang
pandai menulis dan membaca. Mereka belum mengenal kertas, seperti kertas yang
kita kenal sekarang ini. Mereka mengenal Al Waraq ( daun ) sebagai kertas pada
masa itu.
Adapun kata Al qirthas yang dalam
bahasa indonesia kertas, dipakai untuk benda-benda ( bahan-bahan ) yang mereka
pergunakan untuk menulis adalah kulit binatang, batu yang tipis dan licin,
pelepah tamar ( komar ), tulang binatang, dan lain sebagainya.
Setelah mereka menaklukkan Persia,
yaitu sesudah wafatnya Nabi SAW, barulah mereka mengetahui kertas. Orang Persia
menamai kertas dengan nama kaqhid, maka dipakailah kata-kata kaqhid ini
untuk ksrtas oleh bangsa Arab semenjak itu.
Kitab atau buku tentang apapun belum
ada pada mereka. Kata-kata kitab di masa itu hanya berarti sepotong kulit,
batu, tulang, dan sebagainya, yang telah bertulis, atau berarti surat, seperti
kata kitab dalam ayat 28 surat ( 27 ) An-Naml :
اذهب بكتابي هذا فالفه اليهم.......النمل ۲۸
Artinya :
Pergilah
dengan surat saya ini, maka jatuhkanlah dia kepada mereka.
Begitu juga kutub ( jama’ kitab )
yang dikirim oleh Nabi kepada raja-raja di masa beliau, untuk menyeru mereka
kepada islam.
Karena mereka belum mengenal kitab
atau buku seperti yang kita kenal sekarang, maka di waktu Alquran dibukukan di
masa khalifah Utsman bin Affan, yang akan diterangkan nanti. Mereka tidak tahu
dengan apa Alquran yang telah dibukukan itu akan dinamai, dan bermacan-macam
pendapat sahabat tentang nama yang harus
diberikan . Akhirnya maereka sepakat menamainya dengan Al Mushaf ( Islam
maful dari ashshafa, dan ashshafa artinya mengumpulkan shuhuf, jama’ shahifah, lembaran-lembaran yang sudah
bertulis.
Berdasarkan keadaan itu, akhrinya
Nabi menyiarkan Alquran dan memeliharanya, beliau memakai cara amali ( praktis
). Cara- cara tersebut adalah tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu Nabi menyuruh
menghafal, dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelapah tamar, dan apa
saja yang bisa di susun dalam sesuatu surat, artinya oleh Nabi diterangkan tertib
urut ayat-ayat itu. Nabi mengadakan
peraturan yaitu, Alquran saja yang boleh dituliskan, selain dari Alquran itu,
yakni hadits atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi,
dilarang menuliskannya. Larangan ini dengan tujuan agar Alquran terpelihara,
jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga di dengar dari Nabi.
Selain itu Nabi menganjurkan supaya
Alquran itu dihafal, dibaca selalu dan diwajibkan membacanya dalam sholat. Akhirnya banyak yag hafal Alquran, satu surat
dihafal oleh ribuan manusia. Kepandaian menulis dan membaca sangat dihargai dan
digembirakan Nabi, beliau berkata :
“....Di
akhirat nanti tinta-tinta ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhadaa’ (
orang-orang yang mati Syahid ).
Dengan demikian di masa Nabi terdapat
tiga unsur yang tolong menolong dalam memelihara Alquran, yaitu :
1.
Hafalan
dari mereka yang hafal Alquran
2.
Naskah-naskah
yang ditulis untuk nabi
3.
Naskah-naskah
yang ditulis mereka yang pandai menulis, dan membaca untuk mereka
masing-masing.
Nabi
baru wafat saat Alquran telah cukup diturunkan, telah dihafal oleh ribuan
manusia, dan sudah dituliskan semua ayat-ayatnya. Ayat-ayatnya dalam suatu
surat telah disusun menurut tertib urut yang ditunjukkan oleh Nabi sendiri[2].
2.2
Kodifikasi Al Qur’an di masa Abu Bakar
Ketika
Abu Bakar di angkat menjadi khalifah sepeninggalan Rasul SAW, muncullah
berbagai problem yang dapat mengancam keselamatan agama dan negara. Antara lain
munculnya orang-orang murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat dan
orang-orang yang menaku dirinya seorang nabi.
Untuk
memerangi mereka, Abu Bakar menyiapakan 11 pasukan, maka terjadilah beberapa
pertampuran. Di antara yang terdahsyat adalah pertempuran di Yamamah ( Yaman ),
dimana gugur 70 orang Khafidh ( orang
yang hafal Alquran ). Hal itu menyebabkan umar khawatir dan mengusulkan agar
Alquran dikumpulkan. Mula-mula Abu Bakar menolak, akan tetapi Umar berhasil
meyakinkannya, kemudian beliau memberikan tugas kepada Zaid bin Tsabit salah
seorang penulis wahyu, untuk mengumpulkan Alquran dalam satu Mushaf.
Langkah-langkah
yang di ambil Zai dalam mengumpulkan Alquran adalah bertitik tolak pada dua
sumber penyedikan, yaitu :
1.
Sumber
hafalan yang tersimpan dalam hati para sahabat.
2.
Sumber
tulisan yang di tulis di masa Nabi SAW.
Dua
sumber tersebut merupakan jaminan akan keotentikan Alquran dan langkah yang
tepat, teliti, dan mantap. Oleh karena itu mushaf Abu Bakar memiliki beberapa
keistimewaan, antara lain :
Ø Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat detail dan kemantapan
yang sempurna.
Ø Yang tercatat dalam mushaf adalah bacaan yang pasti tidak ada
nasakhnya.
Ø Ijma’ umat terhadap mushaf tersebut secara mutawatir bahwa yang
tercatat adalah ayat-ayat Alquran.
Ø Mushaf mencakup qiro’ah sab’ah yang dinukil berdasarkan riwayat
yang benar dan shohih.
Dengan demikian, mushaf yang dikumpulkan Abu Bakar itu dapat
diterima seluruh umat islam. Dengan demikian Abu Bakar telah berjasa memelihara
Alquran dari bahaya kemungkinan kemusnahan. Baik Abu Bakar maupun Umar tidak
menyuruh memperbanyak salinan mushaf, hal ini karena suhuf-suhuf yang telah
tersurat itu bisa tetap originil atau mushaf induk saja, bukan untuk
dipergunakan oleh orang yang hendak menghafalnya. Karena para sahabat yang
telah belajar Alquran pada masa nabi masih
hidup dan sahabat yang mengajar Alquran secara hafalan juga masih
banyak. Lembaran-lembaran tersebut disimpan Abu Bakar sampai wafat, kemudian
disimpan di rumah Hafshoh binti Umar, salah seorang istri Rasul SAW.
Alasan mushaf disimpan di rumah Hafshoh karena beberapa hal, antara
lain[3] :
·
Hafshoh
itu istri Rasul dan anak khalifah Umar.
·
Hafshoh
itu seorang perempuan yang pandai menulis dan membaca.
Meski demikian, dalam lain mengatakan secara paraktis tampak jelas
bahwa tidak terdapat kegiatan pengumpulan resmi Alquran secara lengkap yang
dilakukan pada masa kekhalifahan Abu Bakar. Penjelasan ini secara pasti
merupakan upaya yang dikembangkan secara bertahap untuk menghindarkan kenyataan
janggal bahwa pengumpulan pertama Alquran dilakukan pada kekhalifahan Utsman.
Di lain pihak tidak ada pijakan yang bagus untuk meragukan bahwa hafsah
memiliki suatu naskah Alquran yang ditulis diatas suhuf apakah tulisannya
sendiri, atau tulisan Zaid, atau bahkan oleh orang lain[4].
2.3 Kodifikasi Al Qur’an Masa Utsman
Di masa pemerintahan Utsman, daerah Islam telah meluas, para
sahabat telah bertebaran di daerah-daerah yang telah di buka. Masing-masing
menjadi guru membaca Alquran dan dikelilingi oleh banyak murid.
Penduduk Syam
berguru pada Ubay bin Ka’aab, orang Kuffah belajar pada Ibnu Mas’ud dan yang
lain pada Musa Al Asy’ari. Di antara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi
huruf dan bunyi bacaan.
Waktu penaklukan
Armenia dan Adzerbaijan dimana pasukan dari Syam dan iraq bergabung,. Kemudian
waktu membaca Alquran terdapat perbedaan, masing-masing mengaku yang paling
benar bacaannya. Terjadilah pertikaian, bahkan saling kafir mengafirkan.
Kejadian ini dilaporkan oleh Khudhaifah bin Yaman kepada Khalifah Utsman.
Tindakan Utsman setelah disetujui para pembesar adalah :
·
Meminjam
mushaf Abu Bakar yang disimpan di rumah Hafsah untuk diperbanyak.
·
Menginstruksikan
agar semua bentuk mishaf yang lain ( mushaf pribadi ) dimusnahkan atau dibakar.
Untuk
maksud tersebut, khalifah Utsman membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin
Tsabit dengan anggota intinya : Abdullah bin Zuber, Said bin Ash, Abdurrohman
bin Harits bin Hasim. Dengan pesan : bila mana
tiga anggota inti ( quresy )
berselisih pendapat dengan Zaid ( anshor ) hendak ditulis dengan lisan Quresy.
Ketika menulis lafadh “tabut’ menurut dialek Zaid ditulis dengan ta marbuthoh,
sehingga kalau waqaf dibaca “tabuh”, sementara menurut dialek Quresy ditulis
dengan ta maftuhah, sehingga tetap dibaca tabut, meskipun waqaf.
Hasil
kerja panitia itu adalah salinan mushaf sebanyak 4 buah, masing-masing dikirim
ke Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam. Sedang mushaf Abu Bakar tetap di Madinah
dan disebut Mushaful Imam. Mengenai jumlah mushaf yang dihasilkan oleh panitia
yang dibentuk Utsman, pari ahli berbeda pendapat, ada yang mengatakan 5 buah,
dikirim selain ke empat kota di atas juga ke Mesir.
Dengan
demikian, jelaslah motif pengumpulan Alquran di masa Abu Bakar dan Utaman
adalah :
·
Mushaf
Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan Alquran ke dalam satu mushaf
yang ayat-ayatnya sudah tersusun berasal dari tulisan yang terkumpul pada
kepingan batu, pelepah kurma, kulit binatang, dan lain-lain.
·
Mushaf
Utsman adalah menyusun kembali / memperbanyak mushaf Abu Bakar untuk dikirim
keberbagai wilayah yang telah dibuka.
·
Latar
belakang pengumpulan Alquran di masa Abu Bakar karena banyaknya hufadh yang
gugur dalam perang yamamah.
·
Sedang
latar belakang pengumpulan Alquran dimasa Utsman timbulnya pertikaian dalam
membaca Alquran, karena masing-masing berpegang pada bacaan gurunya.
Latar
belakang yang mendasari mengapa Alquran dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1.
Alquran
diturunkan bertahap, tidak sekaligus, oleh karena itu tidak mungkin
membukukannya sebelum selesai keseluruhan.
Sedangkan jarak
antara ayat terakhir turun dengan wafat Nabi hanya 9 hari.
2.
Sebagian
ayat ada yang dimansukh, bila turun ayat yang menyatakan naskh, maka bagaimana
mungkin bisa dibukukan dalam satu buku.
3.
Susunan
ayat dan surat tidak berdasar urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya
pada saat terakhir wahyu, tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang
demikian tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.
4.
Tidak
ada motivasi yang mendorong untuk mengumpulkan Alquran ke dalam satu mushaf
sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar.
Sikap
para sahabat terhadap mushaf Utsman yang telah dikirim k wilayah-wilayah islam
yang telah dibuka sngat baik. Dengan tersebarnya mushaf-mushaf itu, umat islam
besunnguh-sungguh menghafal, mentajwidkan, dan menyalinnya[5].
Dengan
demikian, maka pembukuan Alquran di masa Utsman faidah / manfaat utamanya
adalah :
ü Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
ü Menyatukan bacaan, dan kendatipun masih ada kelalaian bacaan tetapi
bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan mushaf-mushaf Utsmani.
Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan
mushaf-mushaf utsmani tidak diperbolehkan lagi.
ü Menyatuakan tertib susunan surat-surat sesuai menurut tertib urut,
seperti yang terlihat pada mushaf-mushaf sekarang.
BAB III
PENUTUP
3.
1 SIMPULAN
Alquran merupakan kalam Allah
yang di turunkan kepada Nabi Muhammad
sebagai suatu Mu’jizat. Turunnya Alquran yang tidak langsung kepada Nabi
menyebabkan keberadaan Alquran menimbulkan masalah-masalah yang dihadapi oleh Nabi, Abu
Bakar, dan Utsman.
Masalah-masalah itu menyebabkan perpecahan umat Islam, terutama
setelah wafatnya Nabi SAW. Akhinya sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman
melakukan kodifikasi ( pengumpulan ) Alquran untuk menghindari
perpecahan umat Islam dan menjaga kebenaran dan keserasian bacaan dalam Alquran.
Namun dalam perjalanannya, Kodifikasi yang dilakukan para sahabat
tidak berjalan mudah. Banyak sekali kendala-kendala yang dihadapi para sahabat
yang menyebabkan lamanya proses kodifikasi dan perlunya hati-hati dalam
kodifikasi Alquran.
Selain itu, Kodifikasi juga mempunyai manfaat bagi umat Islam,
khususnya manfaat dalam hal menjaga keorisinilan, keserasian bacaan dan urutan
surat-surat dalam Alquran.
3.
2 SARAN
Segala kekurangan tentunya terdapat
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada teman-teman
koreksi dan sarannya terhadap makalah ini. Harapan kami semoga dengan adanya
koreksi dan saran dari teman-teman, kedepannya makalah kami lebih baik dan
lebih bermanfaat. Amin yaa Robbal ‘Aalamin.
DAFTAR PUSTAKA
Sudaryo El Kamali, 2006, Pengantar Studi Alquran, Pekalongan : STAIN Pekalongan
Montgomery Watt, 1991, Pengantar Studi Alquran, Jakarta : RAJA GRAFINDO PERSADA
Zainal Abidin
S., 1992, Seluk Beluk Al Qur’an, Jakarta :
RINEKA CIPTA.
[1]Sudaryo El
Kamali, Pengantar Studi Alquran,
( Pekalongan : STAIN Pekalongan Press : 2006 ) Halaman 41-42.
[2] Zainal Abidin
S., Seluk Beluk Al Qur’an, ( Jakarta : Rineka Cipta , 1992 ) Halaman
27-31.
[3]
Sudaryo El
Kamali, Pengantar Studi Alquran,
( Pekalongan : STAIN Pekalongan Press : 2006 ) Halaman 41-42
[4] W. Montgomery Watt, Pengantar Studi
Alquran ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1991 ) Halaman 64.
[5] Sudaryo El Kamali, Pengantar Studi Alquran, ( Pekalongan : STAIN Pekalongan Press : 2006
) Halaman 44-46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar