Kamis, 19 Maret 2015


KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah ETIKA
Dosen Pengampu : Khoirul Basyar, M. S. I


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/0/07/Logo_STAIN_Pekalongan.jpg/220px-Logo_STAIN_Pekalongan.jpg


Disusun oleh  :
Aris Priyanto               (2032113006)
Amrina Rosyada         (2032113008)
Prodi               :           S1  Akhlak Taswuf
Jurusan          :           Ushuluddin



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014

 KATA PENGANTAR

            Segala Puja dan Puji syukur Alhamdulillah semoga senantiasa kita panjatkan kehadirat AIlah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan” yang sederhana ini telah selesai kami susun. Makalah ini kami buat berdasarkan hasil belajar kami dan referensi dari berbagai buku. Salah satu tujuan kami adalah agar yang membaca makalah kami dapat mengerti dan memahami tentang Kebaikan, Kebajikan, dan Kebahagiaan secara detail dan jelas. Dan dengan tujuan yang demikian, kami harap laporan ini bermanfaat bagi semua orang yang membaca susunan makalah ini.
            Kekurangan dan kesalahan tentu akan terjadi dalam pembuatan laporan ini, maka tegur sapa dan koreksi dari para ahli sangat kami harapkan. Dan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan-kesalahan yang terjadi. Dan tak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada  :
1.   Allah SWT, karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu.
2.   Kepada Dosen Khoirul Basyar, M. S. I, selaku dosen mata kuliah ETIKA sekaligus pembimbing dalam membuat makalah ini.
3.   Kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan do’a kepada kami.
4.   Dan kepada teman-teman juga yang telah memberikan dukungan moral dan koreksi bagi kami.
Dan kami juga memohon kepada Allah semoga buku ini bermanfaat dan menjadi salah satu amal yang diridhio-Nya. Amin.











DAFTAR ISI


Kata Pengantar                       ...............................................................         i

Daftar isi                                 ...............................................................         ii

BAB I Pendahuluan               ...............................................................         1
1.1     Latar Belakang            ...............................................................         1
1.2     Rumusan Masalah       ...............................................................         1

BAB II Pembahasan               ...............................................................         2
     2.1 Kebaikan                      ...............................................................         2
     2.2 Kebajikan                    ...............................................................         4
                         
2.3 Kebahagiaan                 ...............................................................         5         
                              

BAB III Penutup                    ...............................................................         8
3.1 Simpulan                      ...............................................................         8
3.2 Saran                            ...............................................................         8

Daftar Pustaka                                    ...............................................................         9


 BAB I
PENDAHULUAN

I.1                          Latar Belakang
                               Dalam dunia akhlak maupun etika, manusia senantiasa melakukan sesuatu yang senantiasa menjadi kepribadiannya. Kebaikan, kebajikan dan kebahagian termasuk hal yang selalu berhubungan. Seseorang yang mempunyai kebaikan, maka ia akan senantiasa melakukan kebajikan. Melalui kebajikan yang di awali kebaikan akan menjadikan seseorang itu mendapat kebahagiaan.
Seseorang yang dalam dirinya ada kebaikan dan kebajikan akan senantiasa mendapatkan kebahagian. Sebab kebahagiaan adalah sesuatu yang setiap orang inginkan ketika melakukan kebaikan dan kebajikan.
Adanya makalah ini, semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca, meskipun banyak sekali kekurangannya.
I.2                          Rumusan Masalah
                               A. Definisi Kebaikan
                               B. Definisi Kebajikan
                               C. Definisi Kebahagian











BAB II
PEMBAHASAN

II.1                         Definisi Kebaikan, Kebajikan dan Kebahagiaan
1.      Kebaikan
                               Kebaikan berasal dari kata baik (al-khair), yang berarti sesuatu telah mencapai kesempurnaan, sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, membawa kesenangan dan persatuan. Baik juga berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, nilai yang diharapkan memberikan kepuasaan, mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia.
                               Kebaikan apabila memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, yang di nilai positif oleh orang yang menginginkannya. Baik adalah sesuatu yang berharga untuk sesuatu tujuan. Sesuatu itu baik bagi sesorang apabila sesuai dan berguna untuk tujuannya. Masing-masing orang mempunyai tujuan yang berbeda-beda, ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang berbeda dengan yang berharga untuk orang atau golongan lainnya.
                               Sesuatu yang dapat dikatakan baik apabilania memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai dengan yang diharapakan, dapat di nilai positif oleh orang yang menginginkannya. Baik di sebut juga mustahab, yaitu amal atau perbuatan yang di senangi. Al-Ghazali menyebutkan, perbuatan dapat dikatakan baik karena adanya pertimbangan akal yang mengambil keputusan secara mendesak, seperti menyelamatkan orang-orang yang menderita kecelakaan.
                               Baik berarti sesuatu yang pantas dikerjakan dan diusahakan atau dikehendaki. Sesuatu yang baik adalah yang memenuhi hasrat dasar manusia. Bila diterapkan bagi kehendak manusia merupakan predikat yang positif. Dalam filsafat dikatakan bahwa kebaikan melandaskan diri pada kebaikan dan setiap kenyataan yang ada berkecenderungan mempertahankan diri. Mengejar kesempurnaan dirinya tetap berada, sehingga pada hakikatnya dapat bersifat dan berbuat baik. Baik dikatakan baik, apabila sesuai dilakukan berdasarkan fitrah manusia sesuai dengan hakikatnya.
                               Al-Ghazali menerangkan adanya empat pokok keutamaan etika baik, yaitu sebagai berikut :
Ø  Mencari Hikmah. Hikmah adalah keutamaan yang lebih baik. Ia memandang bentuk hikmah yang harus dimiliki seseorang yaitu jika berusaha untuk mencapai kebenaran dan ingin terlepas dari semua kesalahan dari semua hal.
Ø  Bersikap berani. Berani berarti sikap yang dapat mengendalika kekuatan amarahnya dengan akal untuk maju. Orang yang memiliki etika baik biasanya pemberani, dapat menimbulkan sifat-sifat yang mulia suka menolong, cerdas, dapat mengendalikan jiwanya, suka menrima saran dan kritik orang lain, penyantun, memiliki perasaan kasih dan cinta.
Ø  Bersuci Diri. Suci berarti mencapai fitrah, yaitu sifat yang dapat mengendalikan syahwatnya dengan akal dan agama. Orang yang memiliki sifat fitrah dapat menimbulkan sifat-sifat pemurah, pemalu, sabar, toleransi, sederhana, suka menolong, cerdik, dan tidak rakus. Fitrah merupakan suatu potensi yang diberikan Allah, di bawa oleh manusia sejak lahir yang menurut tabi’atnya cenderung kepada kebaikan, dan mendorong manusia untuk berbuat baik.
Ø  Berlaku Adil. Adil yaitu seseorang yang dapat membagi dan memberi haknya sesuai dengan fitrahnya, atau seseorang mampu menahan kemarahannya dan nafsu syahwatnya untuk mendapatkan hikmah di balik peristiwa yang terjadi. Adil juga berarti tindakan keputusan yang dilakukan dengan cara tidak berat sebelah atau merugikan satu pihak, tetapi saling menguntungkan. Pepatah mengatakan bahwa langit dan bumi ditegakkan dengan keadilan.
Orang yang mempunyai etika baik dapat bergaul dengan masyarakat secara luwes, karena dapat melahirkan sifat saling cinta mencintai dan saling tolong menolong. Etika baik, bukanlah semata-mata teori yang muluk-muluk, melainkan etika baik sebagai tindak-tanduk manusia yang keluar dari hati. Etika baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya. Suatu perbuatan yang dilihat merupakan gambaran dari sifat-sifatnya tertanam dalam jiwa baik.[1]
·         Bentuk-bentuk Etika Baik

Bentuk-bentuk etika baik secara umum adalah sebagai berikut :
Ø   Etika Sopan Santun. Di Jepang dan Cina etika sopan santun paling di utamakan, contohnya memperlihatkan rasa terima kasih pada hal-hal yang kecil.
Ø   Etika Minimalis. Bentuk ini yang paling dikenal, yaitu tidak selalu mementingkan kepentingan pribadi, tetapi lebih mementingkan kepentingan pribadi, tetapi lebih mementingkan kepentingan bersama.
Ø   Etika Fungsional. Yaitu etika seorang legislator dengan individu lainnya dalam hubungan dengan konstituen memberikan suatu subyek yang lebih sesuai secara alamiah.
Ø   Etika Jabatan. Para pejabat bertindak atas nama orang lain, mereka di andaikan memiliki hak dan kewajiban yang tidak dimiliki warga negara biasa, atau sekurang-kurangnya dimiliki  warga negara biasa, tetapi pada taraf yang tidak sama sebagai alat negara, para pejabat dinilai dengan prinsip-prinsip yang di interpretasi secara berbeda dibanding prinsip-prinsip yang berlaku bagi orang-orang yang bertindak untuk diri mereka sendiri dan bagi kelompok yang tidak terlalu inklusif.[2]

2.      Kebajikan
Setiap akan memdefinisikan kebajikan, maka tidak lepas akan dari empat hal, yaitu :
1.      Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tepat, sehingga memudahkan  pelaksanaan perbutan.
Kebiasan di sebut juga “ Kodrat yang kedua’’. Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan, sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditentukan pada manusia, karena hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan kegiatan.
2.      Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan(virtue), sedangkan yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
           Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia. Selain itu, kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidak tahuan. Tidak ada orang berbuat jahat atas suka rela (Socrates).
“Keinginan manusia dapat menetang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih untuk tunduk pada budi (Aristoteles).
3.      Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima pengetahuan. Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan. Bagi budi praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan.
     Kebajikan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4.      Kebajikan pokok, kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
Ø Menuntut keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk tujuan yang bernilai (kebijaksanaan).
Ø Pengendalaian keingininan kepada kepuasan badaniah(pertahanan/pengendalian hawa nafsu inderawi).
Ø Tidak menyingkir dari kesulitan(kekuatan).
Ø Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan)[3].

3. Kebahagian
          Dalam pengertian biasa, bahagia itu disamakan artinya dengan kesenangan. Kesengan yang dimaksud adalah menurut ukuran pisik, harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat di nilai dengan uang. Jadi orang yang sudah senang karena harta bendanaya yang banyak, sudah sama artinya dengan orang yang berbahagia. Bahagia = Kesenangan.
Yang mengherankan adalah orang yang sudah menganggap diri sudah bahagia tidak tahu memberikan penjelasan, apakah sebenarnya bahagia yang telah diperoleh itu.
Para ahli Filosof berpendapat tentang bahagia sebagai berikut :
·       Celakalah orang yang berakal karena kemajuan akalnya, dan bahgialah orang yang bodoh karena kebebalannya. Ini kata Muntanabbi, filosof mistik Arab yang terkenal itu. Apa benar demikian? Tertas rasa hati berat menerimannya.
·       Bertambah luas akal, bertambah luasnya hidup, bertambahlah bahagia bagi diri. Bertambah sempit akal, bertambah sempit pulalah kehidupan, bertambah datanglah celaka bagi diri. Ini kata Hamka, filosof Indonesia yang termasyhur itu. Jelas merupakan sanggahan atas pendapat Mutanabbi yang mengecilkan peranan dan arti akal bagi manusia.
·       Kenapa manusia begitu gila memburu bahagia? Ketahuilah bahwa bahagia di dunia ini tidak ada, umur saja yang habis untuk menjawabnya! Ini ucapan Thomas Hardy, (1840-1928) salah seorang pujangga Inggris kenamaan.  Bila anda setuju pendapat ini, tidur sajalah di rumah, nanti bahagia itu yang datang mencari anda.
·       Sesungguhnya kebahagian itu di dapatdi dalam perjuangan yang terus menerus. Bahagia yang paling besar adalah pada kesenagan yang silih berganti. Kesenangan itu sebenarnya tidak ada, kalau tidak ada perjuangan. Ini pendapat Amin Raihany, pejuang Arab Kristen (ketika Mesir masih dalam jajahan Inggris).
·       Bahagia atau Kesenangan adalah tujuan hidup manusia. Kesentosaan hidup tersimpan dalam bahagia, dan kesengsaraan hidup adalah dalam penderitaan. Pandangan budi tertuju kepada perbuatan yang mendatangkan bahagia. Sifat-sifat keutamaan tiadalh mempunyai harga sendiri, tetapi harganya adalah terletak pada ukuran kesenangan yang mengiringinya sebagai akibatnya.nDemikian pendapat Epicurus (342-270 SM), salah seorang dari filosof Yunani yang terkenal dengan filsafat kesnangan.
·       Bahagia itu terbagi dua. Yang pertama tempat timbulnya adalah pada perasaan, dan yang kedua sumbernya adalah pada pikiran. Kedua jenis bahagia itu sama derajatnya, tetapi yang kedua ini hanya dapat dinikmati oleh ahli-ahli pikir. Ini pendapat Bertrand Russell (1872-1970), filosof Inggris yang kenamaan itu.[4]
Menurut Aristoteles, Kebahagiaan dalam bahasa Yunani adalah Eudaimonia. Oleh karena itu etika Aristoteles dinamakan eudemonisme. Sedangkan kebahagiaan menurutnya akan semakin dinikmati apabila kita merealisasikan potensi-potensi kita sebagai manusia. Etika menawarkan kita kepada petunjuk untuk hidup bahagia.
Selain itu, kebahagiaan mesti terletak dalam kegiatan yang khas bagi manusia dan itulah kegiatan bagian jiwa yang berakal tinggi. Maka nilai tertinggi, kebahagiaan, tercapai apabila manusia mau menggiatkan akal budi, baik secara murni dalam kontemplasi filosofi, maupun dengan secara aktif melibatkan diri dalam kehidupan komunitas.[5]
                               Sedangkan menurut Achmad Charris Zubair dalam bukunya yang berjudul kuliah etika, Kebahagiaan terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Kebahagian Subjektif
Kebiasaan subjektif ini meliputi :
Ø  Manusia merasa kosong, tak puas, gelisah, selama keinginannya tak terpenuhi. Kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan sudah terlaksana, di sebut kebaikan.
Ø  Seluruh manusia mencari kebahagiaan, karena setiap orang berusaha memenuhi keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan manusia. Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang memberikan kebahagiaan.
Ø  Kebahagiaan sempurna dapa tercapai.
Beberapa hal yang menjadikan landasan bahwa kebahagiaan dapat tercapai adalah sebagai berikut :
o   Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
o   Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan dorongan pada alam rohaniah yang bukan sekedar efek samping.
o   Keinginan tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
o   Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan harkat manusia.
Ø  Pada manusia terdapat pula keinginan yang berasal dari nafsu-serakahnya. Sehingga seringkali menutup keinginan yang berasal dari sanubarinya.
2.      Kebahagiaan Objektif
ü  Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan (sempurna) yang tetap. Ini tujuan subjektif manusia.
ü  Pandangan Tentang Objek Kehidupan
Pandangan tentang Objek kehidupan tidak akan lepas dari beberapa hal, antara lain :
*      Kekayaan, kekuasaan, bukan merupakan tujuan akhir manusia untuk mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan, melainkan hanya sebagai alat saja.
*      Kebutuhan hidup jasmani, sebagai kesehatan, kekuatan, keindahan, tergolong ketidaksempurnaan.
*      Kebutuhan jiwa adalah pengetahuan untuk kebajikan.  Dimana kebutuhan mulia itu sangat diharuskan untuk kebahagiaan.
*      Kebahagiaan sempurna terletak pada kepuasan seluruh orang, jasmani dan rohani. Sedangkan kesukaan adalah gejala yang mengiringi perbuatan dan lebih merupakan daya tarik untuk menggerakkan ke arah tujuan.
*      Pelaksanaan diri tidak pula membawa kebahagiaan sempurna, karena manusia yang berkembang selengkapnya tak juga seluruhnya merasa puas pada dirinya sendiri.
*      Kebahagiaan sempurna harus dicari pada sesuatu yang ada di luar manusia.
ü  Hanya Tuhan yang dapat memenuhi semua kebutuhan dan memberi kebahagiaan kepada manusia.
ü  Secara keseluruhan, Kebahagian sempurna tidak berarti kebahagiaan yang tidak terbatas, objek tak terhingga tidak dimiliki dengan cara tidak terhingga. Mengingat akal manusia terbatas, kekuatannya setiap saat juga terbatas. Sedangkan objek kebahagiaan yang tarafnya rendah turut serta mengalami kebahagiaan dari yang bertaraf lebih tinggi. Intisari kebahagiaan terdiri dari kepuasan akal dan kepuasan kehendak karena memiliki Tuhan. Kepuasan lainnya hanya merupakan cabang kebahagiaan yang menambah kebahagiaan pokok[6].
BAB III
PENUTUP

 III. 1 Simpulan
          Secara kodratnya manusia selalu ingin melakukan kebaikan dan kebajikan. Dimana dengan dua hal itu, manusia mengharapakan sebuah kebahagiaan. Baik kebahagiaan yang sempurna maupun kebahagiaan yang tidak sempurna.
          Akan tetapi dalam realita yang ada, setiap kebaikan tidak selalu beriringan dengan kebajikan. Karena kebajikan sendiri juga merupakan pribadi yang sudah menjadi kebiasaan. Sedangkan kebaikan harus terus menerus di biasakan dan dijaga.
          Oleh karena itu, kebaikan dan kebajikan yang awalnya mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan, harus melalui tahapan-tahapan. Selain itu, kebaikan, kebajikan dan kebahagiaan semuanya tergantung dengan apa yang akan di berikan oleh Tuhan kepada manusia itu sendiri.

III. 2  Saran
   Segala kekurangan tentunya terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada teman-teman koreksi dan sarannya terhadap makalah ini. Harapan kami semoga dengan adanya koreksi dan saran dari teman-teman, kedepannya makalah kami lebih baik dan lebih bermanfaat. Amin yaa Robbal ‘Aalamin


          




DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, M. Yatimin, 2006, Pengantar Studi Etika, Jakarta: Raja Grafindo.
Salam, Burhanuddin, 1997, Etika Sosial, Jakarta: Rineka Cipta.

Suseno,  Frans Magnis, 1998, Model Pendekatan Etika, Yogyakarta: KANISIUS.

Zubair, Charris, Achmad,  1995, Kuliah Etika, Jakarta: Raja Grafindo Persada.



[1] M. Yatimin. Abdillah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hlm. 97-99
[2] Ibid. Hlm 99-100.
[3] Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm. 84-85.
[4] Burhanuddin Salam, Etika Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 86-89.
[5] Frans Magnis-Suseno,  Model Pendekatan Etika, (Yogyakarta: KANISIUS, 1998) hlm. 35-37.
[6] Ibid hlm. 85-90




1 komentar: