KEBAIKAN,
KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah ETIKA
Dosen
Pengampu : Khoirul Basyar, M. S. I

Disusun
oleh :
Aris Priyanto (2032113006)
Amrina Rosyada (2032113008)
Prodi : S1
Akhlak Taswuf
Jurusan : Ushuluddin
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
KATA PENGANTAR
Segala Puja dan Puji
syukur Alhamdulillah semoga
senantiasa kita panjatkan
kehadirat AIlah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Kebaikan,
Kebajikan dan Kebahagiaan” yang
sederhana ini telah selesai kami susun. Makalah ini kami buat berdasarkan hasil
belajar kami dan referensi dari
berbagai buku. Salah satu
tujuan kami adalah agar yang membaca makalah kami dapat mengerti dan memahami tentang Kebaikan, Kebajikan, dan Kebahagiaan secara detail dan jelas. Dan dengan tujuan yang demikian, kami
harap laporan ini bermanfaat bagi semua orang yang membaca susunan makalah ini.
Kekurangan dan kesalahan tentu akan
terjadi dalam pembuatan laporan ini, maka tegur sapa dan koreksi dari para ahli sangat kami harapkan. Dan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kesalahan-kesalahan yang terjadi. Dan tak lupa kami
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah
SWT, karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat
waktu.
2. Kepada Dosen Khoirul Basyar, M. S. I, selaku dosen mata kuliah ETIKA sekaligus pembimbing dalam membuat makalah ini.
3. Kepada orang tua yang telah
memberikan dukungan moral dan do’a kepada kami.
4. Dan kepada teman-teman juga yang
telah memberikan dukungan moral dan
koreksi bagi kami.
Dan kami juga
memohon kepada Allah semoga buku ini bermanfaat dan menjadi salah satu amal yang diridhio-Nya. Amin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................... i
Daftar isi ............................................................... ii
BAB I Pendahuluan ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 1
BAB II Pembahasan ............................................................... 2
2.1 Kebaikan ............................................................... 2
2.2 Kebajikan ............................................................... 4
2.3 Kebahagiaan ............................................................... 5
BAB III Penutup ............................................................... 8
3.1 Simpulan ............................................................... 8
3.2 Saran ............................................................... 8
Daftar Pustaka ............................................................... 9
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam
dunia akhlak maupun etika, manusia senantiasa melakukan sesuatu yang senantiasa
menjadi kepribadiannya. Kebaikan, kebajikan dan kebahagian termasuk hal yang
selalu berhubungan. Seseorang yang mempunyai kebaikan, maka ia akan senantiasa
melakukan kebajikan. Melalui kebajikan yang di awali kebaikan akan menjadikan
seseorang itu mendapat kebahagiaan.
Seseorang yang dalam dirinya ada kebaikan dan kebajikan akan
senantiasa mendapatkan kebahagian. Sebab kebahagiaan adalah sesuatu yang setiap
orang inginkan ketika melakukan kebaikan dan kebajikan.
Adanya makalah ini, semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca,
meskipun banyak sekali kekurangannya.
I.2 Rumusan
Masalah
A.
Definisi Kebaikan
B.
Definisi Kebajikan
C.
Definisi Kebahagian
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Kebaikan,
Kebajikan dan Kebahagiaan
1.
Kebaikan
Kebaikan berasal dari kata baik (al-khair), yang berarti
sesuatu telah mencapai kesempurnaan, sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan
dalam kepuasan, membawa kesenangan dan persatuan. Baik juga berarti sesuatu
yang mempunyai nilai kebenaran, nilai yang diharapkan memberikan kepuasaan,
mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia.
Kebaikan
apabila memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, yang di nilai positif oleh
orang yang menginginkannya. Baik adalah sesuatu yang berharga untuk sesuatu
tujuan. Sesuatu itu baik bagi sesorang apabila sesuai dan berguna untuk
tujuannya. Masing-masing orang mempunyai tujuan yang berbeda-beda, ada yang
bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang berbeda dengan yang
berharga untuk orang atau golongan lainnya.
Sesuatu
yang dapat dikatakan baik apabilania memberikan kesenangan, kepuasan,
kenikmatan, sesuai dengan yang diharapakan, dapat di nilai positif oleh orang
yang menginginkannya. Baik di sebut juga mustahab, yaitu amal atau
perbuatan yang di senangi. Al-Ghazali menyebutkan, perbuatan dapat dikatakan
baik karena adanya pertimbangan akal yang mengambil keputusan secara mendesak,
seperti menyelamatkan orang-orang yang menderita kecelakaan.
Baik
berarti sesuatu yang pantas dikerjakan dan diusahakan atau dikehendaki. Sesuatu
yang baik adalah yang memenuhi hasrat dasar manusia. Bila diterapkan bagi
kehendak manusia merupakan predikat yang positif. Dalam filsafat dikatakan
bahwa kebaikan melandaskan diri pada kebaikan dan setiap kenyataan yang ada
berkecenderungan mempertahankan diri. Mengejar kesempurnaan dirinya tetap
berada, sehingga pada hakikatnya dapat bersifat dan berbuat baik. Baik
dikatakan baik, apabila sesuai dilakukan berdasarkan fitrah manusia sesuai
dengan hakikatnya.
Al-Ghazali
menerangkan adanya empat pokok keutamaan etika baik, yaitu sebagai berikut :
Ø Mencari Hikmah. Hikmah adalah keutamaan yang lebih baik. Ia
memandang bentuk hikmah yang harus dimiliki seseorang yaitu jika berusaha untuk
mencapai kebenaran dan ingin terlepas dari semua kesalahan dari semua hal.
Ø Bersikap berani. Berani berarti sikap yang dapat mengendalika
kekuatan amarahnya dengan akal untuk maju. Orang yang memiliki etika baik
biasanya pemberani, dapat menimbulkan sifat-sifat yang mulia suka menolong,
cerdas, dapat mengendalikan jiwanya, suka menrima saran dan kritik orang lain,
penyantun, memiliki perasaan kasih dan cinta.
Ø Bersuci Diri. Suci berarti mencapai fitrah, yaitu sifat yang dapat
mengendalikan syahwatnya dengan akal dan agama. Orang yang memiliki sifat
fitrah dapat menimbulkan sifat-sifat pemurah, pemalu, sabar, toleransi,
sederhana, suka menolong, cerdik, dan tidak rakus. Fitrah merupakan suatu
potensi yang diberikan Allah, di bawa oleh manusia sejak lahir yang menurut
tabi’atnya cenderung kepada kebaikan, dan mendorong manusia untuk berbuat baik.
Ø Berlaku Adil. Adil yaitu seseorang yang dapat membagi dan memberi
haknya sesuai dengan fitrahnya, atau seseorang mampu menahan kemarahannya dan
nafsu syahwatnya untuk mendapatkan hikmah di balik peristiwa yang terjadi. Adil
juga berarti tindakan keputusan yang dilakukan dengan cara tidak berat sebelah
atau merugikan satu pihak, tetapi saling menguntungkan. Pepatah mengatakan
bahwa langit dan bumi ditegakkan dengan keadilan.
Orang yang mempunyai etika baik dapat bergaul dengan masyarakat
secara luwes, karena dapat melahirkan sifat saling cinta mencintai dan saling
tolong menolong. Etika baik, bukanlah semata-mata teori yang muluk-muluk,
melainkan etika baik sebagai tindak-tanduk manusia yang keluar dari hati. Etika
baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya. Suatu perbuatan
yang dilihat merupakan gambaran dari sifat-sifatnya tertanam dalam jiwa baik.[1]
·
Bentuk-bentuk
Etika Baik
Bentuk-bentuk
etika baik secara umum adalah sebagai berikut :
Ø
Etika
Sopan Santun. Di Jepang dan Cina etika sopan santun paling di utamakan,
contohnya memperlihatkan rasa terima kasih pada hal-hal yang kecil.
Ø
Etika
Minimalis. Bentuk ini yang paling dikenal, yaitu tidak selalu mementingkan
kepentingan pribadi, tetapi lebih mementingkan kepentingan pribadi, tetapi
lebih mementingkan kepentingan bersama.
Ø
Etika
Fungsional. Yaitu etika seorang legislator dengan individu lainnya dalam
hubungan dengan konstituen memberikan suatu subyek yang lebih sesuai secara
alamiah.
Ø
Etika
Jabatan. Para pejabat bertindak atas nama orang lain, mereka di andaikan
memiliki hak dan kewajiban yang tidak dimiliki warga negara biasa, atau
sekurang-kurangnya dimiliki warga negara
biasa, tetapi pada taraf yang tidak sama sebagai alat negara, para pejabat
dinilai dengan prinsip-prinsip yang di interpretasi secara berbeda dibanding
prinsip-prinsip yang berlaku bagi orang-orang yang bertindak untuk diri mereka
sendiri dan bagi kelompok yang tidak terlalu inklusif.[2]
2.
Kebajikan
Setiap akan memdefinisikan kebajikan, maka tidak lepas akan dari
empat hal, yaitu :
1.
Kebiasaan
(habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tepat, sehingga
memudahkan pelaksanaan perbutan.
Kebiasan
di sebut juga “ Kodrat yang kedua’’. Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan,
sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan yang
bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan
dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditentukan pada manusia, karena hanya
manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan kegiatan.
2.
Kebiasaan
yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan(virtue), sedangkan
yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
Kebajikan adalah
kebiasaan yang menyempurnakan manusia. Selain itu, kebajikan adalah
pengetahuan, kejahatan ketidak tahuan. Tidak ada orang berbuat jahat atas suka
rela (Socrates).
“Keinginan manusia dapat menetang akal, dan akal tidak mempunyai
kekuasaan mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan
harus dilatih untuk tunduk pada budi (Aristoteles).
3.
Kebajikan
budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima pengetahuan.
Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan. Bagi budi
praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan.
Kebajikan kesusilaan menyempurnakan
keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4.
Kebajikan
pokok, kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
Ø
Menuntut
keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk tujuan yang
bernilai (kebijaksanaan).
Ø
Pengendalaian
keingininan kepada kepuasan badaniah(pertahanan/pengendalian hawa nafsu
inderawi).
Ø
Tidak
menyingkir dari kesulitan(kekuatan).
Ø
Memberikan
hak kepada yang memilikinya (keadilan)[3].
3.
Kebahagian
Dalam pengertian
biasa, bahagia itu disamakan artinya dengan kesenangan. Kesengan yang dimaksud
adalah menurut ukuran pisik, harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat di
nilai dengan uang. Jadi orang yang sudah senang karena harta bendanaya yang
banyak, sudah sama artinya dengan orang yang berbahagia. Bahagia = Kesenangan.
Yang
mengherankan adalah orang yang sudah menganggap diri sudah bahagia tidak tahu
memberikan penjelasan, apakah sebenarnya bahagia yang telah diperoleh itu.
Para ahli Filosof berpendapat tentang bahagia sebagai berikut :
·
Celakalah
orang yang berakal karena kemajuan akalnya, dan bahgialah orang yang bodoh
karena kebebalannya. Ini kata Muntanabbi, filosof mistik Arab yang terkenal
itu. Apa benar demikian? Tertas rasa hati berat menerimannya.
·
Bertambah
luas akal, bertambah luasnya hidup, bertambahlah bahagia bagi diri. Bertambah
sempit akal, bertambah sempit pulalah kehidupan, bertambah datanglah celaka
bagi diri. Ini kata Hamka, filosof Indonesia yang termasyhur itu. Jelas
merupakan sanggahan atas pendapat Mutanabbi yang mengecilkan peranan dan arti
akal bagi manusia.
·
Kenapa
manusia begitu gila memburu bahagia? Ketahuilah bahwa bahagia di dunia ini
tidak ada, umur saja yang habis untuk menjawabnya! Ini ucapan Thomas Hardy,
(1840-1928) salah seorang pujangga Inggris kenamaan. Bila anda setuju pendapat ini, tidur sajalah
di rumah, nanti bahagia itu yang datang mencari anda.
·
Sesungguhnya
kebahagian itu di dapatdi dalam perjuangan yang terus menerus. Bahagia yang
paling besar adalah pada kesenagan yang silih berganti. Kesenangan itu
sebenarnya tidak ada, kalau tidak ada perjuangan. Ini pendapat Amin Raihany,
pejuang Arab Kristen (ketika Mesir masih dalam jajahan Inggris).
·
Bahagia
atau Kesenangan adalah tujuan hidup manusia. Kesentosaan hidup tersimpan dalam
bahagia, dan kesengsaraan hidup adalah dalam penderitaan. Pandangan budi tertuju
kepada perbuatan yang mendatangkan bahagia. Sifat-sifat keutamaan tiadalh
mempunyai harga sendiri, tetapi harganya adalah terletak pada ukuran kesenangan
yang mengiringinya sebagai akibatnya.nDemikian pendapat Epicurus (342-270 SM),
salah seorang dari filosof Yunani yang terkenal dengan filsafat kesnangan.
· Bahagia itu terbagi dua. Yang pertama tempat timbulnya adalah pada
perasaan, dan yang kedua sumbernya adalah pada pikiran. Kedua jenis bahagia itu
sama derajatnya, tetapi yang kedua ini hanya dapat dinikmati oleh ahli-ahli
pikir. Ini pendapat Bertrand Russell (1872-1970), filosof Inggris yang kenamaan
itu.[4]
Menurut Aristoteles, Kebahagiaan dalam bahasa Yunani adalah Eudaimonia.
Oleh karena itu etika Aristoteles dinamakan eudemonisme. Sedangkan
kebahagiaan menurutnya akan semakin dinikmati apabila kita merealisasikan
potensi-potensi kita sebagai manusia. Etika menawarkan kita kepada petunjuk
untuk hidup bahagia.
Selain itu, kebahagiaan mesti terletak dalam kegiatan yang khas
bagi manusia dan itulah kegiatan bagian jiwa yang berakal tinggi. Maka nilai
tertinggi, kebahagiaan, tercapai apabila manusia mau menggiatkan akal budi,
baik secara murni dalam kontemplasi filosofi, maupun dengan secara aktif
melibatkan diri dalam kehidupan komunitas.[5]
Sedangkan
menurut Achmad Charris Zubair dalam bukunya yang berjudul kuliah etika,
Kebahagiaan terbagi menjadi dua, yaitu :
1.
Kebahagian
Subjektif
Kebiasaan subjektif ini meliputi :
Ø
Manusia
merasa kosong, tak puas, gelisah, selama keinginannya tak terpenuhi. Kepuasan
yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan
sudah terlaksana, di sebut kebaikan.
Ø
Seluruh
manusia mencari kebahagiaan, karena setiap orang berusaha memenuhi
keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan manusia.
Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang memberikan
kebahagiaan.
Ø
Kebahagiaan
sempurna dapa tercapai.
Beberapa
hal yang menjadikan landasan bahwa kebahagiaan dapat tercapai adalah sebagai
berikut :
o
Manusia
mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
o
Keinginan
tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan dorongan pada alam
rohaniah yang bukan sekedar efek samping.
o
Keinginan
tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
o
Sifat
bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan
harkat manusia.
Ø Pada manusia terdapat pula keinginan yang berasal dari
nafsu-serakahnya. Sehingga seringkali menutup keinginan yang berasal dari
sanubarinya.
2.
Kebahagiaan
Objektif
ü Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan
(sempurna) yang tetap. Ini tujuan subjektif manusia.
ü Pandangan Tentang Objek Kehidupan
Pandangan
tentang Objek kehidupan tidak akan lepas dari beberapa hal, antara lain :






ü Hanya Tuhan yang dapat memenuhi semua kebutuhan dan memberi
kebahagiaan kepada manusia.
ü Secara keseluruhan, Kebahagian sempurna tidak berarti kebahagiaan
yang tidak terbatas, objek tak terhingga tidak dimiliki dengan cara tidak
terhingga. Mengingat akal manusia terbatas, kekuatannya setiap saat juga terbatas.
Sedangkan objek kebahagiaan yang tarafnya rendah turut serta mengalami
kebahagiaan dari yang bertaraf lebih tinggi. Intisari kebahagiaan terdiri dari
kepuasan akal dan kepuasan kehendak karena memiliki Tuhan. Kepuasan lainnya
hanya merupakan cabang kebahagiaan yang menambah kebahagiaan pokok[6].
BAB III
PENUTUP
III. 1 Simpulan
Secara kodratnya
manusia selalu ingin melakukan kebaikan dan kebajikan. Dimana dengan dua hal
itu, manusia mengharapakan sebuah kebahagiaan. Baik kebahagiaan yang sempurna maupun
kebahagiaan yang tidak sempurna.
Akan tetapi dalam
realita yang ada, setiap kebaikan tidak selalu beriringan dengan kebajikan.
Karena kebajikan sendiri juga merupakan pribadi yang sudah menjadi kebiasaan.
Sedangkan kebaikan harus terus menerus di biasakan dan dijaga.
Oleh karena itu,
kebaikan dan kebajikan yang awalnya mengantarkan manusia untuk mendapatkan
kebahagiaan, harus melalui tahapan-tahapan. Selain itu, kebaikan, kebajikan dan
kebahagiaan semuanya tergantung dengan apa yang akan di berikan oleh Tuhan
kepada manusia itu sendiri.
III.
2 Saran
Segala
kekurangan tentunya terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kepada teman-teman koreksi dan sarannya terhadap makalah ini.
Harapan kami semoga dengan adanya koreksi dan saran dari teman-teman,
kedepannya makalah kami lebih baik dan lebih bermanfaat. Amin yaa Robbal
‘Aalamin
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, M. Yatimin, 2006, Pengantar Studi Etika, Jakarta:
Raja Grafindo.
Salam,
Burhanuddin, 1997, Etika Sosial, Jakarta: Rineka Cipta.
Suseno, Frans Magnis, 1998, Model Pendekatan
Etika, Yogyakarta: KANISIUS.
Zubair, Charris, Achmad, 1995,
Kuliah Etika, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[1] M. Yatimin.
Abdillah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hlm.
97-99
[2] Ibid. Hlm
99-100.
[3] Achmad Charris
Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm. 84-85.
[4] Burhanuddin
Salam, Etika Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 86-89.
[5] Frans
Magnis-Suseno, Model Pendekatan
Etika, (Yogyakarta: KANISIUS, 1998) hlm. 35-37.
➡ninonurmadi.com
BalasHapus➡Kencing
➡Malaikat
➡Khalifah
➡Tayamum
➡ninonurmadi.com
➡Nino Nurmadi, S.Kom
➡Nino Nurmadi, S.Kom
➡Nino Nurmadi, S.Kom