ANALISA
PERBANDINGAN
BUKU
“PERBINCANGAN PSIKOLOGI SUFI” KARYA LYNN WILLCOX
DENGAN BUKU “HATI, DIRI & JIWA,
PSIKOLOGI SUFI UNTUK TRANSFORMASI” KARYA ROBERT FRAGER, PH. D
di
Susun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester
Mata Kuliah: Psikosufistik
Dosen
Pengampu: Dr. Esti
Zaduqisti,.M.Si

Disusun oleh:
Nur
Rachman ( 2032112005 )
Qonita
Mei Saputri ( 2032112006 )
Mita
Mahda Saputri ( 2032113004 )
Aris
Priyanto ( 2032113006 )
JURUSAN USHULUDDIN / PRODI
AKHLAK-TASAWUF
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2015
ANALISA
PERBANDINGAN
BUKU
“PERBINCANGAN PSIKOLOGI SUFI” KARYA LYNN WILLCOX
DENGAN BUKU “HATI, DIRI & JIWA,
PSIKOLOGI SUFI UNTUK TRANSFORMASI” KARYA ROBERT FRAGER, PH. D
A. BUKU “PERBINCANGAN PSIKOLOGI SUFI” KARYA LYNN
WILLCOX
Buku
Perbincangan Psikologi Sufi Karya Linn Wilcox,
adalah sebuah buku yang berusaha mentranformasikan antara psikologi dan
Tasawuf. Karena di dalam buku ini membahas berbagai permasalahan yang ada dalam
Psikologi ditransformasikan kedalam tasawuf. Selain itu, buku ini juga
membandingkan berbagai permasalahan yang ada dalam Psikologi dengan berbagai
permasalahan yang ada dalam taswuf. Akan tetapi, buku ini lebih condong kedalam
pembahasan Psikologi di bandingkan dengan pembahasan tasawuf.
Pendapat
tersebut di dukung dengan adanya berbagai pembahasan dan penjelasan yang ada
dalam tasawuf lebih dominan dijelaskan dengan pendekatan Psikologi. Hal
tersebutk didukung karena adanya berbagai macam temuan yang kami dapatkan
ketika kami membaca buku tersebut. Oleh karena itu, kami akan menampilkan
berbagai temuan yang sesuai dengan
pendapat di atas, antara lain:
- Dalam
pembahasan Sejarah Psikologi dan Tasawuf, buku ini membahas sesuatu yang
condong dalam psikologi seperti; Definisi Psikologi, Sejarah Psikologi
Barat, Psikologi Eksperimen, Psikoanalisa, Tes Intelegensi, dan
Pendekatan-pendekatan Lain dan Sejarah Singkat. Semuanya dominan dalam
membahas hal-hal yang ada dalam ruang lingkup Psikologi. Sedangkan
permasalahan tasawufnya hanya seperti; Definisi Sufisme, Asal Usul Sufisme,
dan Sejarah Sufisme. Bahkan dalam pembahasan Sejarah Sufisme pembahasan
tentang tasawufnya juga sedikit, tidak seperti pembahasan dalam sejarah
Psikologi.
- Dalam
pembahasan Tujuan, yang di bahas adalah permasalaha dalam Psikologi,
seperti; Ahli psikoterapi yang kadang disebut bersamaan dan di anggap
sebagai penganut “eksistensial” seperti Rollo May dan Fiktor Frankl menyatakan bahwa
pekerjaan mereka membantu klien bertujuan menyadarkannya akan
tanggungjawab, kepedulian, kebebasan, dan potensi diri. Kemudian
membantunya berpindah dari bingkai acuan luar kepada bingkai dalam diri.
Sedangkan Tujuan Sufisme, terdapat pembahasan seperti; untuk mencintai dan
melayani kemanusiaan, pertama, seseorang harus memiliki jalan hidup yang
bersih. Kita haus akan tersembuhkan dengan Sumeber Energi agar dapat
memberikan cahaya sehingga membantu orang lain untuk melihat. Kita harus
menyembuhkan diri sendiri sebelum menyembuhkan orang lain. Pernyataan
tersebut lebih mengarah terhadap pembahasan Psikologi, daripada pembahasan
Tasawuf.
- Dalam
pembahasan Metodologi, pembahasannya adalah metodologi Psikologi yang
terbagi dua, yaitu metodologi penelitian dan metodologi Psikoterapi.
Dimana para Psikologi berusaha untuk mengatur eksperimen obyektif, suatu
penelitian di mana peneliti tidak dapat mempengaruhi hasilnya dengan cara
apapun. Dengan berbagai alasan, hal ini terbukti sangat tidak mungkin.
Selain itu, masih bayak lagi pembahasan yang mengarah pada berbagai
permasalahan Psikologi, seperti Psikologi eksperimen, Psikologi perkembangan,
Psikologi Fisiolog, Psikologi Klinis, dan lain sebagainya. Sehingga dalam
pembahasan Metodologi lebih mengarah pada pembahasan metodologi dalam
Psikologi. Sedangkan dalam pembahasan Metodologi Sufisme, sedikit sekali
membahas tentang persoalan sufisme. Bahkan terdapat pembahasan Psikologi
seperti; Secara aspek tingkah laku manusia, diperiksa secara detail. Semua
emosi manusia dan kondisi yang tampak memunculkannya diteliti.
Berfungsinya semua sistem fisiologi, termasuk otak dan susunan saraf
pusat, diuji. Peran “kecerdasan” dan bagaimana organisme belajar dengan
baik dan mempertahankan apa yang ia dapatkan dipelajari, serta
hasil-hasilnya dimasukan ke dalam penelitian mendatang. Semua itu
merupakan ruang lingkup pembahasan Psikologi.
- Susunan
Saraf Pusat dalam pembahasan susunan saraf terdapat pembahasan seperti
psikofisiologis mempelajari aspek-aspek fisik manusia. Tubuh manusia
memiliki dua sistem yang dikenali dalam dunia kedokteran, dan jumlahnya
menjadi 12 dan jika sistem kekebalan tubuh disertakan. Sistem-sistem itu
adalah saraf, perangkat tubuh, jaringan otot, peredaran darah, kulit,
limpa, kelenjar endoklin, air seni, pencernaan, dan reproduksi. Semua
pembahasan tersebut mengarah pada susunan saraf yang dipelajari dalam
psikologi. Sedangkan dalam pembahasan susunan saraf pusat dalam pandangan
sufisme, otak hanya suatu alat yang digunakan untuk melayani diri sejati
kita, sebuah instrumen untuk melayani suatu yang banyak disebut orang
sebagai jiwa. Proses konsentrasi untuk melayani diri sejati kita dalam
sufisme dilakukan pada sumber kehidupan di jantung dan sumber magnetik
yang terletak di bawah tulang dada, lalu diperluas hingga ke otak.
- Sensasi
dan Presepsi
Dalam
pembahasan Sensasi dan Persepsi pun pembahasannya lebih mengarah terhadap
masalah-masalah yang ada dalam Psikologi, seperti Alat Peraba, Alat Pengecap,
Penciuman, Penglihatan, Pendengaran, dan Persepsi. Bahkan pembahasan yang ada
mulai dari alat peraba sampai persepsi juga di lihat dan dipandang dari sisi
Psikologinya, sama sekali tidak dilihat dan dipandang dalam sisi Tasawufnya.
Sedangkan dalam pembahasan “Perspektif Sufisme”, seauanya tetap penjelasan
menggunakan kacamata Psikologi, bukan tasawuf. Sehingga dalam pembahasan
perspektif sufisme hanya membahas keberadaan semua indera yang tidak dipandang
dalam segi sufisme dan bagaimana sufisme ini memaknai adanya semua indera yang
ada pada diri nmanusia ini untuk bisa menyatu atau manunggaling kawula gusti
(ittihad) dengan Tuhan (Allah), yang merupakan inti dari ajaran tasawuf.
- Dalam
pembahasan Memori, penulis buku ini hanya membahas tentang bagaimana para
Psikolog memhami dan memaknai terhadap kegunaan memori pada diri manusia.
Sedangkan dalam bab Sufisme dan Memori, hanya terdapat penjelasan
bagaimana memori yang sudah merekam sesuatu itu bisa dijadakan perantara
untuk mencapai dan memasuki dunia spiritual. Tidak ada tentang bagaimana
hubungan memori dengan sufisme, bagaimana sufisme memandang memori dan
bagaimana manfaat memori bagi sufisme.
- Dalam
pembahasan Belajar dan Kognisi juga masih membahas tentang seputar yang
ada dalam Psikologi, mulai dari pandangan (teori) Pieget tentang belajar
dan kognisi, pemrosesan informasi, behaviorisme, dan Psikologi Pendidikan.
Sedangkan dalam pembahasan tentang belajar dan kognisi dalam sufisme hanya
membahas seputar bagaimana anugerah Tuhan yang berupa kebenaran Ilahi yang
sulit diberikan kepada seorang salik diungkapkan tanpa menimbulkan
pertanyaan dan keraguan. Selebihnya adalah penjelasan dalam kacamata atau
ruang lingkup Psikologi.
- Dalam
pembahasan motivasi dan emosi yang di dalamnya terdapat pembahasan
realitas motivasi terdapat sebuah pembahasan yaitu aliran behavioris
mendefinisikan emosi, seperti rasa takut, sebagai respon rangsangan dalam
sistem saraf otonom. Brgitu juga dengan adanya dua kategori utama teori
yang cenderung melihat motivasi bersifat mekanistik atau kognitif. Dimana
analisis mekanistik melihat tingkah laku ada karena dimulai oleh adanya
stimulus eksternal misalnya kompor yang panas, atau karena stimulus
internal, misalnya rasa haus. Kemudian kita bereaksi dengan adanya
menggerakan jari-jari untuk menjauh ddari kompor yang panas, atau kita
melakukan apapun untuk mendapatkan air gunakan untuk menghilangkan rasa
haus. Melihat dari itu dapat disimpulkan bahwa pembahasan tersebut merupakan
pemabahasan psikologi. Sedangkan dalam pembahasan relaitas motivasi
terdapat pembahasan sufisme yang berupa cahaya ruh “terus menyinari dan
membuat pusara kehidupan yang mati menjadi hidup”. Dimana hakekat
keberadaan kita daya penggerak utama adalah Tuhan. Pendapat tersebut sesuai
yang dikomentarkan oleh Prof. Anha bahwa daya yang menghidupkan kita
adalah penyinaran Ilahi dari ruh Tuhan
- Dalam
pembahasan kreativitas, yang di dalamnya terdapat pembahasan sufisme dan
kreativitas juga masih membahas tentang permasalahan yang ada dalam
pembahasan psikologi. Dalam pembahasan tersebut terdapat sebuah penjelasan
bahwa kreativitas artistik dan kreativitas sains diasumsikan sebagai dua
hal yang sangat berbeda. Meskipun demikian ketika proses aktual yang
terjadi dalam diri orang yang kreativ diteliti keduanya menjadi sangat
mirip. Sedangkan dalam pembahasan sufisme dan kreativitas terdapat
penjelasan bahwa hanya ada satu sumber hanya ada satu pencipta. Dengan
demikian kerja-kerja manusia merupakann manifestasi atau kreatifitas-Nya,
cermin atas pekerjaan tangan-Nya. Mereka yang dianggap kreatif adalah
mereka yang mampu membuat dan menerima sebuah sambungan dengan daya
kretaiv dari eksistensi dasar, Tuhan.
- Dalam
pembahasan Intelegensia yang di dalamnya terdapat pembahasan sufisme dan
intelegensia terdapat sebuah penjelasan bahwa teori-teori kognitif
merupakan konsepsi intelegensia dalam pemprosesan informasi yang
menyatakan ide bahwa orang secara mental mengartikan dan memproses
informasi. Selain itu Howard Gardnedrer mengajukan bahwa intelegensia
memiliki banyak bentuk, yang semuanya kita miliki dalam derajat yang
tinggi ataupun rendah. Setiap bentuk intelegensia memiliki pola-pola
neurologis yang unik, demikian pula perkembangannya. Gudner menjelaskan
tujuh tipe intelegensia : linguistic, musical, logical, logical
mathematical, psatial, bodily-kinesthetic, interpersonal, dan
intrapersonal. Semua penjelasan tersebut masih dalam ruang lingkup
psikologi. Sedangkan pembahasan sufisme dan intelegensia terdapat sebuah
penjelasan yaitu, intelegensia daloam sufisme dipandang sebagai pikiran
yang lebih tinggi (hirgmind)- kemampuan intelegensia yang
memastikan bahwa keputusan yang tepat telah dibuat, tindakan telah
dilakukan, dan sebuah hasil didapatkan. Ia merupakan proses yang tidak di
dapatkan dari proses nalar tetapi inspirasi. Ia merupakan penerimaan
pengetahuan dari sumber pengetahuan. Tidak pula dibutuhkan aktivitas yan
harus terlihat pada bagian depan konteks dalam sistem biokomputer susunan
saraf pusat.
11. Penggunaan
bahasa secara utama dikontrol oleh otak belahan kiri bagi orang – orang yang
kinan. Kerusakan pada area – area belahan ini menghasilkan kesulitan –
kesulitan berbahasa yang spesifik. Jika kerusakan ini terjadi pada awal kanak –
kanak, belahan otak yang lain akan mampu menggantikan sehingga anak dapat
belajar bahasa. Luka pada wilayah – wilayah otak yang lebih dalam mungkin juga
bisa mengilangkan bahasa. Whorf menyatakan bahwa bahasa membentuk cara kita
berpikir. Sedangkan sufime mengajarkan cara menuju pengetahuan yang melampui
bahasa. Hanya jika kita membiarkan kata – kata pergi, pembebasan mereka, dan
bergerak menuju keheningan hakikat kebenaran kita, maka kita dapat berharap
akan kebebasan.
12. Analisa
transaksi memfokuskan pada life-script yaitu pola – pola tingkah laku
yang dipelajari saat masih sangat mudah dan bagaimana menuliskanya kembali
dengan leibh baik. “Garis – garis” skrip kita adalah pikiran kita, sesuatu yang
kita katakan sendiri tentag diri dan kehidupan kita. Menurut aliran sufisme pikiran
adalah sebuah fenomena sekunder, suatu reaksi. Petunjuk adalah kesatuan pikir, hati, indera, dan alam. Sementara
menjadi terbesar adalah kekacauan dan kebingungan yang hadir diantara empat hal
tersebut.
13. Dalam
pandangan psikologi studi tentang perkembangan manusia ini menggunakan
prespektif yang linear, tergantung pada waktu, dan sangat terkait pada budaya
tertentu. Arnold Gessel sangat menekankan pentingya pendekatan biologis pada
perkembangan. Teori psikoseksial tentang kepribadian dan perkembangan dari
Sigmund Freud, seperti teori ID, EGO dan SUPER EGO. Sufisme adalah sebuah jalan
menuju perkembangan yang evolusioner, jalan untuk menemukan hatta berharga yang
ada dalam diri kita.
- Kepribadian
menurut psikologi adalah segala sesuatu yang dianggap penting tentang
individu. Banyak teori – teori yang dapat dikembangkan dalam
psikologi seperti psikoanalistik,
humanistik, behavioristik, teori sistem, psikologi ego dan lain – lain.
Sedangkan dalam sufisme adalah Tingkat spiritual yang tinggi ditandai
dengan adanya kehalusan dan kemulusan. Ia lembut layaknya isi sebuah biji
di balik kulitnya yang keras. Kita harus memperlakukannya dengan
perhatian.
Dalam
aktualisasi diri, Abraham Maslow adalah tokoh yang paling terkenal dalam
kelompok ini. Ia meneliti orang – orang yang ia sebut “self actualized”, yang
ia anggap sebagai kelompok yang paling sehat. Mereka adalah orang – orang yang
kebutuhannya telah terpenuhi, yakni kebutuhan yang berada pada tingkat yang
lebih rendah seperti kebutuhan fisik, kebutuhan untuk keamanan, kebutuhan untuk
cinta dan kepemilikan, serta kebutuhan untuk kompetensi dan kepercayaan diri. Dalam
sufisme aktualisasi diri sering dikatakan sufisme memberikan keuntungan, bahkan
dalam segala aspek kehidupan sehari – hari. Seorang salik yang progresif dapat
digambarkan sebagai seorang “superschat” dalam jagoan psikologi.
15. Literatur
“Aliran Kesadaran” adalah sebuah aliran kata – kata. Julian Jaynes menyebutkan
adanya ketidakaan kesadaran dalam bukunya The
Lliad, salah satu karya klasik
yang paling tua dalam literatur Barat. Ia berpikir bahwa, “kemauan muncul
sebagai sebuah suara yang dulunya merupakan perintah neurologis yang alami.
Dalam sufistik lebih cocok dengan ungkapan Profesor Angha yang mengatakan
bahwa kesadaran sejati tidak bisa dicapai lewat alat – alat inderawi yang kita
anggap sebagai sumber pengetahuan.
16. Proses
pembakuan ini berlangsung, antara lain, melalui proses sistematis nilai dan
semangat agama, sehingga sosok agama lalu hadir sebagai bangunan epistemologi
ataupun himpunan sabda Tuhan yang terhimpun didalam Al-Qur’an dan literatur
keagamaan karangan para ulama. Sufisme adalah realitas dari agama. Kata sufisme
secara harfiah berarti ketajaman atau kognisi, lebih spesifik lagi adalah
kognisi tentang Tuhan. Penerimaan religi tanpa kepastian akan penglihatan
adalah pemujaan terhadap berhala, pemujaan pada Tuhan yang bersifat khayalan,
Tuhan yang telah manusia bentuk sendiri melalui perkataan orang lain maupun
melalui imajinasi manusia sendiri.
17. Marchivelli
dengan “The Princc” mengutarakan bahwa definisi kebenaran selalu
terlihat bergantung pada siapa yang memegang kekuasaan. Definisi sosial dari
kebenaran, tentang apa itu kenyataan dan siapa serta apa yang memenjarakan
manusia kedalam sel tirani sosial, menghaangi manusia untuk menemukan
kebenaran. Profesor Angha mengajarkan “Tambahkan pada kelembutan jiwamu
kebenaran untuk menampakkan dirinya sendiri dan bahagiakan jiwamu. Cahaya
kebenaran bersinar melalui hati, namun terlalu terkepung oleh godaan – godaan
dan hasrat – hasrat yang bersifat sementara”.
18. Psikologi
mencoba mempelajari cinta melalui kuisioner. Mereka telah mengembangkan skala
untuk menggambarkan rasa suka dan cinta. Jalan cinta adalah cintanya Tuhan yang
dalam sejarah telah merangsang munculnya karya – karya seni besar seperti
lukisan, patung, dan musik. Adalah cintanya Tuhan yang disarikan menjadi
panutan seluruh umat manusia, yaitu para nabi. Cinta adalah inti, esensi dari
sufisme. Tujuanya adalah kesatuan antara pecinta dengan Tuhan yang dicintai.
19. Inti
dari studi sufisme adalah bukan melalui kata maupun pikiran yang menutupi
kebenaran. Dalam perjalanan menuju cahaya, “kata – kata kebenaran, hati yang
murni, niat yang tulus. Penghidupan yang jujur, keteguhan dalam melangkah, dan
kesetiaan sejati adalah penting. Hanya karena karunia Tuhanlah kebenaran
tentang ketuhanan, diam – diam dibukakan kepada sang pencari tanpa menimbulkan
pertanyaan atau keraguan.
B. BUKU “HATI,
DIRI & JIWA, PSIKOLOGI SUFI UNTUK TRANSFORMASI” KARYA ROBERT FRAGER,
PH. D
Dalam buku “Hati, Diri & Jiwa,
Psikologi Sufi Untuk Transformasi” Karya Robert Frager, Ph. D, lebih banyak
membahasa tentang permasalahan Tasawuf dibandingkan dengan permasalahan dalam
Psikologi. Hal itu di dukung dengan adanya data-data yang kami temukan, antara
lain :
1. Dalam
pembahasan Psikologi Hati, Diri, dan Jiwa, terdapat pembahasan Konsep Dasar Psikologi Sufi, Beberapa
Perbandingan antara Psikologi Sufi dan Barat, Asal Muasal Kita : Kisah tentang
Turunnya Sang Jiwa, Praktik Tasawuf bagi Dunia Modern, Jalan Tasawuf, dan
Latihan. Dengan demikian, pembahasan melalui ruang lingkup tasawuf lebih banyak
daripada memakia ruang lingkup psikologi.
2. Dalam
pembahasan Menyikap Hati, terdapat pembahasan Hati sebagai Pusat Spiritual,
Antara Hati Batiniah dan Jasmaniah, Menyingkap hati, Empat Stasiun Hati, Dada (Shadr),
Hati (Qalb), Hati-Lebih-Dalam (Fu’ad), Lubuk Hati Terdalam (Lub),
Cahaya Hati,Kesimpulan, Latihan Menyingkap Hati. Dalam bab ini terdapat
penjelasan tasawuf yaitu; dengan perilaku yang positif, dada menjadi berkembang
dan cahaya alamiah menjadi tumbuh. Inilah sebabnya mengapa pelayanan merupakan
aspek sangat penting jalan sufi. Selain itu, tasawuf mencakup pembersihan dada
dan pembukaan dada dan pembukaan hati. Salah satu obat untuk hati yang mengeras
adalah dengan mengingat Tuhan. Dua bentuk mengingat Tuhab adalah dengan Sholat
dan pengulangan nama atau sifat Tuhan.
3. Dalam
pembahasan Transformasi Diri, terdapat pembahasan Apakah nafs itu?, Nafs
Tirani, Nafs Penuh Penyesalan, Nafs yang Terilhami, Nafs
yang tentram, Nafs yang Ridla, Nafs yang Diridai Tuhan, Nafs
yang Suci, Latihan Transformasi Diri. Semua pembahasan tersebut merupakan
pembahasan yang ada dalam permasalahan tasawuf, bukan permasalahan psikologi.
4. Dalam
pembahasan Jiwa Anda, terdapat pembahasan tentang Jiwa Mineral, Jiwa Nabati,
Jiwa Hewani, Jiwa Pribadi, Jiwa Insani, Jiwa Rahasia, Jiwa Maharahasia, Ketidakseimbangan
Fungsi Bentuk-bentuk Ketidakseimbangan,
Latihan Untuk Keseimbangan Jiwa, merasakan Jiwa-jiwa Anda, Jiwa Insani. Dalam pembahasannya lebih membahas tentang
tasawuf karena terdapat penjelasan berupa; menurut tradisi sufi, kita memiliki
tujuh jiwa, atau tujuh sisi dari keseluruhan jiwa kita. Masing-masing mewakili
tingkat evolusi yang berbeda:jiwa mineral, nabati, hewani, pribadi, insani,
rahasia dan maharahasia. Selain itu, model sufi mengenai jiwa-jiwa ini bersifat
seimbang. Dimana model ini, perkembangan spiritual bukanlah semata berkenaan dengan mengembangkan
jiwa yang lebih tinggi dan mengabaikan atau bahkan melemahkan yang lebih
rendah. Tiap jiwa memiliki potensi yang berharga. Dalam sufisme, perkembangan
spiritual sejati berarti perkembangan seluruh individu secara seimbang,
termasuk tubuh, akal, dan jiwa.
5. Dalam bab menyelaraskan tujuh ruh, bahwa
ketujuh ruh tersebut harus saling bekerja sama. Seperti halnya, Kecerdasan
tanpa keimanan atau belas kasih sering kali menimbulkan pengrusakan dari pada
perbaikan jiwa – jiwa tersebut haruslah bekerja sama, seperti sebuah
pemerintahan yang memiliki keseimbangan yang baik, yang setiap cabang –
cabangnya memiliki para ahli sendiri dan wilayah kekuasaan sendiri.
6. Dalam
praktik sufi, banyak hal yang harus dilakukan selayaknya individu lainya.
Seperti, berpuasa, beradap, pelayanan, dan bersosial. Dalam sufisme tidak hanya
spiritual yang dikejar, namun bagaimana cara individual bersosialisasi baik tingkat
masyarakat maupun spiritual terhadap tuhanya.
7. Membuka
tabir adalah mencakup tasawuf masa kini sebagai sebuah jalan, tasawuf mencakup
permulaan, pertengahan dan akhir. Yaitu, seprti halnya adab terhadap syekh, dan
dunia sebagai jalan atau perantara menuju illahi.
C.
ARGUMEN
REVIWER DALAM MEMBANDINGKAN KEDUA BUKU
Didalam buku “Hati,
Diri & Jiwa, Psikologi Sufi Untuk Transformasi” Karya Robert Frager,
Ph. D, pada pembahasan akhir lebih bersifat penjelasan condong mengenai
kesufiannya, dimana penjelasan tersebut kemudian diselaraskan dengan teori
psikologi atau biologisnya. Sedangkan dalam buku wilcok Perbincangan
Psikologi Sufi, penjelasan perbedaan antara pendapat teori psikologi dengan
sufi di bedakan dalam beberapa tempat, kemudian
dipadukan antara psikologi dengan sufisme yang menjadi psikosufistik.
Adapun
tabel yang membandingkan anatara kedua buku tersebut agar terlihat lebih jelas
yaitu sebagai berikut :
No
|
Uraian
|
Robert Frager, Ph. D
|
Wilcok
|
1
|
Bahasa
|
Bahasa
yang digunakan cenderung bahasa risalah kesufian.
|
Bahasa
yang digunakan mudah dipahami, karena menggunakan bahasa secara umum.
|
2
|
Model Inteorasi Keilmuan yang ada di
dalam Dua Buku
|
![]() ![]()
Saling
berkaitan antara pembahasan psikologi dan spikosufistik
|
![]() ![]()
Saling
berdampingan antara pembahasan psikologi dan psikosufistik
|
3
|
Pendekatan
|
Menggunakan
pendekatan Tasawuf Falsafi karena buku melihat di balik jasmani. Seperti,
pembahasan Ruh.
|
Menggunakan
pendekatan deskripsi karena menggambarkan penjelasan – penjelasan agar mudah
dipahami si pembaca
|
4
|
Penjelasan Materi
|
Penjelasan
yang digunakan di dahului melalui risalah – risalah sufisme. Dan penjelasan
keseimbangan anatara sufisme dengan psikologi.
|
Penjelasan
yang digunakan bahasa psikologi, kemudian di padukan dalam pandangan sufisme.
|
5
|
Ketersinambungan Antar Bab
|
Relevan,
antara bab yang satu dengan bab yang lainnya tersambung.
|
Relevan,
antara bab yang satu dengan bab yang lainya tersambung.
|
6
|
Memaknai Makna
|
Pembahasannya
memaknai makna sufisme. Cenderung pada tasawuf.
|
Pembahasanny
memaknani pertengahan. Tengah – tangah anatara psikologi dengan sufisme.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar