Selasa, 01 Maret 2016

ANALISA PERBANDINGAN 
BUKU “PERBINCANGAN PSIKOLOGI SUFI” KARYA LYNN WILLCOX
 DENGAN BUKU “HATI, DIRI & JIWA, PSIKOLOGI SUFI UNTUK TRANSFORMASI” KARYA ROBERT FRAGER, PH. D
di Susun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester
Mata Kuliah: Psikosufistik
Dosen Pengampu: Dr. Esti Zaduqisti,.M.Si
  Disusun oleh:
Nur Rachman              ( 2032112005 )
Qonita Mei Saputri     ( 2032112006 )
Mita Mahda Saputri    ( 2032113004 )
Aris Priyanto               ( 2032113006 )
JURUSAN USHULUDDIN / PRODI AKHLAK-TASAWUF
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2015
ANALISA PERBANDINGAN 
BUKU “PERBINCANGAN PSIKOLOGI SUFI” KARYA LYNN WILLCOX
 DENGAN BUKU “HATI, DIRI & JIWA, PSIKOLOGI SUFI UNTUK TRANSFORMASI” KARYA ROBERT FRAGER, PH. D

A.  BUKU “PERBINCANGAN PSIKOLOGI SUFI” KARYA LYNN WILLCOX
Buku Perbincangan Psikologi Sufi Karya Linn Wilcox,  adalah sebuah buku yang berusaha mentranformasikan antara psikologi dan Tasawuf. Karena di dalam buku ini membahas berbagai permasalahan yang ada dalam Psikologi ditransformasikan kedalam tasawuf. Selain itu, buku ini juga membandingkan berbagai permasalahan yang ada dalam Psikologi dengan berbagai permasalahan yang ada dalam taswuf. Akan tetapi, buku ini lebih condong kedalam pembahasan Psikologi di bandingkan dengan pembahasan tasawuf.
Pendapat tersebut di dukung dengan adanya berbagai pembahasan dan penjelasan yang ada dalam tasawuf lebih dominan dijelaskan dengan pendekatan Psikologi. Hal tersebutk didukung karena adanya berbagai macam temuan yang kami dapatkan ketika kami membaca buku tersebut. Oleh karena itu, kami akan menampilkan berbagai  temuan yang sesuai dengan pendapat di atas, antara lain:
  1. Dalam pembahasan Sejarah Psikologi dan Tasawuf, buku ini membahas sesuatu yang condong dalam psikologi seperti; Definisi Psikologi, Sejarah Psikologi Barat, Psikologi Eksperimen, Psikoanalisa, Tes Intelegensi, dan Pendekatan-pendekatan Lain dan Sejarah Singkat. Semuanya dominan dalam membahas hal-hal yang ada dalam ruang lingkup Psikologi. Sedangkan permasalahan tasawufnya hanya seperti; Definisi Sufisme, Asal Usul Sufisme, dan Sejarah Sufisme. Bahkan dalam pembahasan Sejarah Sufisme pembahasan tentang tasawufnya juga sedikit, tidak seperti pembahasan dalam sejarah Psikologi.
  2. Dalam pembahasan Tujuan, yang di bahas adalah permasalaha dalam Psikologi, seperti; Ahli psikoterapi yang kadang disebut bersamaan dan di anggap sebagai penganut “eksistensial” seperti Rollo May  dan Fiktor Frankl menyatakan bahwa pekerjaan mereka membantu klien bertujuan menyadarkannya akan tanggungjawab, kepedulian, kebebasan, dan potensi diri. Kemudian membantunya berpindah dari bingkai acuan luar kepada bingkai dalam diri. Sedangkan Tujuan Sufisme, terdapat pembahasan seperti; untuk mencintai dan melayani kemanusiaan, pertama, seseorang harus memiliki jalan hidup yang bersih. Kita haus akan tersembuhkan dengan Sumeber Energi agar dapat memberikan cahaya sehingga membantu orang lain untuk melihat. Kita harus menyembuhkan diri sendiri sebelum menyembuhkan orang lain. Pernyataan tersebut lebih mengarah terhadap pembahasan Psikologi, daripada pembahasan Tasawuf.
  3. Dalam pembahasan Metodologi, pembahasannya adalah metodologi Psikologi yang terbagi dua, yaitu metodologi penelitian dan metodologi Psikoterapi. Dimana para Psikologi berusaha untuk mengatur eksperimen obyektif, suatu penelitian di mana peneliti tidak dapat mempengaruhi hasilnya dengan cara apapun. Dengan berbagai alasan, hal ini terbukti sangat tidak mungkin. Selain itu, masih bayak lagi pembahasan yang mengarah pada berbagai permasalahan Psikologi, seperti Psikologi eksperimen, Psikologi perkembangan, Psikologi Fisiolog, Psikologi Klinis, dan lain sebagainya. Sehingga dalam pembahasan Metodologi lebih mengarah pada pembahasan metodologi dalam Psikologi. Sedangkan dalam pembahasan Metodologi Sufisme, sedikit sekali membahas tentang persoalan sufisme. Bahkan terdapat pembahasan Psikologi seperti; Secara aspek tingkah laku manusia, diperiksa secara detail. Semua emosi manusia dan kondisi yang tampak memunculkannya diteliti. Berfungsinya semua sistem fisiologi, termasuk otak dan susunan saraf pusat, diuji. Peran “kecerdasan” dan bagaimana organisme belajar dengan baik dan mempertahankan apa yang ia dapatkan dipelajari, serta hasil-hasilnya dimasukan ke dalam penelitian mendatang. Semua itu merupakan ruang lingkup pembahasan Psikologi.
  4. Susunan Saraf Pusat dalam pembahasan susunan saraf terdapat pembahasan seperti psikofisiologis mempelajari aspek-aspek fisik manusia. Tubuh manusia memiliki dua sistem yang dikenali dalam dunia kedokteran, dan jumlahnya menjadi 12 dan jika sistem kekebalan tubuh disertakan. Sistem-sistem itu adalah saraf, perangkat tubuh, jaringan otot, peredaran darah, kulit, limpa, kelenjar endoklin, air seni, pencernaan, dan reproduksi. Semua pembahasan tersebut mengarah pada susunan saraf yang dipelajari dalam psikologi. Sedangkan dalam pembahasan susunan saraf pusat dalam pandangan sufisme, otak hanya suatu alat yang digunakan untuk melayani diri sejati kita, sebuah instrumen untuk melayani suatu yang banyak disebut orang sebagai jiwa. Proses konsentrasi untuk melayani diri sejati kita dalam sufisme dilakukan pada sumber kehidupan di jantung dan sumber magnetik yang terletak di bawah tulang dada, lalu diperluas hingga ke otak.
  5. Sensasi dan Presepsi
Dalam pembahasan Sensasi dan Persepsi pun pembahasannya lebih mengarah terhadap masalah-masalah yang ada dalam Psikologi, seperti Alat Peraba, Alat Pengecap, Penciuman, Penglihatan, Pendengaran, dan Persepsi. Bahkan pembahasan yang ada mulai dari alat peraba sampai persepsi juga di lihat dan dipandang dari sisi Psikologinya, sama sekali tidak dilihat dan dipandang dalam sisi Tasawufnya. Sedangkan dalam pembahasan “Perspektif Sufisme”, seauanya tetap penjelasan menggunakan kacamata Psikologi, bukan tasawuf. Sehingga dalam pembahasan perspektif sufisme hanya membahas keberadaan semua indera yang tidak dipandang dalam segi sufisme dan bagaimana sufisme ini memaknai adanya semua indera yang ada pada diri nmanusia ini untuk bisa menyatu atau manunggaling kawula gusti (ittihad) dengan Tuhan (Allah), yang merupakan inti dari ajaran tasawuf.
  1. Dalam pembahasan Memori, penulis buku ini hanya membahas tentang bagaimana para Psikolog memhami dan memaknai terhadap kegunaan memori pada diri manusia. Sedangkan dalam bab Sufisme dan Memori, hanya terdapat penjelasan bagaimana memori yang sudah merekam sesuatu itu bisa dijadakan perantara untuk mencapai dan memasuki dunia spiritual. Tidak ada tentang bagaimana hubungan memori dengan sufisme, bagaimana sufisme memandang memori dan bagaimana manfaat memori bagi sufisme.
  2. Dalam pembahasan Belajar dan Kognisi juga masih membahas tentang seputar yang ada dalam Psikologi, mulai dari pandangan (teori) Pieget tentang belajar dan kognisi, pemrosesan informasi, behaviorisme, dan Psikologi Pendidikan. Sedangkan dalam pembahasan tentang belajar dan kognisi dalam sufisme hanya membahas seputar bagaimana anugerah Tuhan yang berupa kebenaran Ilahi yang sulit diberikan kepada seorang salik diungkapkan tanpa menimbulkan pertanyaan dan keraguan. Selebihnya adalah penjelasan dalam kacamata atau ruang lingkup Psikologi.
  3. Dalam pembahasan motivasi dan emosi yang di dalamnya terdapat pembahasan realitas motivasi terdapat sebuah pembahasan yaitu aliran behavioris mendefinisikan emosi, seperti rasa takut, sebagai respon rangsangan dalam sistem saraf otonom. Brgitu juga dengan adanya dua kategori utama teori yang cenderung melihat motivasi bersifat mekanistik atau kognitif. Dimana analisis mekanistik melihat tingkah laku ada karena dimulai oleh adanya stimulus eksternal misalnya kompor yang panas, atau karena stimulus internal, misalnya rasa haus. Kemudian kita bereaksi dengan adanya menggerakan jari-jari untuk menjauh ddari kompor yang panas, atau kita melakukan apapun untuk mendapatkan air gunakan untuk menghilangkan rasa haus. Melihat dari itu dapat disimpulkan bahwa pembahasan tersebut merupakan pemabahasan psikologi. Sedangkan dalam pembahasan relaitas motivasi terdapat pembahasan sufisme yang berupa cahaya ruh “terus menyinari dan membuat pusara kehidupan yang mati menjadi hidup”. Dimana hakekat keberadaan kita daya penggerak utama adalah Tuhan. Pendapat tersebut sesuai yang dikomentarkan oleh Prof. Anha bahwa daya yang menghidupkan kita adalah penyinaran Ilahi dari ruh Tuhan
  4. Dalam pembahasan kreativitas, yang di dalamnya terdapat pembahasan sufisme dan kreativitas juga masih membahas tentang permasalahan yang ada dalam pembahasan psikologi. Dalam pembahasan tersebut terdapat sebuah penjelasan bahwa kreativitas artistik dan kreativitas sains diasumsikan sebagai dua hal yang sangat berbeda. Meskipun demikian ketika proses aktual yang terjadi dalam diri orang yang kreativ diteliti keduanya menjadi sangat mirip. Sedangkan dalam pembahasan sufisme dan kreativitas terdapat penjelasan bahwa hanya ada satu sumber hanya ada satu pencipta. Dengan demikian kerja-kerja manusia merupakann manifestasi atau kreatifitas-Nya, cermin atas pekerjaan tangan-Nya. Mereka yang dianggap kreatif adalah mereka yang mampu membuat dan menerima sebuah sambungan dengan daya kretaiv dari eksistensi dasar, Tuhan.
  5. Dalam pembahasan Intelegensia yang di dalamnya terdapat pembahasan sufisme dan intelegensia terdapat sebuah penjelasan bahwa teori-teori kognitif merupakan konsepsi intelegensia dalam pemprosesan informasi yang menyatakan ide bahwa orang secara mental mengartikan dan memproses informasi. Selain itu Howard Gardnedrer mengajukan bahwa intelegensia memiliki banyak bentuk, yang semuanya kita miliki dalam derajat yang tinggi ataupun rendah. Setiap bentuk intelegensia memiliki pola-pola neurologis yang unik, demikian pula perkembangannya. Gudner menjelaskan tujuh tipe intelegensia : linguistic, musical, logical, logical mathematical, psatial, bodily-kinesthetic, interpersonal, dan intrapersonal. Semua penjelasan tersebut masih dalam ruang lingkup psikologi. Sedangkan pembahasan sufisme dan intelegensia terdapat sebuah penjelasan yaitu, intelegensia daloam sufisme dipandang sebagai pikiran yang lebih tinggi (hirgmind)- kemampuan intelegensia yang memastikan bahwa keputusan yang tepat telah dibuat, tindakan telah dilakukan, dan sebuah hasil didapatkan. Ia merupakan proses yang tidak di dapatkan dari proses nalar tetapi inspirasi. Ia merupakan penerimaan pengetahuan dari sumber pengetahuan. Tidak pula dibutuhkan aktivitas yan harus terlihat pada bagian depan konteks dalam sistem biokomputer susunan saraf pusat.
11.  Penggunaan bahasa secara utama dikontrol oleh otak belahan kiri bagi orang – orang yang kinan. Kerusakan pada area – area belahan ini menghasilkan kesulitan – kesulitan berbahasa yang spesifik. Jika kerusakan ini terjadi pada awal kanak – kanak, belahan otak yang lain akan mampu menggantikan sehingga anak dapat belajar bahasa. Luka pada wilayah – wilayah otak yang lebih dalam mungkin juga bisa mengilangkan bahasa. Whorf menyatakan bahwa bahasa membentuk cara kita berpikir. Sedangkan sufime mengajarkan cara menuju pengetahuan yang melampui bahasa. Hanya jika kita membiarkan kata – kata pergi, pembebasan mereka, dan bergerak menuju keheningan hakikat kebenaran kita, maka kita dapat berharap akan kebebasan.
12.  Analisa transaksi memfokuskan pada life-script yaitu pola – pola tingkah laku yang dipelajari saat masih sangat mudah dan bagaimana menuliskanya kembali dengan leibh baik. “Garis – garis” skrip kita adalah pikiran kita, sesuatu yang kita katakan sendiri tentag diri dan kehidupan kita. Menurut aliran sufisme pikiran adalah sebuah fenomena sekunder, suatu reaksi. Petunjuk adalah kesatuan pikir, hati, indera, dan alam. Sementara menjadi terbesar adalah kekacauan dan kebingungan yang hadir diantara empat hal tersebut.
13.  Dalam pandangan psikologi studi tentang perkembangan manusia ini menggunakan prespektif yang linear, tergantung pada waktu, dan sangat terkait pada budaya tertentu. Arnold Gessel sangat menekankan pentingya pendekatan biologis pada perkembangan. Teori psikoseksial tentang kepribadian dan perkembangan dari Sigmund Freud, seperti teori ID, EGO dan SUPER EGO. Sufisme adalah sebuah jalan menuju perkembangan yang evolusioner, jalan untuk menemukan hatta berharga yang ada dalam diri kita.
  1. Kepribadian menurut psikologi adalah segala sesuatu yang dianggap penting tentang individu. Banyak teori – teori yang dapat dikembangkan dalam psikologi  seperti psikoanalistik, humanistik, behavioristik, teori sistem, psikologi ego dan lain – lain. Sedangkan dalam sufisme adalah Tingkat spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya kehalusan dan kemulusan. Ia lembut layaknya isi sebuah biji di balik kulitnya yang keras. Kita harus memperlakukannya dengan perhatian.
Dalam aktualisasi diri, Abraham Maslow adalah tokoh yang paling terkenal dalam kelompok ini. Ia meneliti orang – orang yang ia sebut “self actualized”, yang ia anggap sebagai kelompok yang paling sehat. Mereka adalah orang – orang yang kebutuhannya telah terpenuhi, yakni kebutuhan yang berada pada tingkat yang lebih rendah seperti kebutuhan fisik, kebutuhan untuk keamanan, kebutuhan untuk cinta dan kepemilikan, serta kebutuhan untuk kompetensi dan kepercayaan diri. Dalam sufisme aktualisasi diri sering dikatakan sufisme memberikan keuntungan, bahkan dalam segala aspek kehidupan sehari – hari. Seorang salik yang progresif dapat digambarkan sebagai seorang “superschat” dalam jagoan psikologi.
15.  Literatur “Aliran Kesadaran” adalah sebuah aliran kata – kata. Julian Jaynes menyebutkan adanya ketidakaan kesadaran dalam bukunya The Lliad, salah satu karya klasik yang paling tua dalam literatur Barat. Ia berpikir bahwa, “kemauan muncul sebagai sebuah suara yang dulunya merupakan perintah neurologis yang alami. Dalam sufistik lebih cocok dengan ungkapan Profesor Angha yang mengatakan bahwa kesadaran sejati tidak bisa dicapai lewat alat – alat inderawi yang kita anggap sebagai sumber pengetahuan.
16.  Proses pembakuan ini berlangsung, antara lain, melalui proses sistematis nilai dan semangat agama, sehingga sosok agama lalu hadir sebagai bangunan epistemologi ataupun himpunan sabda Tuhan yang terhimpun didalam Al-Qur’an dan literatur keagamaan karangan para ulama. Sufisme adalah realitas dari agama. Kata sufisme secara harfiah berarti ketajaman atau kognisi, lebih spesifik lagi adalah kognisi tentang Tuhan. Penerimaan religi tanpa kepastian akan penglihatan adalah pemujaan terhadap berhala, pemujaan pada Tuhan yang bersifat khayalan, Tuhan yang telah manusia bentuk sendiri melalui perkataan orang lain maupun melalui imajinasi manusia sendiri.
17.  Marchivelli dengan “The Princc” mengutarakan bahwa definisi kebenaran selalu terlihat bergantung pada siapa yang memegang kekuasaan. Definisi sosial dari kebenaran, tentang apa itu kenyataan dan siapa serta apa yang memenjarakan manusia kedalam sel tirani sosial, menghaangi manusia untuk menemukan kebenaran. Profesor Angha mengajarkan “Tambahkan pada kelembutan jiwamu kebenaran untuk menampakkan dirinya sendiri dan bahagiakan jiwamu. Cahaya kebenaran bersinar melalui hati, namun terlalu terkepung oleh godaan – godaan dan hasrat – hasrat yang bersifat sementara”.
18.  Psikologi mencoba mempelajari cinta melalui kuisioner. Mereka telah mengembangkan skala untuk menggambarkan rasa suka dan cinta. Jalan cinta adalah cintanya Tuhan yang dalam sejarah telah merangsang munculnya karya – karya seni besar seperti lukisan, patung, dan musik. Adalah cintanya Tuhan yang disarikan menjadi panutan seluruh umat manusia, yaitu para nabi. Cinta adalah inti, esensi dari sufisme. Tujuanya adalah kesatuan antara pecinta dengan Tuhan yang dicintai.
19.  Inti dari studi sufisme adalah bukan melalui kata maupun pikiran yang menutupi kebenaran. Dalam perjalanan menuju cahaya, “kata – kata kebenaran, hati yang murni, niat yang tulus. Penghidupan yang jujur, keteguhan dalam melangkah, dan kesetiaan sejati adalah penting. Hanya karena karunia Tuhanlah kebenaran tentang ketuhanan, diam – diam dibukakan kepada sang pencari tanpa menimbulkan pertanyaan atau keraguan.
B.   BUKU “HATI, DIRI & JIWA, PSIKOLOGI SUFI UNTUK TRANSFORMASI” KARYA ROBERT FRAGER, PH. D
          Dalam buku “Hati, Diri & Jiwa, Psikologi Sufi Untuk Transformasi” Karya Robert Frager, Ph. D, lebih banyak membahasa tentang permasalahan Tasawuf dibandingkan dengan permasalahan dalam Psikologi. Hal itu di dukung dengan adanya data-data yang kami temukan, antara lain :
1.    Dalam pembahasan Psikologi Hati, Diri, dan Jiwa, terdapat pembahasan  Konsep Dasar Psikologi Sufi, Beberapa Perbandingan antara Psikologi Sufi dan Barat, Asal Muasal Kita : Kisah tentang Turunnya Sang Jiwa, Praktik Tasawuf bagi Dunia Modern, Jalan Tasawuf, dan Latihan. Dengan demikian, pembahasan melalui ruang lingkup tasawuf lebih banyak daripada memakia ruang lingkup psikologi.
2.    Dalam pembahasan Menyikap Hati, terdapat pembahasan Hati sebagai Pusat Spiritual, Antara Hati Batiniah dan Jasmaniah, Menyingkap hati, Empat Stasiun Hati, Dada (Shadr), Hati (Qalb), Hati-Lebih-Dalam (Fu’ad), Lubuk Hati Terdalam (Lub), Cahaya Hati,Kesimpulan, Latihan Menyingkap Hati. Dalam bab ini terdapat penjelasan tasawuf yaitu; dengan perilaku yang positif, dada menjadi berkembang dan cahaya alamiah menjadi tumbuh. Inilah sebabnya mengapa pelayanan merupakan aspek sangat penting jalan sufi. Selain itu, tasawuf mencakup pembersihan dada dan pembukaan dada dan pembukaan hati. Salah satu obat untuk hati yang mengeras adalah dengan mengingat Tuhan. Dua bentuk mengingat Tuhab adalah dengan Sholat dan pengulangan nama atau sifat Tuhan.
3.    Dalam pembahasan Transformasi Diri, terdapat pembahasan Apakah nafs itu?, Nafs Tirani, Nafs Penuh Penyesalan, Nafs yang Terilhami, Nafs yang tentram, Nafs yang Ridla, Nafs yang Diridai Tuhan, Nafs yang Suci, Latihan Transformasi Diri. Semua pembahasan tersebut merupakan pembahasan yang ada dalam permasalahan tasawuf, bukan permasalahan psikologi.
4.    Dalam pembahasan Jiwa Anda, terdapat pembahasan tentang Jiwa Mineral, Jiwa Nabati, Jiwa Hewani, Jiwa Pribadi, Jiwa Insani, Jiwa Rahasia, Jiwa Maharahasia, Ketidakseimbangan Fungsi Bentuk-bentuk  Ketidakseimbangan, Latihan Untuk Keseimbangan Jiwa, merasakan Jiwa-jiwa  Anda, Jiwa Insani.  Dalam pembahasannya lebih membahas tentang tasawuf karena terdapat penjelasan berupa; menurut tradisi sufi, kita memiliki tujuh jiwa, atau tujuh sisi dari keseluruhan jiwa kita. Masing-masing mewakili tingkat evolusi yang berbeda:jiwa mineral, nabati, hewani, pribadi, insani, rahasia dan maharahasia. Selain itu, model sufi mengenai jiwa-jiwa ini bersifat seimbang. Dimana model ini, perkembangan spiritual   bukanlah semata berkenaan dengan mengembangkan jiwa yang lebih tinggi dan mengabaikan atau bahkan melemahkan yang lebih rendah. Tiap jiwa memiliki potensi yang berharga. Dalam sufisme, perkembangan spiritual sejati berarti perkembangan seluruh individu secara seimbang, termasuk tubuh, akal, dan jiwa.
5.       Dalam bab menyelaraskan tujuh ruh, bahwa ketujuh ruh tersebut harus saling bekerja sama. Seperti halnya, Kecerdasan tanpa keimanan atau belas kasih sering kali menimbulkan pengrusakan dari pada perbaikan jiwa – jiwa tersebut haruslah bekerja sama, seperti sebuah pemerintahan yang memiliki keseimbangan yang baik, yang setiap cabang – cabangnya memiliki para ahli sendiri dan wilayah kekuasaan sendiri.
6.    Dalam praktik sufi, banyak hal yang harus dilakukan selayaknya individu lainya. Seperti, berpuasa, beradap, pelayanan, dan bersosial. Dalam sufisme tidak hanya spiritual yang dikejar, namun bagaimana cara individual bersosialisasi baik tingkat masyarakat maupun spiritual terhadap tuhanya.
7.    Membuka tabir adalah mencakup tasawuf masa kini sebagai sebuah jalan, tasawuf mencakup permulaan, pertengahan dan akhir. Yaitu, seprti halnya adab terhadap syekh, dan dunia sebagai jalan atau perantara menuju illahi.
C.    ARGUMEN REVIWER DALAM MEMBANDINGKAN KEDUA BUKU
Didalam buku “Hati, Diri & Jiwa, Psikologi Sufi Untuk Transformasi” Karya Robert Frager, Ph. D, pada pembahasan akhir lebih bersifat penjelasan condong mengenai kesufiannya, dimana penjelasan tersebut kemudian diselaraskan dengan teori psikologi atau biologisnya. Sedangkan dalam buku wilcok Perbincangan Psikologi Sufi, penjelasan perbedaan antara pendapat teori psikologi dengan sufi di bedakan dalam beberapa tempat, kemudian  dipadukan antara psikologi dengan sufisme yang menjadi psikosufistik.
Adapun tabel yang membandingkan anatara kedua buku tersebut agar terlihat lebih jelas yaitu sebagai berikut :
No
Uraian
Robert Frager, Ph. D
Wilcok
1
Bahasa
Bahasa yang digunakan cenderung bahasa risalah kesufian.
Bahasa yang digunakan mudah dipahami, karena menggunakan bahasa secara umum.
2
Model Inteorasi Keilmuan yang ada di dalam Dua Buku

Saling berkaitan antara pembahasan psikologi dan spikosufistik

Saling berdampingan antara pembahasan psikologi dan psikosufistik
3
Pendekatan
Menggunakan pendekatan Tasawuf Falsafi karena buku melihat di balik jasmani. Seperti, pembahasan Ruh.
Menggunakan pendekatan deskripsi karena menggambarkan penjelasan – penjelasan agar mudah dipahami si pembaca
4
Penjelasan Materi
Penjelasan yang digunakan di dahului melalui risalah – risalah sufisme. Dan penjelasan keseimbangan anatara sufisme dengan psikologi.
Penjelasan yang digunakan bahasa psikologi, kemudian di padukan dalam pandangan sufisme.
5
Ketersinambungan Antar Bab
Relevan, antara bab yang satu dengan bab yang lainnya tersambung.
Relevan, antara bab yang satu dengan bab yang lainya tersambung.
6
Memaknai Makna
Pembahasannya memaknai makna sufisme. Cenderung pada tasawuf.
Pembahasanny memaknani pertengahan. Tengah – tangah anatara psikologi dengan sufisme.

           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar