Etika Bisnis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyaknya
kekacauan dan permasalahan yang terjadi saat ini akibat dari adanya berbagai
perusahaan yang hanya mencari keuntungan tanpa memandang keadaan disekitar. Hal
tersebut tidak lepas dari adanya usaha atau bisnis yang tidak memakai sistem
etika usaha atau etika bisnis. Sehingga banyak sekali lingkungan yang rusak dan
tercemar akibat adanya praktek bisnis yang tidak ada etikanya.
Selain itu,
adanya kekerasan yang terjadi dalam perusahaan, baik kekerasan yang antara
pemilik perusahaan dengan karyawan, perusahaan dengan masyarakat sekitar dan
sebagainya. Tentunya hal itu, perlu sekali adanya etika bisnis yang diharapkan
mampu meminimalisir dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.
Dengan demikian, diharapkan adanya perusahaan bisa memberikan manfaat bagi
siapa saja, baik terhadan rekan bisnis, masyarakat dan lingkungan.
Dengan
permasalahan tersebut, akhirnya memotivasi kami untuk membuat makalah yang di
dalamnya akan membahas tentang definisi etika bisnis, prinsip-prinsip etika dan
etos kerja dalam Islam
serta faktor yang mempengaruhi etika. Harapannya, makalah ini bisa menambah wacana dan
wawasan keilmuan khususnya dalam etika bisnis.
1.2 Rumusan Masalah
A. Definisi Etika Bisnis
B. Prinsip-prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
C. Etos Kerja Dalam Islam
D. Faktor Yang Mempengaruhi Etika
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Etika Bisnis
Sebelum
mendefinisikan etika bisnis, tentunya harus mendefinisikan etika terlebih
dahulu. Etika berasal dari kata Yunani ethos yang dalam bentuk jamaknya
(ta etha) berarti “adat istiadat” atau ”kebiasaan”. Perpanjangan dari
adat membangun suatu aturan kuat di masyarakat, yaitu bagaimana setiap tindak
dan tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah
membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku.
Moralitas adalah istilah yang dipakai untuk mencakup praktik dan kegiatan yang
membedakan apa yang baik, dan apa yang buruk, aturan-aturan yang mengendalikan
itu dan nilai-nilai yang tersimbol di dalamnya yang dipelihara atau dijadikan
sasaran oleh kegiatan dan praktik tersebut[1]. Sedangkan
dalam bukunya Drs. Daryanto yang berjudul Pendidikan Kewirausahaan, Menurut
pengertiannya, etika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu[2]:
1. Etika sebagai praktif, yaitu nilai-nilai dan norma-norma moral (apa yang
dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral).
2. Etika sebagai refleksi, yaitu pemikiran moral. Berfikir tentang apa yang
dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. (Dalam hal ini adalah menyoroti dan menilai baik-buruknya perilaku
seseorang).
Sedangkan
etika bisnis adalah aturan-aturan yang menegaskan suatu bisnis boleh bertindak
dan tidak boleh bertindak, dimana aturan-aturan tersebut dapat bersumber dari
aturan tertulis maupun aturan yang tidak
tertulis. Dan jika suatu bisnis melanggar aturan tersebut, maka sanksi akan
diterima. Dimana sanksi tersebut dapat
berbentuk langsung maupun tidak langsung[3].
Dalam bukunya Drs. Daryanto yang berjudul Pendidikan Kewirausahaan, pengertiannya
etika bisnis dapat dibedakan menjadi:
1. Secara makro, yaitu etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari
sistem ekonomi secara keseluruhan.
2. Secara meso, yaitu etika binis mempelajari masalah-masalah etis di
bidang organisasi.
3. Secara mikro, yaitu etika bisnis difokuskan pada hubungan individu
dengan ekonomi dan bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang
aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis (etika dalam berbisnis).
Dengan
demikian, etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas
stakeholder dalam membuat keputusan-keputusan perusahaan dan dalam memecahkan persoalan
perusahaan. Hal ini disebabkan semua keputusan perusahaan sangat mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh stakeholder. Stakeholdere adalah semua individu atau
kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh pada keputusan-keputusan
perusahaan. Sedangkan yang termasuk stakeholder antara lain:
1. Para pengusaha dan mitra usaha
2. Petani dan perusahaan pemasok bahan baku
3. Organisasi pekerja yang mewakili pekerja
4. Pemerintah yang mengatur kelancaran aktifitas usaha
5. Bank penyandang dana perusahaan
6. Investor penanam modal
7. Masyarakat umum yang dilayani
8. Pelanggan yang membeli produk
Oleh karena itu,
perilaku yang etis adalah perilaku yang mengikuti perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Dalam Islam, etika bisnis ini sudah banyak di bahas dalam
berbagai literatur, dan sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Allah
berfirman:
وَأَنْ
لَيْسَ لِلاِنْسَانِ اِلاَّ مَا سَعَى
“Dah bahwasanya seorang manusia tidak
memperoleh sesuatu selain apa yang diusahakannya”. (QS. An-Najm:39).
Dengan demikian,
etika bisnis mencakup hubungan antara perusahaan dengan orang yang
menginvestasi uangnya dalam perusahaan, dengan konsumen, pegawai, kreditur,
saingan, dan sebagainya. Selain itu, etika bisnis juga menyangkut usaha
membangun kepercayaan antara anggota masyarakat dengan perusahaan, dimana hal
ini merupakan elemen penting untuk suksesnya suatu bisnis dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, etika bisnis yang dimiliki oleh masing-masing individu
sebenarnya merupakan perkembangan dari etik sejak dahulu, yang dianut oleh dan
disampaikan kepada kita oleh orang tua, guru, pemimpin agama, dan lingkungan
kita secara keseluruhan. Sehingga etik yang digunakan oleh orang yang berbisnis
tidak terlepas dari sumber-sumber yang sama[4].
2.2
Prinsip-prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
Pengkajian
etika bisnis saat ini begitu menarik dan diperbincangkan oleh berbagai pihak,
baik oleh kalangan pembisnis maupun birokrat. Beberapa persoalan yang terlibat
dalam tindakan pelanggaran etika telah memposissikan perusahaan tersebut
sebagai pihak yang harus menanggung akibat kerugian dari dampak perbuataannya.
Sebenarnya, salah satu tujuan esensial penegakkan etika bisnis adalah agar
seluruh perusahaan memahami dengan baik bagaimana berbisnis sebenarnya bukan
hanya harus selalu berorientasi pada profit
semata. Akan tetapi bagaimana membangun bisnis yang bisa memberikan kepedulian
tinggi pada lingkungan sekitar (care to environment).
Salah
satu bentuk kepedulian tersebut tergambarkan pada keinginan untuk ikut terlibat
memberdayakan lingkungan dimana perusahaan tersebut berada. Karena keberadaan
perusahaan dengan segala aktivitasnya bukan untuk membuat kekacaaun dan
mengacaukan keadaan namun justru sebaliknya ikut terlibat dalam mendorong
terciptanya perubahan yang diinginkan. Dan control serta aplikasi penerapan
etika harus dimulai dari dalam perusahaan sendiri dan dan praktik ini telah
dilakukan oleh banyak pihak baik perusahaan multinasionbal hingga perusaqhaan
domestik. [5]
Oleh
karena itu, perlu adanya prinsip-prinsip etika dan perilaku bisnis sebagai
berikut[6]:
1. Kejujuran, yaiu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-sungguh,
terus terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong
2. Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan dengan hormat,
tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka dua, tidak
berbuat jahat dan saling percaya
3. Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh
komitmen, jangan menginterpretasikan peersetujuan dalam bentuk teknikal atau
legalistic dengan dalih ketidakrelaan.
4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan dan
Negara, jangan menggunakan atau memperlihatkan informasi yang diperoleh dalam
kerahasiaan, begitu juga dalam konteks, professional, jaga/melindungi kemampuan
untuk membuat keputusan professional yang bebas dan teliti, hindari hal yang
tidak pantas dan konflik kepentingan
5. Kewajaran/keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk
mengakui kesalahan, dan perlihatkan kopmitmen keadilan, persamaan perlakuan
individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak melampaui batas
atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan
orang lain
6. Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati, belas
kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan mneghindari segala sesuatu yang
membahayakan orang lain.
7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat manusia,
menghormati kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang,
bersopan santun, jangan merendahkan orang lain, jangan mempermalukan orang
lain.
8. Warga Negara yang bertanggungjwababm yaitu selalu menaati hukum/ aturan,
penuh kesadaran sosial, menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan
9. Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal, baik
dalam pertemuan personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat
dipercaya/diandalkan, rajin penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan
kemampuan terbaik, mengembangkan dan mempertahankan tingkat kompetensi yang
tinggi.
10. Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki tanggung jawab, menerima
tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya, dan selalu member contoh.
2.3
Etos kerja dalam Islam
Etos
kerja adalah motor penggerak produktivitas. Disinyalir, etos kerja bangsa kita
relatif masih rendah yang tercermin dari disiplin, semangat kerja dan
produktivitasnya yang rendah. Oleh karena itu, etos kerja merupakan masalah
yang kompleks dan mengandung banyak aspek, baik ekonomi, sosial, maupun budaya.
Maka untuk meningkatkannya perlu ditangani secara terpadu dan komprehensif
(Abdul Latif dalam Tasmara, 1995:v).
Etos berasal dari dari bahasa Yunani ethos,
yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu. Dengan demikian, etos kerja bagi seorang muslim dapat diartikan
sebagai cara pandang muslim bahwa bekerja itu tidak saja untuk memuliakan
dirinya (kesuksesan duniawi), akan tetapi juga sebagai manifestasi amal shaleh,
dan karenanya memiliki nilai ibadah yang sangat luhur (Tasmara, 1995:28; 2002:15).
Pada hakikatnya, Islam adalah agama
yang mengajarkan nilai-nilai etik, moral, dan spiritual yang berfungsi sebagai
pedoman hidup di segala bidang bagi para pemeluknya, tak terkecuali bidang
ekonomi. Banyak sekali ajaran Islam yang mendorong agar umatnya mau bekerja
keras untuk mengubah nasibnya, berlaku jujur dalam berbisnis, mencari usaha
dari tangannya sendiri, berlomba-lomba dalam kebaikan, dan lain-lain. Umat
Islam mengajarkan tentang kebaikan dunia tanpa mengabaikan akhiratnya. Semangat
dan sikap mental produktif seperti itu merupakan bagian etos kerja yang
diajarkan oleh Islam.
Sebagai motor penggerak produktivitas,
etos kerja dalam Islam menurut Toto Tasmara ada 25 Indikator, yaitu[7]:
1.
Menghargai
waktu
2.
Memiliki
moralitas yang bersih
3.
Jujur
4.
Memiliki
komitmen
5.
Kuat
pendirian (Istiqomah)
6.
Disiplin
tinggi
7.
Berani
menghadapi tantangan
8.
Percaya
diri
9.
Kreatif
10.
Bertanggungjawab
11.
Suka
melayani
12.
Memiliki
harga diri
13.
Memiliki
jiwa kepimimpinan
14.
Berorientasi
ke depan
15.
Hidup
hemat dan efisien
16.
Memiliki
jiwa entrepreneur
17.
Memiliki
insting bertanding (fastabiqul khairat)
18.
Keinginan
untuk mandiri
19.
Haus
terhadap ilmu
20.
Memiliki
semangat merantau
21.
Memperhatikan
kesehatan dan gizi
22.
Tangguh
dan pantang menyerah
23.
Berorientasi
pada produktivitas
24.
Memperkaya
jaringan silaturahim
25.
Memiliki
spirit of change
2.4
Faktor yang mempengaruhi etika
Banyak faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku etika, namun pada umumnya ada tiga faktor utama,
yaitu:
1.
Cultural
Difference, Sebagaimana
diketahui bahwa tiap daerah, memiliki kebiasaan sendiri-sendiri, lain Negara
lain pula kebiasaannya. Penyogokan, komisi, titipan, amplop, upeti dan
lain-lain, tentu dipahami dalam bentuk yang berbeda ditiap daerah, ada yang
memperbolehkan, ada pula yang melarang, dan ada juga yang mengharuskan. Selain
itu, ada pula dibuat kesepakatan, bahwa dunia industri tidak dibenarkan
menggunakan penyogokan sebagai alat meneroboskan produknya ke suatu daerah,
walaupun demikian, sogok menyogok ini tidak kunjung habis dan sulit diberantas.
2.
Knowledge,
Orang-orang yang mengetahui, dan berada dalam jalur pengambil
keputusan mencoba berusaha tidak terlibat dalam masalah-masalah menyangkut
masalah etika ini.
3.
Organizational
Behavior, pondasi pokok dari sebuah etika
bisnis, adalah iklim yang berlaku pada sebuah organisasi. Ada organisasi yang
betul-betul ketat menjaga etika, dan memberi pelatihan pada karyawannya agar
mereka membuat definisi, memberi contoh nilai-nilai etik yang harus di ikuti
dalam pelaksanaan pekerjaan.
Adapun beberapa
contoh kode etik sebuah perusahaan, adalah sebagai berikut[8]:
·
Perusahaan
harus mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan publik
· Selalu menjaga dan melestarikan lingkungan
· Hindarkan konflik yang menjurus kepada kerusakan
· Menolak penyogokan dalam segala bentuknya
· Pahami teknologi dan aplikasinya
· Senang menerima kritik dan saran-saran
·
Perlakukan
sama pada setiap orang, tidak pandang etnis, ras, agama, cacat, dan sebagainya
·
Dan
berbagai bentuk kode etik lainnya, sesduai dengan bentuk dan jenis bisnis
Implementasi etika
dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut bidang tugas yang
di embannya. Dengan kata lain mengikat manajer, pimpinan unit kerja dan
kelembagaan perusahaan. Semua anggota
organisasi atau perusahaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi harus menjabarkan
dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam
pandangan sempit, suatu perusahaan dianggap sudah melaksanakan etika bisnis
apabila perusahaan tersebut telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya.
Tanggungjawab sosial itu timbul sebagai akibat adanya eksternalitas yang
negatif dan perusahaan harus membayar biaya sosialnya (sosial cost).
Dari berbagai pandangan tentang etika bisnis, ada beberapa indikator yang dapat
dipakai untuk menyatakan apakah perusahaan atau seseorang telah meakukan etika
bisnis. Indikator-indikator tersebut antara lain[9]:
1.
Indikator
etika bisnis menurut ekonomi
Perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya
bisnis dan sumber daya alam secara efisien.
2.
Indikator
etika bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku
Seorang pebisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila
masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati
sebelumnya.
3.
Indikator
etika bisnis menurut hukum
Suatu perusahaan atau pebisnis mematuhi segala norma hukum yang
berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4.
Indikator
etika berdasarkan ajaran agama
Pebisnis dikatakan beretika apabila dalam bisnisnya senantiasa
merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5.
Indikator
etika berdasarkan nilai budaya
Pebisnis melaksanan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai
budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah,
dan suatu bangsa.
6.
Indikator
etika bisnis menurut masing-masing individu
Masing-masing
pebisnis jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Keberadaan etika bisnis sangat diperlukan demi menunjang
kelangsungan bisnis atau usaha yang sedang dijalani. Sehingga pebisnis atau
perusahaan harus menggunakan etika bisnis demi kemajuan bisnis dan usahanya.
Selain itu, dalam bisnis juga ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dan
direalisasikan.
Dengan demikian, seorang pebisnis atau perusahaan tidak akan mampu
menjalankan bisnisnya tanpa memperhatikan hal-hal yang telah disebutkan di
atas. Begitu juga adannya etos kerja dalam bisnis juga harus diperhatkan agar
terjadi hubungan yang baik antara pebisnis, perusahaan dan karyawan atau
pegawai. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam etika bisnis juga
tidak boleh di anggap sebelah mata, akan tetapi diperlukan adanya antisipasi
yang harus lebih diperhatikan dan dipikirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi,
Irham, 2014, Manajemen
Strategis, Bandung:Alfabeta.
Daryanto,
2012, Pendidikan Kewirausahaan, Yogyakarta:Gava Media.
Alma,
Buchar, 2008, Kewirausahaan, Bandung:Alfabeta.
Yunus, Muh, Islam dan
Kewirausahaan Inovatif, Malang:UIN-Malang Press,2008.
Buchari Alma, 2008, Kewirausahaan, Bandung:Alfabeta.
Ernawan,
Erni R., 2011, Etika Bisnis, Bandung:Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar