Rabu, 09 Desember 2015

Etika Bisnis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Banyaknya kekacauan dan permasalahan yang terjadi saat ini akibat dari adanya berbagai perusahaan yang hanya mencari keuntungan tanpa memandang keadaan disekitar. Hal tersebut tidak lepas dari adanya usaha atau bisnis yang tidak memakai sistem etika usaha atau etika bisnis. Sehingga banyak sekali lingkungan yang rusak dan tercemar akibat adanya praktek bisnis yang tidak ada etikanya.
Selain itu, adanya kekerasan yang terjadi dalam perusahaan, baik kekerasan yang antara pemilik perusahaan dengan karyawan, perusahaan dengan masyarakat sekitar dan sebagainya. Tentunya hal itu, perlu sekali adanya etika bisnis yang diharapkan mampu meminimalisir dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Dengan demikian, diharapkan adanya perusahaan bisa memberikan manfaat bagi siapa saja, baik terhadan rekan bisnis, masyarakat dan lingkungan.
Dengan permasalahan tersebut, akhirnya memotivasi kami untuk membuat makalah yang di dalamnya akan membahas tentang definisi etika bisnis, prinsip-prinsip etika dan etos kerja dalam Islam serta faktor yang mempengaruhi etika. Harapannya, makalah ini bisa menambah wacana dan wawasan keilmuan khususnya dalam etika bisnis.
1.2  Rumusan Masalah
A.    Definisi Etika Bisnis
B.     Prinsip-prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
C.    Etos Kerja Dalam Islam
D.    Faktor Yang Mempengaruhi Etika


BAB II
                                                    PEMBAHASAN          
2.1 Definisi Etika Bisnis
            Sebelum mendefinisikan etika bisnis, tentunya harus mendefinisikan etika terlebih dahulu. Etika berasal dari kata Yunani ethos yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti “adat istiadat” atau ”kebiasaan”. Perpanjangan dari adat membangun suatu aturan kuat di masyarakat, yaitu bagaimana setiap tindak dan tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku. Moralitas adalah istilah yang dipakai untuk mencakup praktik dan kegiatan yang membedakan apa yang baik, dan apa yang buruk, aturan-aturan yang mengendalikan itu dan nilai-nilai yang tersimbol di dalamnya yang dipelihara atau dijadikan sasaran oleh kegiatan dan praktik tersebut[1]. Sedangkan dalam bukunya Drs. Daryanto yang berjudul Pendidikan Kewirausahaan, Menurut pengertiannya, etika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu[2]:
1.      Etika sebagai praktif, yaitu nilai-nilai dan norma-norma moral (apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral).
2.      Etika sebagai refleksi, yaitu pemikiran moral. Berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. (Dalam hal ini adalah menyoroti dan menilai baik-buruknya perilaku seseorang).
          Sedangkan etika bisnis adalah aturan-aturan yang menegaskan suatu bisnis boleh bertindak dan tidak boleh bertindak, dimana aturan-aturan tersebut dapat bersumber dari aturan tertulis  maupun aturan yang tidak tertulis. Dan jika suatu bisnis melanggar aturan tersebut, maka sanksi akan diterima. Dimana sanksi  tersebut dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung[3]. Dalam bukunya Drs. Daryanto yang berjudul Pendidikan Kewirausahaan, pengertiannya etika bisnis dapat dibedakan menjadi:
1. Secara makro, yaitu etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan.
2.      Secara meso, yaitu etika binis mempelajari masalah-masalah etis di bidang organisasi.
3.      Secara mikro, yaitu etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis (etika dalam berbisnis).
          Dengan demikian, etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas stakeholder dalam membuat keputusan-keputusan perusahaan dan dalam memecahkan persoalan perusahaan. Hal ini disebabkan semua keputusan perusahaan sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh stakeholder. Stakeholdere adalah semua individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh pada keputusan-keputusan perusahaan. Sedangkan yang termasuk stakeholder antara lain:
1. Para pengusaha dan mitra usaha
2. Petani dan perusahaan pemasok bahan baku
3. Organisasi pekerja yang mewakili pekerja
4. Pemerintah yang mengatur kelancaran aktifitas usaha
5. Bank penyandang dana perusahaan
6. Investor penanam modal
7. Masyarakat umum yang dilayani
8. Pelanggan yang membeli produk
          Oleh karena itu, perilaku yang etis adalah perilaku yang mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dalam Islam, etika bisnis ini sudah banyak di bahas dalam berbagai literatur, dan sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Allah berfirman:
وَأَنْ لَيْسَ لِلاِنْسَانِ اِلاَّ مَا سَعَى
“Dah bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh sesuatu selain apa yang diusahakannya”. (QS. An-Najm:39).
          Dengan demikian, etika bisnis mencakup hubungan antara perusahaan dengan orang yang menginvestasi uangnya dalam perusahaan, dengan konsumen, pegawai, kreditur, saingan, dan sebagainya. Selain itu, etika bisnis juga menyangkut usaha membangun kepercayaan antara anggota masyarakat dengan perusahaan, dimana hal ini merupakan elemen penting untuk suksesnya suatu bisnis dalam jangka panjang. Oleh karena itu, etika bisnis yang dimiliki oleh masing-masing individu sebenarnya merupakan perkembangan dari etik sejak dahulu, yang dianut oleh dan disampaikan kepada kita oleh orang tua, guru, pemimpin agama, dan lingkungan kita secara keseluruhan. Sehingga etik yang digunakan oleh orang yang berbisnis tidak terlepas dari sumber-sumber yang sama[4].
2.2         Prinsip-prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
          Pengkajian etika bisnis saat ini begitu menarik dan diperbincangkan oleh berbagai pihak, baik oleh kalangan pembisnis maupun birokrat. Beberapa persoalan yang terlibat dalam tindakan pelanggaran etika telah memposissikan perusahaan tersebut sebagai pihak yang harus menanggung akibat kerugian dari dampak perbuataannya. Sebenarnya, salah satu tujuan esensial penegakkan etika bisnis adalah agar seluruh perusahaan memahami dengan baik bagaimana berbisnis sebenarnya bukan hanya harus selalu berorientasi   pada profit semata. Akan tetapi bagaimana membangun bisnis yang bisa memberikan kepedulian tinggi pada lingkungan sekitar (care to environment).
          Salah satu bentuk kepedulian tersebut tergambarkan pada keinginan untuk ikut terlibat memberdayakan lingkungan dimana perusahaan tersebut berada. Karena keberadaan perusahaan dengan segala aktivitasnya bukan untuk membuat kekacaaun dan mengacaukan keadaan namun justru sebaliknya ikut terlibat dalam mendorong terciptanya perubahan yang diinginkan. Dan control serta aplikasi penerapan etika harus dimulai dari dalam perusahaan sendiri dan dan praktik ini telah dilakukan oleh banyak pihak baik perusahaan multinasionbal hingga perusaqhaan domestik. [5]
          Oleh karena itu, perlu adanya prinsip-prinsip etika dan perilaku bisnis sebagai berikut[6]:
1. Kejujuran, yaiu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-sungguh, terus terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong
2. Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan dengan hormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat dan saling percaya
3. Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, jangan menginterpretasikan peersetujuan dalam bentuk teknikal atau legalistic dengan dalih ketidakrelaan.
4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan dan Negara, jangan menggunakan atau memperlihatkan informasi yang diperoleh dalam kerahasiaan, begitu juga dalam konteks, professional, jaga/melindungi kemampuan untuk membuat keputusan professional yang bebas dan teliti, hindari hal yang tidak pantas dan konflik kepentingan
5. Kewajaran/keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk mengakui kesalahan, dan perlihatkan kopmitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain
6. Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan mneghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat manusia, menghormati kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, jangan merendahkan orang lain, jangan mempermalukan orang lain.
8. Warga Negara yang bertanggungjwababm yaitu selalu menaati hukum/ aturan, penuh kesadaran sosial, menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan
9. Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal, baik dalam pertemuan personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan terbaik, mengembangkan dan mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
10.  Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki tanggung jawab, menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya, dan selalu member contoh.
2.3         Etos kerja dalam Islam
          Etos kerja adalah motor penggerak produktivitas. Disinyalir, etos kerja bangsa kita relatif masih rendah yang tercermin dari disiplin, semangat kerja dan produktivitasnya yang rendah. Oleh karena itu, etos kerja merupakan masalah yang kompleks dan mengandung banyak aspek, baik ekonomi, sosial, maupun budaya. Maka untuk meningkatkannya perlu ditangani secara terpadu dan komprehensif (Abdul Latif dalam Tasmara, 1995:v).
          Etos berasal dari dari bahasa Yunani ethos, yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Dengan demikian, etos kerja bagi seorang muslim dapat diartikan sebagai cara pandang muslim bahwa bekerja itu tidak saja untuk memuliakan dirinya (kesuksesan duniawi), akan tetapi juga sebagai manifestasi amal shaleh, dan karenanya memiliki nilai ibadah yang sangat luhur (Tasmara, 1995:28; 2002:15).
          Pada hakikatnya, Islam adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai etik, moral, dan spiritual yang berfungsi sebagai pedoman hidup di segala bidang bagi para pemeluknya, tak terkecuali bidang ekonomi. Banyak sekali ajaran Islam yang mendorong agar umatnya mau bekerja keras untuk mengubah nasibnya, berlaku jujur dalam berbisnis, mencari usaha dari tangannya sendiri, berlomba-lomba dalam kebaikan, dan lain-lain. Umat Islam mengajarkan tentang kebaikan dunia tanpa mengabaikan akhiratnya. Semangat dan sikap mental produktif seperti itu merupakan bagian etos kerja yang diajarkan oleh Islam.
          Sebagai motor penggerak produktivitas, etos kerja dalam Islam menurut Toto Tasmara ada 25 Indikator, yaitu[7]:
1. Menghargai waktu
2. Memiliki moralitas yang bersih
3. Jujur
4. Memiliki komitmen
5. Kuat pendirian (Istiqomah)
6. Disiplin tinggi
7. Berani menghadapi tantangan
8. Percaya diri
9. Kreatif
10.  Bertanggungjawab
11.  Suka melayani
12.  Memiliki harga diri
13.  Memiliki jiwa kepimimpinan
14.  Berorientasi ke depan
15.  Hidup hemat dan efisien
16.  Memiliki jiwa entrepreneur
17.  Memiliki insting bertanding (fastabiqul khairat)
18.  Keinginan untuk mandiri
19.  Haus terhadap ilmu
20.  Memiliki semangat merantau
21.  Memperhatikan kesehatan dan gizi
22.  Tangguh dan pantang menyerah
23.  Berorientasi pada produktivitas
24.  Memperkaya jaringan silaturahim
25.  Memiliki spirit of change
2.4    Faktor yang mempengaruhi etika
          Banyak faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku etika, namun pada umumnya ada tiga faktor utama, yaitu:
1. Cultural Difference, Sebagaimana diketahui bahwa tiap daerah, memiliki kebiasaan sendiri-sendiri, lain Negara lain pula kebiasaannya. Penyogokan, komisi, titipan, amplop, upeti dan lain-lain, tentu dipahami dalam bentuk yang berbeda ditiap daerah, ada yang memperbolehkan, ada pula yang melarang, dan ada juga yang mengharuskan. Selain itu, ada pula dibuat kesepakatan, bahwa dunia industri tidak dibenarkan menggunakan penyogokan sebagai alat meneroboskan produknya ke suatu daerah, walaupun demikian, sogok menyogok ini tidak kunjung habis dan sulit diberantas.
2. Knowledge, Orang-orang yang mengetahui, dan berada dalam jalur pengambil keputusan mencoba berusaha tidak terlibat dalam masalah-masalah menyangkut masalah etika ini.
3. Organizational Behavior, pondasi pokok dari sebuah etika bisnis, adalah iklim yang berlaku pada sebuah organisasi. Ada organisasi yang betul-betul ketat menjaga etika, dan memberi pelatihan pada karyawannya agar mereka membuat definisi, memberi contoh nilai-nilai etik yang harus di ikuti dalam pelaksanaan pekerjaan.
          Adapun beberapa contoh kode etik sebuah perusahaan, adalah sebagai berikut[8]:
·      Perusahaan harus mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan publik
·      Selalu menjaga dan melestarikan lingkungan
·      Hindarkan konflik yang menjurus kepada kerusakan
·      Menolak penyogokan dalam segala bentuknya
·      Pahami teknologi dan aplikasinya
·      Senang menerima kritik dan saran-saran
·      Perlakukan sama pada setiap orang, tidak pandang etnis, ras, agama, cacat, dan sebagainya
·      Dan berbagai bentuk kode etik lainnya, sesduai dengan bentuk dan jenis bisnis
          Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut bidang tugas yang di embannya. Dengan kata lain mengikat manajer, pimpinan unit kerja dan kelembagaan perusahaan.  Semua anggota organisasi atau perusahaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit, suatu perusahaan dianggap sudah melaksanakan etika bisnis apabila perusahaan tersebut telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya. Tanggungjawab sosial itu timbul sebagai akibat adanya eksternalitas yang negatif dan perusahaan harus membayar biaya sosialnya (sosial cost). Dari berbagai pandangan tentang etika bisnis, ada beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan apakah perusahaan atau seseorang telah meakukan etika bisnis. Indikator-indikator tersebut antara lain[9]:
1. Indikator etika bisnis menurut ekonomi
Perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien.
2. Indikator etika bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku
Seorang pebisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3. Indikator etika bisnis menurut hukum
Suatu perusahaan atau pebisnis mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4. Indikator etika berdasarkan ajaran agama
Pebisnis dikatakan beretika apabila dalam bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5. Indikator etika berdasarkan nilai budaya
Pebisnis melaksanan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah, dan suatu bangsa.
6. Indikator etika bisnis menurut masing-masing individu
Masing-masing pebisnis jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Keberadaan etika bisnis sangat diperlukan demi menunjang kelangsungan bisnis atau usaha yang sedang dijalani. Sehingga pebisnis atau perusahaan harus menggunakan etika bisnis demi kemajuan bisnis dan usahanya. Selain itu, dalam bisnis juga ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dan direalisasikan.
Dengan demikian, seorang pebisnis atau perusahaan tidak akan mampu menjalankan bisnisnya tanpa memperhatikan hal-hal yang telah disebutkan di atas. Begitu juga adannya etos kerja dalam bisnis juga harus diperhatkan agar terjadi hubungan yang baik antara pebisnis, perusahaan dan karyawan atau pegawai. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam etika bisnis juga tidak boleh di anggap sebelah mata, akan tetapi diperlukan adanya antisipasi yang harus lebih diperhatikan dan dipikirkan.













DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Irham,  2014, Manajemen Strategis, Bandung:Alfabeta.
Daryanto, 2012, Pendidikan Kewirausahaan, Yogyakarta:Gava Media.
Alma, Buchar, 2008, Kewirausahaan, Bandung:Alfabeta.
Yunus, Muh, Islam dan Kewirausahaan Inovatif, Malang:UIN-Malang Press,2008.
Buchari  Alma, 2008, Kewirausahaan, Bandung:Alfabeta.
Ernawan, Erni R., 2011, Etika Bisnis, Bandung:Alfabeta.




[1] Irham Fahmi, Manajemen Strategis, (Bandung:Alfabeta,2014),hlm.281-282.
[2] Daryanto, Pendidikan Kewirausahaan, (Yogyakarta:Gava Media, 2012),hlm.21-22.
[3] Opcit,hlm.282.
[4] Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung:Alfabeta,2008),hlm.239-240.
[5] Opcit,hlm.280.
[6] Daryanto, opcit, hlm 24-26
[7] Muh Yunus, Islam dan Kewirausahaan Inovatif, (Malang:UIN-Malang Press,2008),hlm.9-10.
[8][8] Buchari  Alma, Kewirausahaan, (Bandung:Alfabeta,2008),hlm.241-242.
[9][9] Erni R. Ernawan, Etika Bisnis,(Bandung:Alfabeta,2011),hlm.30-31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar