Senin, 06 April 2015

KEPERCAYAAN TENTANG MAGIC

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Agama
Dosen Pengampu : Inarotuzzakiyati Darajah  M.Si


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/0/07/Logo_STAIN_Pekalongan.jpg/220px-Logo_STAIN_Pekalongan.jpg


Disusun oleh  :
Aris Priyanto               (2032113006)

Prodi               :  S1 Akhlak Tasawuf



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015


KATA PENGANTAR

Segala Puja dan Puji syukur Alhamdulillah semoga senantiasa kita panjatkan kehadirat AIlah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Sumpah dalam Perpekstif Islam” yang sederhana ini telah selesai kami susun. Makalah ini kami buat berdasarkan hasil belajar kami dan referensi dari berbagai buku. Salah satu tujuan kami adalah agar yang membaca makalah kami  dapat mengerti dan memahami tentang Kepercayaan Tentang Magic secara detail dan jelas. Dan dengan tujuan yang demikian, kami harap laporan ini bermanfaat bagi semua orang yang membaca susunan makalah ini.
            Kekurangan dan kesalahan tentu akan terjadi dalam pembuatan laporan ini, maka tegur sapa dan koreksi dari para ahli sangat kami harapkan. Dan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan-kesalahan yang terjadi. Dan tak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada  :
1.   Allah SWT, karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu.
2.   Kepada Inarotuzzakiyati Darajah M.Si selaku dosen mata kuliah Antropologi Agama sekaligus pembimbing dalam membuat makalah ini.
3.   Kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan do’a kepada kami.
4.   Dan kepada teman-teman juga yang telah memberikan dukungan moral dan koreksi bagi kami.

Dan kami juga memohon kepada Allah semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi salah satu amal yang diridhio-Nya. Amin.







DAFTAR ISI


Kata Pengantar                       ...............................................................         i

Daftar isi                                 ...............................................................         ii

BAB I Pendahuluan               ...............................................................         1
1.1     Latar Belakang            ...............................................................         1
1.2     Rumusan Masalah       ...............................................................         1

BAB II Pembahasan               ...............................................................         2
     2.1 Definisi Magic             ...............................................................         2
    2.2  Macam-macam Magic  ...............................................................         3
     2.3  Hubungan Ilmu
            Magic dengan Ilmu-
ilmu Lain                     ...............................................................         3
2.4  Pandangan Agama
       Tentang Magic            ...............................................................         7
2.5  Fungsi dan Tujuan
 Magic                         ...............................................................         9

BAB III Penutup                    ...............................................................         10
3.1 Simpulan                      ...............................................................         10
3.2 Saran                            ...............................................................         10

Daftar Pustaka                                    ...............................................................         11



 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perkembangan intelektual dan ilmiah pada saat ini tentu sudah tidak perlu kita pandang dengan sebelah mata. Justru hal itu seharusnya kita ikuti, bahkan kita seharusnya ikut serta dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan tersebut. Perkembangan keilmuan (ilmiah) tersebar pada keseluruh aspek disiplin ilmu, termasuk perkembangan ilmu metafisika (ghaib)
Hal tersebut terbukti dengan adanya kajian khusus dan mendalam dalam disiplin ilmu metafisika (ghaib), termasuk dalam ilmu magic. Sehingga perkembangan ilmu magic pada saat ini juga pesat dan banyak sekali orang-orang mendalaminya. Tidak jarang seseorang sampai meluangkan waktu, harta dan tempat demi untuk memperdalam dan mengkaji ilmu magic ini.
Harapannya, adanya makalah ini semoga bisa memberikan sebuah wacana dan wawasan keilmuan khususnya ilmu magic. Selain itu, adanya penyelewengan atau kesalahan dalam memahami dan menggunakan ilmu magic ini tidak berlarut-larut. Begitu juga pesoalan-persoalan yang ada di dalam magic yang belum terpecahkan dapat segera terselesaikan.
1.2. Rumusan Masalah
A. Definisi Magic
          B. Macam-macam Magic
C. Hubungan Ilmu Magic dengan Ilmu-ilmu lain
D. Pandangan Agama tentang Magic
E. Fungsi dan Tujuan Magic


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defini Magic
          Magis adalah suatu tindakan dengan anggapan bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus dan nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai bahwa karenanya orang dapat mencapai suatu tujuan  yang diingininya dengan tak memperlihatkan hubungan sebab akibat secara langsung antara perbuatan dengan hasil yang di ingini[1].
          Menurut Honig Jr kata Magi berasal dari bahasa Parsi “Maga” yang berarti “Imam” atau pendeta untuk agama Zuruaster yang bertugas mengembangkan dan memelihara kelestarian agama. Ia pun menegaskan bahwa magi sama dengan sihir. Namun demikian, dalam kepercayaan primmitif, magi lebih luas artinya daripada sihir sebagaian dikatakan magi adalah suatu cara berfikir dan suatu cara hidup yang mempunyai arti lebih tinggi daripada apa yang diperbuat oleh seseornag ahli sihir sebagai perseorangan.
Sedangkan menurut Dhava Moni mendefinisikan magi sebagai upacara dan rumusan ferbal yang memproyeksikan hasrat manusia ke dunia luar atas dasar teori pengontrolan manusia untuk sesuatu tujuan. Sedangkan orang yang percaya pada magi dan menjalankan magi pikirannya didasarkan kepada dua kepercayaaan yaitu :
1.      Bahwa dunia ini penuh dengan daya-daya ghaib seruppa dengan apa yang dimaksud oleh orang-orang modern dengan daya-daya alam
2.      Bahwa daya-daya ghaib itu dapat dipergunakan, tetapi penggunaanya tidak dengan akal pikiran tetapi dengan alat-alat diluar akal
Kemudian magi, pada hal-hal tertentu berhubungan dengan mana. Bagi orang Melanesia mana adalah misterius akan tetapi memiliki kekuatan aktif yang memiliki suatu masyarakat tertentu dan pada umumnya memiliki dan menguasai roh-roh dan semua jiwa yang mati. Semua tindakan penciptaan kosmos hanya bisa terbentuk melaui mana dari dewa; kepala suatu keluarga juga memiliki mana.[2]
          Magic adalah suatu tindakan dengan anggapan bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus dan nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai bahwa karenanya orang dapat mencapai suatu tujuan yang diingininya dengan tak memperlihatkan hubungan sebab-akibat secara langsung antara perbuatan dengan hasil yang diingini.
          Untuk menjelaskan hubungan antara  unsur-unsur kebatinan ini, kita pertentangkan magic ini dengan masalah lain yang erat hubungannya[3]:
a.  Magic dan Takhayul
Oramg percaya bahwa untuk membunuh seseorang dapat digunakan bagian dari tubuh orang yang dimaksud. Misal membunuh orang dengan membakar rambut atau kukunya. Tindakan membunuh dan membakar rambut dan kuku agar seseorang mati adalah magic dan penggunaan rambut dan kuku sebagai alat pembunuh adalah takhayul.
b. Magic dan Ilmu Ghaib
Jika kita pergunakan contoh di atas, mempercayai kemampuan membunuh dengan menggunakan keampuhan rambut dan kuku melalui suatu proses pengolahan tertentu secara irasional tergolong ilmu ghaib.
c.  Magic dan Kultus
Jika dihubungkan dengan kultus, magic merupakan perbuatan yang dianggap mempunyai kekuatan memaksakan kehendak kepada supernatural (Tuhan). Kultus merupakan perbuatan yang tebatas oada mengharap dan mempengaruhi supernatural (Tuhan).
2.2 Macam-macam Magic
            Dalam buku filsafat ilmu karya Ahmad Tafsir, dalam permasalahan mistik, magic dibagi  menjadi dua, yaitu[4]:
a.    Mistik Magis Putih
Mistik magis putih dalam Islam contohnya adalah mukjizat, karomah, ilmu hikmah. Mistik magis putih di anggap sebagai mistik magis yang berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam) dan penggunaannya memakai wirid, doa, wafaq-wafaq dan isim-isim. Selain itu, mistik magis putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Hal ini berjalan sejak zaman kenabian (mukjizat) dan selainnya disebut karomah. Kekuatan supranatural para Nabi juga ada yang ditunjukkan melalui benda seperti mukjizat nabi Musa, dimana dalam benda seperti itu telah terdapat kekuatan ilahiah (Ibn Khaldun, Muqadimah, 1986:690).
Rasulullah SAW ketika bersama dengan Abu Bakar di gua Tsur pernah membaca surat al-mu’awidzatain (surat al-Nas dan al-Falaq) untuk mengobati Abu bakar yang disengat binatang dengan cara menyemburkan pada luka Abu Bakar dan atas izin Allah luka itu sembuh seketika.
b.    Mistik Magis Hitam
Mistik magis hitam contohnya adalah santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir, bahkan boleh jadi mistik magis hitam itu dapat disebut sihir saja. Mistik magis hitam berasal dari luar agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam) dan dalam prakteknya menggunakan mantra, jampi, rajah-rajah dan jimat. Mistik magis hitam bersandar pada kekuatan setan dan roh jahat.
Dalam buku antropologi agama karya Adeng Muchtar Ghazali magi menurut Dhava Moni dibagi menjadi dua, yaitu :
·         magi tiruan (imiative magic)
magi tiruan didasarkan pada prinsip kesamaan dalam bentuk atau dalam proses; keserupaan menghasilkan keserupaan, yang disebut magi initatif menurut Fraze. Misalnya kalau seseorang menusukan jarum kepada boneka, orang yang disertakan dengan boneka itu akan terkena pengaruhnya. Dimana magi ini sudah dikenal di Indonesa seperti halnya seorang dukun tukan urut mengobati anggota badan seseorang yang sakit karena terkilir atau patah tulang.
·         Magi sentuhan (contageius Magic)
Magi ini didasarkan pada hukum sentuhan fisik atau penularan melalui kontak fisik. Misalnya ahli magi dapat mencelakakan orang lain kalau ia memperoleh sehelai rambut, sepotong kuku, secarit kain atau benda lainnya yang bernah bersentuhan dengan orang tersebut. Sedangkan magi sentuhan di Indonesia misalnya, kepercayaan yang berhubungan dengan upacara ari-ari yang telah dikuburkan, bila seorang sakit maka dilakukan upacara pembersihan ari-ari.[5]
2.3 Hubungan Magic dengan Ilmu-ilmu Lain
1. Ilmu Sihir
Magis sering dikatakan erat hubungannya dengan sihir. Tetapi, menurut Honig, kata tersebut semula berarti imam, sehingga aneh sekali bila magis berhubungan dengan sihir sebab sihir termasuk perbuatan yang sangat tidak baik. Namun magis justru berarti ilmu sihir. Sebenarnya menurut kepercayaan masyarakat primitif pengertian magis lebih luas daripada sihir, karena yang dikatakan magis menurut kepercayaan mereka adalah suatu cara berfikir dan suatu cara hidup yang mempunyai arti lebih tinggi daripada apa yang diperbuat oleh seorang ahli sihir. Orang yang percaya dan menjalankan magis mendasarkan idenya pada dua hal, yaitu:
1. Bahwa dunia ini penuh dengan daya-daya gaib, yang disebut daya-daya alam oleh orang modern.
2. Bahwa daya-daya gaib tersebut dapat digunakan, tetapi penggunaannya tidak dengan akal pikiran melainkan dengan cara yang irrasional.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Evans-Pritchard mendekati magis dan ilmu sihir dari sudut pandang intelektual dan mempertanyakan mengapa masyarakat Azande tidak memahami “ketidak-bergunaan magis mereka”. Dia mengemukakan beberapa alasan yang Pertama, Ilmu sihir dan magis membentuk suatu system yang secara intelektual koheren. Tujuan utama magis lebih untuk memerangi kekuatan magis lain daripada merubah dunia obyektif; oleh karena itu aksinya melampaui pengalaman, ia tidak bisa dengan mudah dipertentangkan dengan pengalaman.Kedua, skeptisme itu diakui dan ditanamkan dan Azande sering meneliti bahwa obat itu tidak berhasil dengan sukses. Tetapi skeptisisme ini hanya mencakup obat-obat dan ahli magis tertentu, dan sebaliknya system magis semakin dikukuhkan. Ketiga, kegagalan ritus dijelaskan dengan banyaknya gagasan mistik; sihir, counter-magis, atau pelanggaran terhadap tabu. Keempat, magis hanya digunakan untuk menghasilkan peristiwa yang dimungkinkan terjadi dalam berbagai kesempatan, dan jarang sekali diminta untuk menghasilkan suatu akibat hanya dengan tindakan magis itu sendiri; magis selalu dibarengi dengan aksi empiris. Seseorang membuat bir dengan metode yang telah terbukti, dan menggunakan obat (magis) hanya untuk mempercepat proses pemasakan. Dia tidak akan bermimpi membuat bir hanya dengan “obat” (magis).[6]
Dalam masyarakat primitif, kedudukan magis sangat penting. Boleh dikatakan semua upacara keagamaan, sikap hidup orang-orang primitif, terutama sikap rohani mereka, adalah bersifat magis karena magis merupakan segala perbuatan atau abstensi dari segala perbuatan mereka untuk mencapai suatu maksud tertentu melalui kekuatan-kekuatan yang ada di alam gaib, sebagaimana telah disebutkan.[7]
2. Ilmu Pengetahuan
`        Sejarah tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan. Kemenangan-kemenangan ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan dan rangkaian kemenangan terhadap kebodohan dan tahayul dan dari ilmulah kemudian mengalir arus penemuan-penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia. Kesadaran yang terjadi dewasa ini tentang adanya masalah-masalah moral yang serius di dalam ilmu mengenai kekerasan-kekerasan eksternal dan paksaan-paksaan pada pengembangannya dan mengenai bahaya-bahaya dalam perubahan teknologis yang tak terkendali menantang para sejarawan untuk melakukan penilaian kembali secara kritis terhadap keyakinan awal sederhana ini.
Kemudian terdapat pembedaan-pembedaan kekaburan antara ilmu, industri dan filsafat di abad ke-19. Para sejarawan menemukan bahwa studi di alam dilaksanakan dalam suatu kerangka asumsi-asumsi tentang dunia yang kini ditolak sebagai kerangka yang bersifat magis dan tahayul.
Pendapat mengenai ilmu di abad pertengahan terjadi simpang siur. Para sejarawan terdahulu memandang ilmu dijaman itu, belum terbebaskan dari beban dogmatis dan tahayul. Sementara sejarawan lainnya mencoba menunjukkan bahwa banyak fakta dan prinsip pokok ilmu modern ditemukan pada waktu itu. Orang terpelajar dijaman dulu tidak semuanya mencoba melaksanakan penelitian ilmiah. Filsafat alamiah dan fakta-fakta khusus dipelajari terutama dalam hubungannya dalam agama juga untuk menjelaskan teks-teks al kitab yang penuh kiasan.
Di antara ilmu dan agama pernah dibungkam secara aneh. Contohnya, teori Darwin tentang seleksi alamnya. Dan orang akan ragu untuk berbicara lebih jauh. Seperti yang begitu banyak dilakukan nenek moyang kita tentang apa-apa yang ragu diantara ilmu dan agama. Sebagai hal yang tak terhindarkan. Memang benarlah bahwa segelintir penulis pendukung masih merasa kesulitan untuk memutuskan isu-isu seperti apakah eksistensi kehidupan pada dunia lain akan memerlukan penetapan kembali adanya kejatuhan dalam dosa dan penebusan yang diajarkan agama.
Satu-satunya cabang ilmu yang masih mampu mendorong perdebatan teologis dengan penuh semangat, sampai sekarang adalah ilmu-ilmu humaniora ketimbang ilmu-ilmu alamiah. Implikasi-implikasi psikologi Freudian terhadap doktrin rahmat dan kegunaan obat-obat bius yang menimbulkan khayalan untuk menghasilkan pengalaman-pengalaman kuasi-mistik adalah topic-topik diskusi yang hangat dimasa kini bukan lagi evolusi, astrofisika dan geologi histories[8].
2.4 Pandangan Agama tentang Magis
          Dalam sosiologi agama, masalah bagaimana dan apa definisi agama berperan besar dalam perkembangan disiplin ini secara keseluruhan. Secara umum, perdebatan tentang definisi agama bisa dilihat dari berbagai sisi dasar konseptual. Misalnya, ada perbedaan mendasar antara perspektif reduksionis dengan non-reduksionis. Perspektif yang pertama cenderung melihat agama sebagai epifenomena, sebuah refleksi atau ekspresi dari sisi yang lebih dasariah dan permanen yang ada dalam perilaku individual dan masyarakat manusia. Penulis-penulis semacam Pareto, Lenin, Freud dan Engels memandang agama sebagai produk atau refleksi mental dari kepentingan ekonomi, kepentingan biologis atau pengalaman ketertindasan kelas.
Implikasi pandangan reduksionis ini adalah kesimpulan yang mengatakan keyakinan-keyakinan religius sama sekali keliru, karena yang diacu adalah kriteria-kriteria saintifik atau positifistik. Oleh karena itu memegang keyakinan religius adalah tindakan irrasional, karena yang dirujuk adalah kriteria logis pemikiran. Implikasi terakhir reduksionisme kaum positifistik adalah bahwa agama dilihat sebagai aktifitas kognitif nalar individual yang satu dan lain sebab telah salah kiprah memahami hakikat kehidupan empiris dan sosial (Goode, 1951).
Sebagian dari definisi klasik agama yang muncul pada abad 19 adalah “definisi minimum”-nya E.B. Tylor. Dia mengatakan agama sebagai “kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual”. Agama lahir dari upaya para “filosof primitive” untuk mengerti dan memahami pengalaman-pengalaman mental mereka. Kita dapat lihat tipe definisi ini sangat individualistik, kognitif dan rasionalis, karena tidak khusus diarahkan pada praktek atau symbol-simbol religius dalam kaitannya dengan organisasi sosial, dan definisi semacam ini menerima kriteria sains-sains Barat sebagai kebenaran yang tak bisa diganggu gugat dan satu-satunya landasan rasionalitas.
Sedangkan sejarah sosiologi agama bisa dipandang sebagai gerak teoritis yang melepaskan diri dari reduksionisme positif menuju telaah yang lebih apresiatif terhadap arti penting ritual religius dalam organisasi sosial dan menuju pada satu kesadaran bahwa ternyata sains positifistik bukanlah alat ukur yang tepat untuk menentukan rasionalitas agama. Dalam antropologi, perubahan perspektif ini sering dikaitkan dengan pembuktian yang mengatakan bahwa “masyarakat primitive pun” juga telah membedakan dengan jelas mana yang magis dan mana yang teknologis; magis hanya berperan dalam situasi ketidakpastian dan bahaya.[9]
2.5         Fungsi dan Tujuan Magic
Dalam masyarakat primitif magic memiliki kedudukan yang sangat enting sebab semua upacara keagamaan merupakan acara magic. Bahkan sikap hidup dan tindakan-tindakan mereka penuh dengan unsur-unsur magic serta selalu mengisi alat-alat pelengkapan hidup dan kehudpan mereka dengan daya-daya ghaib. Misalnya keris, tombak, baja, dan alat-alat lainya selalu diisi dengan daya-daya ghaib. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dan fungsi magic menurut Raymond Firth sesuai dengan klasifikasi magic produktif, magic protektif, dan magic destruktif antara lain[10] :
1.      Magic produktif
Magic ini digunakan untuk berburu, menyuburkan tanah menanam, menuai panen, pembuatan hujan, penangkapan ikan, pelayanan, perdagangan, dan percintaan.
2.      Magic protektif
Magic ini digunakan untuk menjaga milik, membantu mengumpulkan ikan, menanggulangi kemalangan, pemeliharaan orang sakit, selamat dalam perjalanan, dan sebagai lawan dari magic destruktif.
3.      Magic destruktif
Magic ini digunakan untuk mendatangkan badai, merusak milik, mendatangkan penyakit, dan mendatangkan kematian.



BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
            Magic merupakan suatu tindakan yang mempunyai anggapan bahwa dengan kekuatan gaib dunia bisa dikuasai. Dimana magic mempunyai hubungan dengan ilmu takhayul, ilmu gaib dan ilmu kultus. Keberadaan magis dalam dunia  mistik dibagi menjadi dua yaitu magic hitam dan magic putih.
            Selain itu, magic mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain yaitu  ilmu sihir dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam pandangan agama, adanya magic sangat diperhatikan dan bahkan dikaji secara mendalam. Dikarenakan antara magic dan agama di dalamnya juga berisi kepercayaan tentang hal-hal yang gaib.
            Kemudian, magic mempunyai kedududukan yang sangat penting dalam masyarakat primitif. Dimana magic juga mempunyai fungsi yang meliputi magic produktif, protektif dan destruktif.










DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti, 2000, Agama-agama di Dunia,  Yogyakarta:IAIN Sunan Kalijaga Press.
Morris, Brian,  2007, Antropologi Agama, Yogyakarta: Haikhi Grafika.
Muchtar , Ghazali,, Adeng, 2011, Antropologi Agama, Bandung:Alfabeta.
R Ravertz, Jerome, 2004, Filsafat Ilmu, Yogyakarta.:Pustaka Pelajar.
Ramayulis, 2002, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, Jakarta:Kalam Mulia.
Samsul Arifin, Bambang, 2008, Psikologi Agama, Bandung:Pustaka Setia.
S. Turner, Bryan, 2006, Agama &Teori Sosial,  Yogyakarta: Ijang Grafika.
Tafsir, Ahmad, 2010, Filsafat Ilmu, Bandung:Remaja Rosdakarya.









[1] Bambang Samsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung:Pustaka Setia, 2008),hlm.212.
[2] Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama,(Bandung:Alfabeta,2011)  h. 129-130
[3] Ramayulis, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, (Jakarta:Kalam Mulia,2002),hlm.212-213.
[4] Ahmad tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2010),hlm.112.
[5] Adeng Muchtar Ghazali, op cit, hlm. 133-134
[6] Brian Morris, Antropologi Agama, (Yogyakarta: Haikhi Grafika, 2007) hlm. 241
[7] Mukti Ali, Agama-agama di Dunia,  (Yogyakarta:IAIN Sunan Kalijaga Press 2000) hlm. 48-51.
[8] Jerome R Ravertz, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta.:Pustaka Pelajar. 2004), hlm.18

[9] Bryan S. Turner, Agama &Teori Sosial,  (Yogyakarta: Ijang Grafika,  2006). hlm. 415 – 416.
[10] Adeng Muchtar Ghazali, op cit, hlm. 134-135.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar