KEPERCAYAAN
TENTANG MAGIC
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Agama
Dosen
Pengampu : Inarotuzzakiyati Darajah M.Si

Disusun
oleh :
Aris Priyanto (2032113006)
Prodi
:
S1 Akhlak Tasawuf
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Segala Puja dan Puji syukur Alhamdulillah semoga senantiasa kita panjatkan kehadirat AIlah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Sumpah dalam Perpekstif Islam” yang sederhana ini telah selesai kami susun. Makalah ini
kami buat berdasarkan hasil belajar kami dan referensi dari berbagai
buku. Salah satu tujuan kami
adalah agar yang membaca makalah kami
dapat mengerti dan memahami tentang Kepercayaan Tentang Magic secara detail dan jelas. Dan dengan tujuan yang demikian, kami harap laporan ini
bermanfaat bagi semua orang yang membaca susunan makalah ini.
Kekurangan dan kesalahan tentu akan terjadi dalam
pembuatan laporan ini, maka tegur sapa dan koreksi dari para ahli sangat kami harapkan. Dan kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya atas kesalahan-kesalahan yang terjadi. Dan tak lupa kami
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT,
karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu.
2. Kepada Inarotuzzakiyati
Darajah M.Si selaku dosen mata kuliah Antropologi Agama sekaligus pembimbing dalam membuat makalah ini.
3. Kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan do’a
kepada kami.
4. Dan kepada teman-teman juga yang telah memberikan dukungan moral dan koreksi bagi kami.
Dan kami juga memohon
kepada Allah semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi salah satu amal yang
diridhio-Nya. Amin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................... i
Daftar isi ............................................................... ii
BAB I Pendahuluan ............................................................... 1
1.1
Latar Belakang ............................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................... 1
BAB II Pembahasan ............................................................... 2
2.1 Definisi
Magic ............................................................... 2
2.2 Macam-macam
Magic ............................................................... 3
2.3 Hubungan
Ilmu
Magic
dengan Ilmu-
ilmu Lain ............................................................... 3
2.4 Pandangan
Agama
Tentang Magic ............................................................... 7
2.5 Fungsi dan
Tujuan
Magic ............................................................... 9
BAB III Penutup ............................................................... 10
3.1 Simpulan ............................................................... 10
3.2 Saran ............................................................... 10
Daftar Pustaka ............................................................... 11
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan intelektual dan ilmiah pada saat ini tentu sudah tidak
perlu kita pandang dengan sebelah mata. Justru hal itu seharusnya kita ikuti,
bahkan kita seharusnya ikut serta dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan
tersebut. Perkembangan keilmuan (ilmiah) tersebar pada keseluruh aspek disiplin
ilmu, termasuk perkembangan ilmu metafisika (ghaib)
Hal tersebut terbukti dengan adanya kajian khusus dan mendalam
dalam disiplin ilmu metafisika (ghaib), termasuk dalam ilmu magic. Sehingga
perkembangan ilmu magic pada saat ini juga pesat dan banyak sekali orang-orang
mendalaminya. Tidak jarang seseorang sampai meluangkan waktu, harta dan tempat
demi untuk memperdalam dan mengkaji ilmu magic ini.
Harapannya, adanya makalah ini semoga bisa memberikan sebuah wacana
dan wawasan keilmuan khususnya ilmu magic. Selain itu, adanya penyelewengan
atau kesalahan dalam memahami dan menggunakan ilmu magic ini tidak
berlarut-larut. Begitu juga pesoalan-persoalan yang ada di dalam magic yang
belum terpecahkan dapat segera terselesaikan.
1.2. Rumusan Masalah
A. Definisi Magic
B. Macam-macam Magic
C. Hubungan Ilmu Magic dengan Ilmu-ilmu lain
D. Pandangan Agama tentang Magic
E. Fungsi dan Tujuan Magic
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defini Magic
Magis adalah suatu tindakan dengan anggapan bahwa
kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus dan nonteknis
berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai bahwa karenanya orang
dapat mencapai suatu tujuan yang
diingininya dengan tak memperlihatkan hubungan sebab akibat secara langsung
antara perbuatan dengan hasil yang di ingini[1].
Menurut Honig Jr kata Magi berasal dari bahasa Parsi
“Maga” yang berarti “Imam” atau pendeta untuk agama Zuruaster yang
bertugas mengembangkan dan memelihara kelestarian agama. Ia pun menegaskan
bahwa magi sama dengan sihir. Namun demikian, dalam kepercayaan
primmitif, magi lebih luas artinya daripada sihir sebagaian dikatakan magi
adalah suatu cara berfikir dan suatu cara hidup yang mempunyai arti lebih
tinggi daripada apa yang diperbuat oleh seseornag ahli sihir sebagai
perseorangan.
Sedangkan
menurut Dhava Moni mendefinisikan magi sebagai upacara dan rumusan
ferbal yang memproyeksikan hasrat manusia ke dunia luar atas dasar teori
pengontrolan manusia untuk sesuatu tujuan. Sedangkan orang yang percaya pada
magi dan menjalankan magi pikirannya didasarkan kepada dua kepercayaaan yaitu :
1.
Bahwa
dunia ini penuh dengan daya-daya ghaib seruppa dengan apa yang dimaksud
oleh orang-orang modern dengan daya-daya alam
2.
Bahwa
daya-daya ghaib itu dapat dipergunakan, tetapi penggunaanya tidak dengan akal
pikiran tetapi dengan alat-alat diluar akal
Kemudian magi,
pada hal-hal tertentu berhubungan dengan mana. Bagi orang Melanesia mana
adalah misterius akan tetapi memiliki kekuatan aktif yang memiliki suatu
masyarakat tertentu dan pada umumnya memiliki dan menguasai roh-roh dan semua
jiwa yang mati. Semua tindakan penciptaan kosmos hanya bisa terbentuk melaui mana
dari dewa; kepala suatu keluarga juga memiliki mana.[2]
Magic adalah suatu
tindakan dengan anggapan bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus
dan nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai
bahwa karenanya orang dapat mencapai suatu tujuan yang diingininya dengan tak
memperlihatkan hubungan sebab-akibat secara langsung antara perbuatan dengan
hasil yang diingini.
Untuk menjelaskan
hubungan antara unsur-unsur kebatinan
ini, kita pertentangkan magic ini dengan masalah lain yang erat hubungannya[3]:
a.
Magic
dan Takhayul
Oramg percaya bahwa untuk membunuh
seseorang dapat digunakan bagian dari tubuh orang yang dimaksud. Misal membunuh
orang dengan membakar rambut atau kukunya. Tindakan membunuh dan membakar
rambut dan kuku agar seseorang mati adalah magic dan penggunaan rambut dan kuku
sebagai alat pembunuh adalah takhayul.
b.
Magic
dan Ilmu Ghaib
Jika kita pergunakan contoh di atas,
mempercayai kemampuan membunuh dengan menggunakan keampuhan rambut dan kuku
melalui suatu proses pengolahan tertentu secara irasional tergolong ilmu ghaib.
c.
Magic
dan Kultus
Jika dihubungkan dengan kultus,
magic merupakan perbuatan yang dianggap mempunyai kekuatan memaksakan kehendak
kepada supernatural (Tuhan). Kultus merupakan perbuatan yang tebatas oada
mengharap dan mempengaruhi supernatural (Tuhan).
2.2 Macam-macam Magic
Dalam buku filsafat
ilmu karya Ahmad Tafsir, dalam permasalahan mistik, magic dibagi menjadi dua, yaitu[4]:
a. Mistik Magis Putih
Mistik magis putih
dalam Islam contohnya adalah mukjizat, karomah, ilmu hikmah. Mistik magis putih
di anggap sebagai mistik magis yang berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani,
Islam) dan penggunaannya memakai wirid, doa, wafaq-wafaq dan isim-isim. Selain
itu, mistik magis putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada Tuhan,
sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Hal ini berjalan sejak zaman
kenabian (mukjizat) dan selainnya disebut karomah. Kekuatan supranatural para
Nabi juga ada yang ditunjukkan melalui benda seperti mukjizat nabi Musa, dimana
dalam benda seperti itu telah terdapat kekuatan ilahiah (Ibn Khaldun,
Muqadimah, 1986:690).
Rasulullah SAW ketika
bersama dengan Abu Bakar di gua Tsur pernah membaca surat al-mu’awidzatain
(surat al-Nas dan al-Falaq) untuk mengobati Abu bakar yang disengat binatang
dengan cara menyemburkan pada luka Abu Bakar dan atas izin Allah luka itu
sembuh seketika.
b.
Mistik Magis Hitam
Mistik magis hitam
contohnya adalah santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir, bahkan boleh
jadi mistik magis hitam itu dapat disebut sihir saja. Mistik magis hitam
berasal dari luar agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam) dan dalam prakteknya
menggunakan mantra, jampi, rajah-rajah dan jimat. Mistik magis hitam bersandar
pada kekuatan setan dan roh jahat.
Dalam buku antropologi
agama karya Adeng Muchtar Ghazali magi menurut Dhava Moni dibagi menjadi
dua, yaitu :
·
magi tiruan (imiative
magic)
magi tiruan didasarkan pada prinsip kesamaan dalam bentuk atau dalam
proses; keserupaan menghasilkan keserupaan, yang disebut magi initatif menurut Fraze.
Misalnya kalau seseorang menusukan jarum kepada boneka, orang yang disertakan
dengan boneka itu akan terkena pengaruhnya. Dimana magi ini sudah dikenal di
Indonesa seperti halnya seorang dukun tukan urut mengobati anggota badan
seseorang yang sakit karena terkilir atau patah tulang.
·
Magi sentuhan
(contageius Magic)
Magi ini didasarkan pada hukum sentuhan fisik atau penularan melalui kontak
fisik. Misalnya ahli magi dapat mencelakakan orang lain kalau ia memperoleh
sehelai rambut, sepotong kuku, secarit kain atau benda lainnya yang bernah
bersentuhan dengan orang tersebut. Sedangkan magi sentuhan di Indonesia
misalnya, kepercayaan yang berhubungan dengan upacara ari-ari yang telah
dikuburkan, bila seorang sakit maka dilakukan upacara pembersihan ari-ari.[5]
2.3 Hubungan Magic dengan Ilmu-ilmu Lain
1. Ilmu Sihir
Magis sering dikatakan erat
hubungannya dengan sihir. Tetapi, menurut Honig, kata tersebut semula berarti
imam, sehingga aneh sekali bila magis berhubungan dengan sihir sebab sihir
termasuk perbuatan yang sangat tidak baik. Namun magis justru berarti ilmu
sihir. Sebenarnya menurut kepercayaan masyarakat primitif pengertian magis
lebih luas daripada sihir, karena yang dikatakan magis menurut kepercayaan
mereka adalah suatu cara berfikir dan suatu cara hidup yang mempunyai arti
lebih tinggi daripada apa yang diperbuat oleh seorang ahli sihir. Orang yang
percaya dan menjalankan magis mendasarkan idenya pada dua hal, yaitu:
1. Bahwa dunia ini penuh dengan daya-daya gaib, yang
disebut daya-daya alam oleh orang modern.
2. Bahwa daya-daya gaib tersebut dapat digunakan, tetapi
penggunaannya tidak dengan akal pikiran melainkan dengan cara yang irrasional.
Oleh karena
itu, tidak mengherankan jika Evans-Pritchard mendekati magis dan ilmu sihir
dari sudut pandang intelektual dan mempertanyakan mengapa masyarakat Azande
tidak memahami “ketidak-bergunaan magis mereka”. Dia mengemukakan beberapa
alasan yang Pertama, Ilmu sihir dan magis membentuk suatu system
yang secara intelektual koheren. Tujuan utama magis lebih untuk memerangi
kekuatan magis lain daripada merubah dunia obyektif; oleh karena itu aksinya
melampaui pengalaman, ia tidak bisa dengan mudah dipertentangkan dengan
pengalaman.Kedua, skeptisme itu diakui dan ditanamkan dan Azande
sering meneliti bahwa obat itu tidak berhasil dengan sukses. Tetapi skeptisisme
ini hanya mencakup obat-obat dan ahli magis tertentu, dan sebaliknya system
magis semakin dikukuhkan. Ketiga, kegagalan ritus dijelaskan
dengan banyaknya gagasan mistik; sihir, counter-magis, atau
pelanggaran terhadap tabu. Keempat, magis hanya digunakan
untuk menghasilkan peristiwa yang dimungkinkan terjadi dalam berbagai
kesempatan, dan jarang sekali diminta untuk menghasilkan suatu akibat hanya
dengan tindakan magis itu sendiri; magis selalu dibarengi dengan aksi empiris.
Seseorang membuat bir dengan metode yang telah terbukti, dan menggunakan obat
(magis) hanya untuk mempercepat proses pemasakan. Dia tidak akan bermimpi
membuat bir hanya dengan “obat” (magis).[6]
Dalam
masyarakat primitif, kedudukan magis sangat penting. Boleh dikatakan semua
upacara keagamaan, sikap hidup orang-orang primitif, terutama sikap rohani
mereka, adalah bersifat magis karena magis merupakan segala perbuatan atau
abstensi dari segala perbuatan mereka untuk mencapai suatu maksud tertentu
melalui kekuatan-kekuatan yang ada di alam gaib, sebagaimana telah disebutkan.[7]
2. Ilmu
Pengetahuan
` Sejarah
tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan. Kemenangan-kemenangan ilmu melambangkan
suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan dan rangkaian kemenangan
terhadap kebodohan dan tahayul dan dari ilmulah kemudian mengalir arus
penemuan-penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia. Kesadaran yang
terjadi dewasa ini tentang adanya masalah-masalah moral yang serius di dalam
ilmu mengenai kekerasan-kekerasan eksternal dan paksaan-paksaan pada
pengembangannya dan mengenai bahaya-bahaya dalam perubahan teknologis yang tak
terkendali menantang para sejarawan untuk melakukan penilaian kembali secara
kritis terhadap keyakinan awal sederhana ini.
Kemudian terdapat
pembedaan-pembedaan kekaburan antara ilmu, industri dan filsafat di abad ke-19.
Para sejarawan menemukan bahwa studi di alam dilaksanakan dalam suatu kerangka
asumsi-asumsi tentang dunia yang kini ditolak sebagai kerangka yang bersifat
magis dan tahayul.
Pendapat mengenai ilmu di abad
pertengahan terjadi simpang siur. Para sejarawan terdahulu memandang ilmu
dijaman itu, belum terbebaskan dari beban dogmatis dan tahayul. Sementara
sejarawan lainnya mencoba menunjukkan bahwa banyak fakta dan prinsip pokok ilmu
modern ditemukan pada waktu itu. Orang terpelajar dijaman dulu tidak semuanya
mencoba melaksanakan penelitian ilmiah. Filsafat alamiah dan fakta-fakta khusus
dipelajari terutama dalam hubungannya dalam agama juga untuk menjelaskan
teks-teks al kitab yang penuh kiasan.
Di antara ilmu dan agama pernah
dibungkam secara aneh. Contohnya, teori Darwin tentang seleksi alamnya. Dan
orang akan ragu untuk berbicara lebih jauh. Seperti yang begitu banyak
dilakukan nenek moyang kita tentang apa-apa yang ragu diantara ilmu dan agama.
Sebagai hal yang tak terhindarkan. Memang benarlah bahwa segelintir penulis
pendukung masih merasa kesulitan untuk memutuskan isu-isu seperti apakah eksistensi
kehidupan pada dunia lain akan memerlukan penetapan kembali adanya kejatuhan
dalam dosa dan penebusan yang diajarkan agama.
Satu-satunya cabang ilmu yang masih
mampu mendorong perdebatan teologis dengan penuh semangat, sampai sekarang
adalah ilmu-ilmu humaniora ketimbang ilmu-ilmu alamiah. Implikasi-implikasi
psikologi Freudian terhadap doktrin rahmat dan kegunaan obat-obat bius yang
menimbulkan khayalan untuk menghasilkan pengalaman-pengalaman kuasi-mistik
adalah topic-topik diskusi yang hangat dimasa kini bukan lagi evolusi,
astrofisika dan geologi histories[8].
2.4 Pandangan Agama tentang Magis
Dalam sosiologi agama, masalah
bagaimana dan apa definisi agama berperan besar dalam perkembangan disiplin ini
secara keseluruhan. Secara umum, perdebatan tentang definisi agama bisa dilihat
dari berbagai sisi dasar konseptual. Misalnya, ada perbedaan mendasar antara
perspektif reduksionis dengan non-reduksionis. Perspektif yang pertama
cenderung melihat agama sebagai epifenomena, sebuah refleksi atau ekspresi dari
sisi yang lebih dasariah dan permanen yang ada dalam perilaku individual dan
masyarakat manusia. Penulis-penulis semacam Pareto, Lenin, Freud dan Engels
memandang agama sebagai produk atau refleksi mental dari kepentingan ekonomi,
kepentingan biologis atau pengalaman ketertindasan kelas.
Implikasi pandangan reduksionis ini
adalah kesimpulan yang mengatakan keyakinan-keyakinan religius sama sekali
keliru, karena yang diacu adalah kriteria-kriteria saintifik atau positifistik.
Oleh karena itu memegang keyakinan religius adalah tindakan irrasional, karena
yang dirujuk adalah kriteria logis pemikiran. Implikasi terakhir reduksionisme
kaum positifistik adalah bahwa agama dilihat sebagai aktifitas kognitif nalar
individual yang satu dan lain sebab telah salah kiprah memahami hakikat
kehidupan empiris dan sosial (Goode, 1951).
Sebagian dari definisi klasik agama
yang muncul pada abad 19 adalah “definisi minimum”-nya E.B. Tylor. Dia
mengatakan agama sebagai “kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual”.
Agama lahir dari upaya para “filosof primitive” untuk mengerti dan memahami
pengalaman-pengalaman mental mereka. Kita dapat lihat tipe definisi ini sangat
individualistik, kognitif dan rasionalis, karena tidak khusus diarahkan pada
praktek atau symbol-simbol religius dalam kaitannya dengan organisasi sosial,
dan definisi semacam ini menerima kriteria sains-sains Barat sebagai kebenaran
yang tak bisa diganggu gugat dan satu-satunya landasan rasionalitas.
Sedangkan
sejarah sosiologi agama bisa dipandang sebagai gerak teoritis yang melepaskan
diri dari reduksionisme positif menuju telaah yang lebih apresiatif terhadap
arti penting ritual religius dalam organisasi sosial dan menuju pada satu
kesadaran bahwa ternyata sains positifistik bukanlah alat ukur yang tepat untuk
menentukan rasionalitas agama. Dalam antropologi, perubahan perspektif ini
sering dikaitkan dengan pembuktian yang mengatakan bahwa “masyarakat primitive
pun” juga telah membedakan dengan jelas mana yang magis dan mana yang
teknologis; magis hanya berperan dalam situasi ketidakpastian dan bahaya.[9]
2.5
Fungsi dan
Tujuan Magic
Dalam masyarakat primitif magic memiliki kedudukan yang sangat
enting sebab semua upacara keagamaan merupakan acara magic. Bahkan sikap hidup
dan tindakan-tindakan mereka penuh dengan unsur-unsur magic serta selalu
mengisi alat-alat pelengkapan hidup dan kehudpan mereka dengan daya-daya ghaib.
Misalnya keris, tombak, baja, dan alat-alat lainya selalu diisi dengan
daya-daya ghaib. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dan fungsi magic menurut
Raymond Firth sesuai dengan klasifikasi magic produktif, magic protektif, dan
magic destruktif antara lain[10] :
1.
Magic
produktif
Magic ini digunakan untuk berburu, menyuburkan tanah menanam,
menuai panen, pembuatan hujan, penangkapan ikan, pelayanan, perdagangan, dan
percintaan.
2.
Magic
protektif
Magic ini digunakan untuk menjaga milik, membantu mengumpulkan
ikan, menanggulangi kemalangan, pemeliharaan orang sakit, selamat dalam
perjalanan, dan sebagai lawan dari magic destruktif.
3.
Magic
destruktif
Magic ini digunakan untuk mendatangkan badai, merusak milik,
mendatangkan penyakit, dan mendatangkan kematian.
BAB III
PENUTUP
3.1
SIMPULAN
Magic merupakan suatu tindakan yang mempunyai anggapan bahwa dengan
kekuatan gaib dunia bisa dikuasai. Dimana magic mempunyai hubungan dengan ilmu
takhayul, ilmu gaib dan ilmu kultus. Keberadaan magis dalam dunia mistik dibagi menjadi dua yaitu magic hitam
dan magic putih.
Selain itu, magic
mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain yaitu
ilmu sihir dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam pandangan agama,
adanya magic sangat diperhatikan dan bahkan dikaji secara mendalam. Dikarenakan
antara magic dan agama di dalamnya juga berisi kepercayaan tentang hal-hal yang
gaib.
Kemudian, magic
mempunyai kedududukan yang sangat penting dalam masyarakat primitif. Dimana
magic juga mempunyai fungsi yang meliputi magic produktif, protektif dan
destruktif.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti, 2000, Agama-agama di Dunia, Yogyakarta:IAIN Sunan Kalijaga Press.
Morris, Brian, 2007, Antropologi Agama, Yogyakarta: Haikhi Grafika.
Muchtar
, Ghazali,, Adeng, 2011, Antropologi Agama, Bandung:Alfabeta.
R Ravertz, Jerome, 2004, Filsafat Ilmu, Yogyakarta.:Pustaka Pelajar.
Ramayulis, 2002, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, Jakarta:Kalam
Mulia.
Samsul Arifin, Bambang, 2008, Psikologi Agama, Bandung:Pustaka
Setia.
S. Turner, Bryan, 2006, Agama &Teori
Sosial, Yogyakarta: Ijang Grafika.
Tafsir, Ahmad, 2010, Filsafat Ilmu, Bandung:Remaja
Rosdakarya.
[1] Bambang Samsul
Arifin, Psikologi Agama, (Bandung:Pustaka Setia, 2008),hlm.212.
[2] Adeng Muchtar
Ghazali, Antropologi Agama,(Bandung:Alfabeta,2011) h. 129-130
[3] Ramayulis, Psikologi
Agama dan Kesehatan Mental, (Jakarta:Kalam Mulia,2002),hlm.212-213.
[4] Ahmad tafsir, Filsafat
Ilmu, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2010),hlm.112.
[5] Adeng Muchtar
Ghazali, op cit, hlm. 133-134
[10] Adeng Muchtar
Ghazali, op cit, hlm. 134-135.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar