Senin, 06 April 2015

SUMPAH DALAM PERPEKSTIF ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu : Dr. H. Ade Dedi Rohayana M.Ag.


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/0/07/Logo_STAIN_Pekalongan.jpg/220px-Logo_STAIN_Pekalongan.jpg


Disusun oleh  :
Aris Priyanto               (2032113006)

Prodi               :  S1 Akhlak Tasawuf



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  latar Belakang
Realita kehidupan yang variatif dan selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman, menyebabkan antara satu sama lain saling menjatuhkan dan menindas. Hal tersebut tidak akan lepas dari adanya praktek sumpak dari masing-masing orang yang terlibat dalam sebuah permasalahan. Sehingga sumpah menjadi alternatif terakhir bagi setiap orang untuk menguatkan argumen dan menyangkal sebuah tuduhan.
Oleh karena itu, peranan sumpah dalam kehidupan manusia sangat besar sekali. Sehingga dalam setiap aktifitasnya seseorang selalu menggunakan sumpah sebali cara untuk menyelamatkan dirinya dan terkadang sumpah digunakan untuk menjatuhkan musuh atau lawan dalam aktifitasnya. Seringkali sumpah mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan tak terkecuali sebuah adzab (siksaan) bagi yang sumpahnya palsu (bohong).
Melihat realita tersebut, semoga adanya makalah ini bisa memberi wacana, pengetahuan dan menambah keilmuan bagi kita semua, khususnya dalam masalah sumpah. Sehingga praktek sumpah bisa digunakan sesuai dengan keadaan, tepat sasaran, dan memang benar-benar diperlukan.
1.2  Rumusan Masalah
A.    Definisi Sumpah
B.     Dalil-dalil Al-Qur’an tentang Sumpah
C.    Akibat  (Konsekuensi)Sumpah















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sumpah
            Sumpah dalam bahasa arab disebut يمين  jama’nya أيمن,artinya arah kanan, yang merupakan kebalikan dari arah kiri ضد اليسار للجهة . Sedangkan secara istilah, sumpah (Yamin) adalah عبارة عن عقد قوي به عزم الحلف على الفعل أو الترك
sebuah ungkapan (perkataan) dari sebuah aqad yang kuat dari seseorang yang bersumpah untuk melakukan atau tidak melakukan[1]. Sumpah tidak akan sah (terealisasikan) tanpa menyebutkan dzat (nama) atau sifat Allah,serta lafadz-lafadz yang sinononim atau bermakna sama dengan dzat atau sifat Allah seperti demi Allah, Demi Tuhan semesta alam, demi Tuhan yang hidup dan tidak pernah mati.
   Selain itu, sumpah menurut Sulaiman Rasyid dalam buku Fiqih Islamnya adalah mentahkikkan sesuatu (menguatkannya), dengan menyebut nama Allah yang tertentu dengan dia, atau sifat-sifatnya. Sedangkan sumpah dengan tanpa menyebut nama Allah atau sifat-Nya, seperti sumpah dengan makhluk, di anggap tidak sah,  berarti tidak wajib ditepati dan tidak wajib kifarat (denda). Begitu juga sumpah yang tidak disengaja seperti terlnjurnya lidah umpamanya. Allah berfirman :
لا يؤاخذكم الله باللغو في أيمانكم ولكن يؤخذكم بما عقدتم الأيمن
Artinya :
Allah tidak menyiksa kamu karena sumpah yang tidak kamu sengaja, tetapi ia akan menyiksa kamu karena sumpah yang kamu sengaja (Al-Maidah 89).
            Menurut imam Ibnu Qasim, yang dinamakan sumpah adalah
تحقيق ما يحتمل المخالفة أوتأكيده بذكر اسم الله أوصفة من صفا ذاته
Artinya :
“Menyatakan sebuah perkara yang memungkinkan salah (tidak sesuai kenyataan) atau menguatkan sebuah perkara dengan menyebut nama Allah atau sifat-sifat Allah[2].

Sumpah menurut Imam Taqiuddin adalah
تحقيق أمر أوتأكيده بذكرالله أو من صفة كذا
Artinya :
“Menyatakan perkara atau menguatkan perkara dengan menyebut nama Allah atau sifat-Nya.
          Definisi sumpah yang di sampaikan Imam Taqiuddin itu sama seperti pendapatnya Imam Nawawi dan Rafi’i. Sebagian ulama termasuk Imam Ibnu Rif’ah mendefinisikan sumpah seperti ini:
تحقيق ما يحتمل المخالفة أو تأكيده
Artinya :
“Menyatakan sesuatu yang masih memungkin salah atau menuatkan sesuatu.
          Sehingga dalam masalah sumpah yang menggunakan nama-nama Allah harus memahami hal-hal di bawah ini :
·         Sesuatu yang tertentu mengarah pada Allah (nama Allah) dan tidak di ucapkan pada selainnya Allah, seperti Allah ((ألله, Rabbil ‘Alamin(رب العالمين )Maaliki yaumiddin (مالك يومالدين).  Sehingga ketika sumpah di ucapkan baik niatnya mengarah pada Allah atau tidak, sumpahnya tetap saja sah. Kemudian apabila seseorang mengucapkan sumpah secara dhohir(luarnya) niat pada selain Allah maka tidak diterima secara pasti dalam dhahirnya.
·    Sesuatu yang mengarah pada Allah dan selain-Nya, akan tetapi lebih sering mengarah pada Allah, seperti yang Maha Perkasa, Maha benar, Maha kauas, Maha Memaksa dll. الجبار, الحق, ألرب, المتكبر, القادر, القاهرو ونحو ذلك...
Apabila sesorang niat dengan menggunakan nama Allah itu atau tidak niat sama sekali, maka sumpahnya sah. Namun apabila niatnya selain pada Allah, maka sumpahnya tidak sah.
·         Sesuatu yang mengarah pada Allah dan selain Allah, akan tetapi dalam terlakunya sama, seperti الحي, الموجود, الغني, الكريم, ونحو ذلك....
Ketika seseorang bersumpah dengan tanpa niat kepada Allah atau niat pada selain Allah maka sumpahnya tidak sah. Akan tetapi apabila niatnya pada Allah juga terdapat perbedaan.
         


          Terkait pendapat yang ketiga ini, Imam Ghazali mengatakan bukan sumpah. Karena sumpah bisa sah dengan nama-nama Allah yang di ucapkan pada Allah dan Makhluqnya itu bukan suatu kemulyaan atau keagungan. Sedangkan menurut Imam Nawawi, ar-Rafi’i, dan pengarang kitab Tanbih dan Al-Jurjani mengatakan bahwa hal itu termasuk sumpah. Karena ketika nama itu di arahkan pada Allah dan selain-Nya akan tetapi seseorang itu niat sumpah dengan nama Allah maka sumpahnya sah. Kemudian menurut Imam Al-mawardi, bahwa penggunaan nama-nama Allah yang kebanyakan mengarah pada Allah dan sedikit mengarah pada Allah, secara dhahir tetap dikatakan sumpah meskipun secara batin tidak dikatakan sumpah[3].
          Kalimat yang di gunakan dalam sumpah menunut Imam Sihabuddin dalam kitab Mahalinya, beliau mengatakan bahwa kalimat sumpah selalu dengan huruf wawu (و) , ta(ت) , ba (ب).Ketiga huruf tersebut, apabila di sandarkan dengan nama Allah maka akan menjadi والله,تالله,بالله,. Sehingga apabila seseorang yang tidak fasih dalam mengucapkan (red. Pelon), seperti mengucapkan تالله, tapi mengucapkannya تالاه, maka sumpahnya tetapka dikatakan sah. Karena yang dimaksud oleh seseorang tersebut adalah [4]تالله.
2.2 Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang Sumpah     
          Dalil-dalil yang menjelaskan tentang sumpah banyak sekali terdapat dalam firman Allah dan sabda Rasulullah.  Tentang sumpah yang ditukarkan (dibeli) dengan uang sedikit juga terdapat dalam firman Allah. Allah berfirman :
ان الذين يشترون بعهد الله وأيمانهم ثمنا قليلا أولئك لا خلاق لهم في الأخرة
 ولا يكلمهم الله  ولا ينظر اليهم يوم القيامة ولا يزكيهم ولاهم عذاب عليم
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang menjual (menukar) janji Allah dan sumpah mereka dengan uang yang sedikit, tidak ada bagi mereka bagian di akhirat, dan Allah tiada bercakap-cakap dengan mereka dan tiada memandang mereka pada hari kiamat dan tiada pula menyucikan mereka dan untuk mereka itu siksaan yang pedih” (Ali Imran :77).
          Selain itu, Allah juga menyuruh kita semua untuk senantiasa menjaga terhadap sumpah yang telah kita ucapkan. Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 89 :
واحفظوا أيمانكم
Artinya :
“jagalah sumpah kalian semua”(Al-Maidah :89).
            Rasulullah bersabda :
والله لأغزون قريشا ثلاث مرات
Artinya :
“Demi Allah, sesungguhnya saya akan memerangi kaum Quraisy. Kalimat itu, Rasulullah ulangi sampai tiga kali” (HR. Abu Daud).
            Praktek sumpah yang dilakukan oleh yang bersumpah itu tingkat kekuatan dan kebenaran sumpahnya sesuai dengan pembenaran oleh seseorang yang diajak bersumpah. Rasulullah bersabda :
يمينك على ما يصدقك به صاحبك
Artinya:
“Sumpah kamu itu sesuai dengan perkara yang dibenarkan teman kamu”.
            Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda :
اليمين على نية المستحلف
Artinya :
“Sumpah iti sesuai dengan niatnya orang  yang bersumpah”(HR. Muslim).
            Menurut Ibnu Arabi, menurut sebagian ulama, bahwa perkataan sumpah yang di sertai kata “Insya Allah”yang langsung bersambung(bebarengan) menyebabkan sumpah tidak sah. Sehingga menurut Ibnu Arabi, apabila sumpah yang bersamaan “Insya Allah” akan tetapi tidak langung sumpahnya sah, maka menurutnya tidak ada seorang pun yang melanggar sumpah dan tidak ada kafarah sebagai akibat dari sumpah yang dilanggarnya[5]. Rasulullah bersabda :
من حلف على اليمين : ان شا الله, فلا حنث عليه
Artinya:
“Seseorang bersumpah atas sumpahnya disertai Insya Allah, maka baginya tidak ada sumpah yang dilanggar”(HR. Ahmad, Arba’ah, Ibnu Hiban).

Dengan adanya dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang sumpah tersebut, maka sifat-sifat orang yang sah sumpahnya adalah :
1.      Mukallaf (berakal dan telah baligh), sumpahnya anak kecil dan orang gila tidak sah.
2.      Dengan kemauan sendiri, (orang yang dipaksa tidak sah sumpahnya).
3.      Sengaja, (orang yang lidahnya terlanjar/terlanjur tidak sah sumpahnya).
2.3 Akibat (Konsekuensi) Sumpah
Adanya sifat-sifat sumpahnya orang yang diterima, tentunya menyebabkan adanya pelanggaran sumpah. Sehingga apabila seseorang bersumpah, kemudian sumpahnya dilanggar, maka ia wajib membayar kifarat (denda pengampun kesalahan). Oleh karena itu, ketika seseorang melanggar sumpah, maka ia diperbolehkan untuk memilih di antara tiga kifarat dibawah ini :
Ø  Memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang sah buat zakat fitrah, setiap orang seperempat beras fitrah (kira-kira ¾ liter).
Ø  Memberi pakaian sepuluh orang miskin, pakaian apa saja yang sesuai dengan keadaan mereka yang diberi.
Ø  Memerdekakan hamba sahaya.
Dalam membayar kafarah tersebut tidak diperbolehkan hanya memberi makan atau pakaian hanya kepada lima orang saja. Begitu juga dalam masalah memerdekakan budak, tidak diperbolehkan memerdekakan sebagian budak saja atau hanya memberi makan lima orang saja.
Apabila seseorang tersebut tidak mampu membayar salah satu di antara tiga perkara tersebut, ia boleh berpuasa selama tiga hari. Puasa yang dilakukan tidak harus  harus berturut-turut (terpisah-pisah). Hal tersebut dikarenakan mutlaknya ayat yang terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 89. Allah berfirman :
فكفارته اطعام عشرة مساكين من أوسط ما تطعمون
 أهليكم أوكسوتهم أوتحرير رقبة فمن لم يجد فصيام ثلثة أيام
Artinya :
Akan tetapi menurut pendapat Ibnu mas’ud, puasa yang dilakukan harus berturut-turut. Nabi bersabda :
ثلاثة أيام متتا بعا ت........
Artinya :
Tiga hari secara berturut-turut.
Kafarah puasa hanya terlaku bagi orang islam saja. Karena apabila orang yang melanggar sumpah itu bukan orang Islam, karena di bukan ahli dalam puasa. Sehingga kafarah yang dibebankannya adalah kafarah dengan menggunakan hartanya.
Maka untuk mengampuni kesalahan sumpah yang dilanggar, bersedekah kepada sepuluh orang miskin, sedekah itu di ambilkan dari makanan yang biasa dimakan seisi rumahnya, atau memberi pakaian kepada mereka (10 orang miskin), atau memerdekakan hamba sahaya. Barang siapa yang tidak kuasa membayar dari salah satu dari tiga perkara tersebut, hendaklah ia puasa tiga hari lamanya (Al-Maidah : 89).
Orang yang bersumpah tidak akan memperkuat sesuatu, kemudian ia suruh orang lain memperbuatnya, ia (yang bersumpah) tidak melanggar sumpah, umpama ia berkata. Demi Allah saya tidak akan menulis hari ini, kemudian disuruhnya orang lain menulis untuk keperluannya, ia ia tidak berarti melanggar sumpah, maka tidak wajib atasnya kifarat. Begitu juga yang bersumpah akan mengerjakan dua macam pekerjaan, kemudian dikerjakan salah satu dari dua macam pekerjaan itu. Seseorang yang melanggar sumpah karena lupa, tidak berarti melanggar. Orang yang bersumpah akan menyedekahkan hartanya, ia harus memilih antara sedekah dan membayar kifarat[6].
Seseorang yang bersumpah dengan tanpa menyebut dzat (nama), atau sifat Allah tidak di anggap kufur, apabila tidak ada tujuan mengagungkan selain Allah. Akan tetapi seseorang yang bersumpah dengan tanpa menyebut nama Allah,  maka seseorang tersebut di anggap musyrik (menyekutukan Allah)[7]. Nabi Bersabda :
ألاان الله ينهاكم أن تحلفوا بأبائكم فمن كان حا لفا فليحلف با لله أو ليصموت (متفق عليه)
Artinya :
Ingatlah, Sesungguhnya Allah melarang kalian semua bersumpah atas nama ayah kalian, kemudian siapa yang ingin bersumpah, maka bersumpahlah atas nama Allah atau diam saja (Muttafaqun ‘Alaih).
Dalam riwayat lain, Nabi Muhammad juga bersabda :
لا تحلفوا بأبا ئكم ولابأمها تكم ولا بالأنداد, ولا تحلفوا بالله الا وأنتم صادقون
Artinya :
“Janganlah kalian semua bersumpah atas nama ayah dan ibu kalian, serta berhala, dan janganlah bersumpah atas nama Allah kecuali kalian semua termasuk orang yang jujur”.
          Dalam kitab kifayatul Akhyar karya Imam Taqiuddin, bahwa akibat (konsekuensi)dari sumpah itu bermacam-macam. Pendapatnya antara lain:
Ø Seseorang yang  bersumpah untuk menshodaqahkan hartanya, maka ia diperbolehkan untuk memilih antara shadaqah dan sumpah, dan tidak ada sesuatu yang dapat menggugurkan sumpahnya itu. Dalam masalah ini, terdapat tiga pendapat, antara lain :
o   Wajib untuk melaksanakan sumpahnya. Karena di dalam praktek sumpah ini terdapat unsur ibadah dan kewajiban sumpah.
o   Wajib baginya kafarah sumpah. Karena Shadaqah adalah bentuk ibadah dan sumpah adalah kewajiaban yang ada kafarahnya apabila tidak terlaksana. Bersabda Rasulullah :
كفارةالنذور كفارةاليمين      
Artinya :
Kafarahnya Nadzar itu seperti Kafarahnya Sumpah (HR. Muslim).
o   Diperbolehkan untuk melaksanakan shadaqhnya atau membayar kafarah sebagai konsekuensi dari sumpah yang tidak terlaksana.
Ø Seseorang yang bersumpah untuk melakukan sesuatu, kemudian menyuruh orang lain untuk melaksanakan  sesuatu tersebut, maka ia tidak di anggap melanggar sumpahnya. Hal itu seperti, seseorang yang bersumpah ingin memukul budaknya, kemudian menyuruh orang lain untuk memukul budaknya, maka ia tidak di anggap melanggar sumpahnya.
Ø Seseorang yang bersumpah ingin melakukan dua hal, kemudian ia melakukan salah satunya, maka ia tidak di anggap melanggar sumpahnya[8].
Kehidupan manusia yang tidak lepas hubungannya dengan Allah, juga tidak lepas dari praktek sumpah. Secara fitrah, manusia dan jin adalah makhluk yang diciptakan tidak ada tujuan lain kecuali untuk beribadah kepada Allah sang pencipta. Dalam permasalahan itu, Allah berfirman :
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
Artinya:
“Allah menciptakan manusia dan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya”.

Berdasarkan ayat Al-Qur’an tersebut memberi sebuah penegasan bahwa adanya Allah menciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah. Oleh karena itu, dalam masalah ibadah, manusia juga seringkali mempraktekkan sumpah. Hal itu seperti permasalahan di bawah ini :
*      Apabila seseorang bersumpah untuk meninggalkan perkara wajib, sunnah, atau melakukan perkara haram, atau makruh, maka ia maksiat (berdosa) dalam sumpahnya. Sehingga akibatnya ia wajib untuk melanggar sumpahnya dan membayar kafarat.
*      Apabila seseorang bersumpah untuk melakukan perkara wajib, sunnah, dan meninggalkan perkara haram atau makruh, maka ia termasuk seseorang yang taat kepada Allah. Sehingga sumpahnya harus dilakukan dan pahala ia dapatkan karena sumpahnya dilakukan dan sumpah yang dilakukan termasuh ibadah dan ketaatan.
*      Apabila seseorang bersumpah untuk melakukan perkara mubah, atau meninggalkan perkara mubah, maka ia lebih utama untuk tidak melanggar sumpahnya. Akan tetapi pendapat ulama lain mengatakan, lebih utama meninggalkan (melanggar) sumpahnya. Sebab dengan melanggar sumpah, maka ia akan membayar kafarat, dan kafaratnya akan bermanfaat bagi orang-orang miskin.
Dalam permasalahan sumpah yang berhubungan dengan ibadah, permasalahan tentang kafarat yang berupa memberi makan sepuluh orang miskin dan puasa terdapat berbagai macam pendapat. Pendapat tersebut antara lain[9] :
ü  Apabila sumpah yang dilanggar itu berupa ibadah sunnah, maka lebih utama untuk membayar kafarat daripada puasa.
ü  Apabila sumpah yang dilanggar itu berupa ibadah yang hukumnya itu wajib atau haram, maka puasa lebih utama daripada membayar kafarat.








BAB III
PENUTUP
3.1  SIMPULAN
Sumpah merupakan suatu perkatan (ungkapan) yang disandarkan dengan nama-nama Allah atau sifat-sifat-Nya. Keberadaan sumpah sangat menjadi sebuah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia. Baik kehidupan manusia yang berhubungan dengan sesamanya maupun dengan Allah sang Pencipta.
Oleh karena itu, sumpah yang selalu menghiasi kehidupan manusia ini tidak lepas dari dalil Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi penjelas dan penguat sumpah yang dilakukan oleh manusia tersebut. Meski demikian, pelanggaran sumpah sering kali terjadi, bahkan memberikan akibat (konsekuensi) baik bagi dirinya maupun orang lain. Selain itu, perbedaan pendapat tentang akibat (konsekuensi) dari sumpah yang di langgar juga berbeda-beda.
Akibat (konsekuensi) dari sumpah yang di langgar sangat bermacam-macam sesuai dengan sumpah yang seseorang lakukan dan dilanggarnya. Hal tersebut mulai dari memerdekakan budak yang Islam, memberi makan atau pakaian kepada sepuluh orang miskin sampai dengan melakukan puasa.

3. 2 SARAN
Segala kekurangan tentunya terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada teman-teman koreksi dan sarannya terhadap makalah ini. Harapan kami semoga dengan adanya koreksi dan saran dari teman-teman, kedepannya makalah kami lebih baik dan lebih bermanfaat. Amin yaa Robbal ‘Aalamin.







DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahaman, Bughyatul Mustarsyidin, Jiddah :Al-Haramain.
Al-Quyubi, Sihabuddin, Qulyubu Wa’amirah, Semarang:Thaha Putra.
Hajar, Ibnu, Hafidh, 2002, Bulughul Maram, Jakarta:Darul Kutub Al-Islamiyyah.
Qasim, Ibnu, Al-Bajuriy, Jiddah:Al-Haramain.
Rasyid, Sulaiman, 1981, Fiqih Islam, Jakarta:ATHAHIRIYYAH.
Taqiudin, Kifayatul Akhyar, Jiddah:Haramain.




[1] Hafidh Ibnu Hajar, Bulughul Maram, (Jakarta:Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2002), hlm. 256.
[2] Ibnu Qasim, Al-Bajuriy, (Jiddah:Al-Haramain),hlm. 312.
[3] Taqiudin, Kifayatul Akhyar, (Jiddah:Haramain),hlm.247-249.
[4] Sihabuddin Al-Quyubi, Qulyubu Wa’amirah, (Semarang:Thaha Putra), hlm.272.
[5] Ibid, hlm.257
[6] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Jakarta:ATHAHIRIYYAH, 1981),hlm 455-456.
[7] Abdurrahaman, Bughyatul Mustarsyidin, (Jiddah :Al-Haramain), hlm. 260-261.
[8] Ibid. hlm.250-252.
[9] Ibid, hlm.273.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar